Taliban Bersiap Berunding dengan AS soal Perdamaian di Afghanistan, Tapi...

Taliban mengatakan, hubungannya dengan AS untuk merundingkan diakhirinya "perang dan pendudukan tidak sah" di Afghanistan, tetap sesuai rencana.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 07 Jan 2019, 07:00 WIB
Pasukan Taliban (AP)

Liputan6.com, Kabul - Taliban mengatakan bahwa hubungannya dengan Amerika Serikat untuk merundingkan diakhirinya "perang dan pendudukan tidak sah" di Afghanistan, tetap sesuai rencana. Tapi, mereka tetap bersikukuh mengesampingkan adanya perundingan perdamaian langsung dengan pemerintah di Kabul.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, diskusi putaran baru dengan AS akan terjadi tapi tanggal dan tempatnya belum ditentukan, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (7/1/2019).

Dia merespon sekaligus membantah berbagai laporan bahwa para juru runding pemberontak berencana mengadakan perundingan langsung dengan para pejabat Afghanistan di Arab Saudi bulan ini.

Wakil khusus AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad, mengadakan perundingan maraton dua hari pada pertengahan bulan Desember dengan delegasi Taliban berpengaruh di Abu Dhabi, di mana utusan Arab Saudi, Pakistan dan negara tuan rumah juga hadir.

Pemerintah Pakistan berhasil mengatur pertemuan di Uni Emirat Arab itu menyusul interaksi awal Khalilzad dengan wakil-wakil Taliban di Qatar.

"Tidak ada interupsi dalam proses dialog dengan AS karena mengakhiri pendudukan di Afghanistan kini merupakan keharusan bagi mereka (AS)," kata Mujahid.

Dia menegaskan bahwa apabila perundingan gagal mencapai hasil yang diinginkan dan perang terus berlanjut dengan Taliban, "warga Amerika tidak punya pilihan lain selain keluar dari Afghanistan."

 

Simak video pilihan berikut:

 


Upaya Penyelesaian Konflik Harus Melibatkan Afghanistan

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani (AP/Wakil Kohsar)

Upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik semakin intensif setelah perwakilan Taliban mulai bertemu utusan AS, Zalmay Khalilzad, awal tahun ini.

Pejabat dari pihak yang bertikai telah bertemu setidaknya tiga kali untuk membahas penarikan pasukan internasional dan gencatan senjata pada 2019.

Tetapi AS bersikeras bahwa penyelesaian akhir harus dipimpin oleh orang Afghanistan.

Menurut data dari Resolute Support Mission yang dipimpin NATO pada November lalu, pemerintah Presiden Ashraf Ghani memiliki kendali atau pengaruh terhadap 65 persen populasi Afghanistan, yang hanya melingkupi 55,5 persen dari 407 distrik di negara itu, terendah sejak 2001.

Di lain pihak, Taliban mengatakan mereka menguasai 70 persen negara itu.

Seorang pembantu dekat Ghani mengatakan pemerintah akan terus berusaha untuk membangun jalur komunikasi diplomatik langsung dengan Taliban.

"Pembicaraan harus dipimpin dan dimiliki oleh Afghanistan," kata ajudan yang tidak bersedia disebutkan namanya itu. "Adalah penting bahwa Taliban mengakui fakta ini."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya