Penasihat Trump: AS Tetap Bertahan di Suriah Sebelum ISIS Sepenuhnya Binasa

Penasihat keamanan pada pemerintahan Donald Trump menegaskan bahwa AS akan tetap bertahan di Suriah sebelum ISIS benar-benar lenyap.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 07 Jan 2019, 14:01 WIB
John Bolton, Penasihat Keamanan Donald Trump yang Baru: Jika Mau Damai, Bersiaplah Perang. Foto diambil saat Bolton jadi dubes AS untuk PBB pada 2005 (Dennis Cook/Associated Press)

Liputan6.com, Yerusalem - Penasihat kepresidenan Amerika Serikat (AS) dalam bidang pertahanan, John Bolton, mengatakan bahwa Negeri Paman Sam tidak akan meninggalkan wilayah timur laut Suriah hingga militan ISIS benar-benar dikalahkan, dan pasukan Kurdi --yang merupakan sekutu-- terlindungi.

Pernyataan yang disampaikan oleh Bolton pada Minggu 6 Januari, menjawab kebingungan publik terhadap rencana tiba-tiba Donald Trump untuk menarik seluruh pasukan militer AS.

Dikutip dari The Guardian pada Senin (7/1/2019), rencana Trump itu tadinya diharapkan akan selesai dalam beberapa pekan mendatang, sebelum kemudian diralat bahwa kemungkinan akan memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Selain memastikan kelanjutan untuk menumpas ISIS, Bolton juga mengatakan bahwa beberapa pasukan Amerika Serikat akan tetap berada di wilayah konflik al-Tanf di Suriah Selatan, untuk melawan potensi serangan pemberontak yang didukung Iran.

Bolton membela kebijakan tersebut sesuai dengan dasar hukum yang dibenarkan oleh otoritas konstitusional presiden AS.

Sementara itu, di Washington, Donald Trump mengatakan, "Kami akhirnya tidak akan menarik pasukan militer sampai ISIS angkat kaki".

Pernyataan itu bertolak belakang dengan apa yang dikatakan Trump pada 19 Desember, di mana dengan bangga dia mengatakan bahwa militer AS telah mengalahkan ISIS di Suriah. Dia menambahkan di Twitter bahwa "sekarang saatnya pasukan kita kembali ke rumah".

Keputusan awal Trump itu mengundang kecaman luas, dan juga disinyalir memicu pengunduran diri menteri pertahanan Amerika Serikat, Jim Mattis.

Selain itu, pernyataan Trump juga menimbulkan kekhawatiran tentang serangan Turki yang meningkat terhadap para pejuang Kurdi.

Sebagaimana diketahui, Turki menganggap Unit Perlindungan Rakyat Kurdi Suriah, atau YPG, sebagai kelompok teroris yang terkait dengan pemberontakan di dalam perbatasannya sendiri.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Ada Tujuan yang Ingin Dicapai AS

Bendera Amerika Serikat (AP PHOTO)

Saat ini, Jim Bolton tengah berada di Yerusalem, dan setelahnya akan terbang ke Turki untuk mengejar kesepakatan melindungi milisi Kurdi.

Di Washington, Trump mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih bahwa "kami akan kembali ke Suriah. Kami akan memindahkan pasukan kami. Saya tidak pernah mengatakan kami melakukannya dengan cepat."

Menanggapi pernyataan Donald Trump, Senator Lindsey Graham dari kubu Republik asal South Carolina, mengatakan kepada siaran televisi Face the Nation bahwa: "Intinya di sini adalah kami ingin memastikan bahwa ISIS tidak akan kembali. Dan saya memuji presiden karena mengevaluasi kembali apa yang dia lakukan ... Dia memiliki tujuan untuk mengurangi kehadiran militer di sana. Saya mendukung rencana itu. Mari kita lakukan dengan cerdas!"

Sementara itu, Bolton mengatakan di Yerusalem pada hari Minggu, bahwa ada tujuan yang ingin dicapai oleh AS terkait syarat penarikan pasukan militer dari Suriah.

Bolton dijadwalkan berada di Turki pada Senin dan Selasa ini, yang didampingi oleh Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Joseph Dunford. Di sana, dia dikabarkan akan melakukan oembicaraan untuk membujuk Turki agar mau lebih berkompromi dengan pasukan Kurdi.

Ditegaskan pula bahwa Bolton melanjutkan apa yang disampaikan oleh Trump, bahwa dia tidak akan membiarkan Turki membunuh orang Kurdi.

AS telah meminta Kurdi untuk "berdiri cepat sekarang", katanya, dan menahan diri untuk tidak mencari perlindungan dari Rusia atau presiden Suriah Bashar al-Assad. "Saya pikir mereka tahu siapa teman mereka," tambah Bolton.

Di lain pihak, juru bicara kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin, menyebut tuduhan bahwa negaranya berencana menyerang Kurdi sekutu AS di Suriah "tidak rasional".

Namun dalam komentar yang disiarkan oleh kantor berita resmi Anadolu, Kalin mengatakan para pemberontak Kurdi menindas Kurdi Suriah dan melakukan agenda separatis dengan kedok memerangi ISIS.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya