Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan bahwa pengelolaan Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (APBN) 2018 dilakukan dengan sangat transparan. Termasuk dalam pengelolaan dana hibah atau grant.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti mengatakan, dalam pemberitaan media online tanggal 3 Januari 2018, Ekonom Dradjad Wibowo menyampaikan bahwa realisasi hibah dalam APBN 2018 tidak transparan sumber dan penerimanya.
Dalam APBN 2018, realisasi penerimaan hibah 2018 mencapai Rp 13,9 triliun, jauh lebih tinggi dari yang dianggarkan di APBN 2018 yang tercatat Rp1,2 triliun.
Nufransa pun mengatakan, dana hibah adalah salah satu bentuk bantuan yang tidak harus dikembalikan dan tidak mengikat pihak yang diberi untuk melakukan komitmen tertentu.
Baca Juga
Advertisement
Dalam APBN, hibah merupakan salah satu unsur pendapatan negara, selain penerimaan perpajakan dan PNBP. Hibah dicatat sebagai penerimaan pemerintah pusat yang diperoleh dari pemberi hibah dan tidak perlu dibayar kembali. Hibah dapat berasal dari dalam negeri atau luar negeri.
Atas penerimaan hibah tersebut, pemerintah mendapat manfaat secara langsung yang digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian dan Lembaga, atau diteruskan kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.
“Pemberian hibah dapat bertujuan untuk mendukung program pembangunan nasional ataupun dalam rangka penanggulangan bencana alam dan bantuan kemanusiaan,” jelas Nufransa dikutip dari laman Facebooknya, Selasa (8/1/2019).
Berdasarkan jenisnya, hibah dapat dikategorikan sebagai hibah terencana maupun hibah langsung. Dalam APBN 2018, pemerintah menargetkan penerimaan hibah sebesar Rp 1,2 triliun. nilai yang dicantumkan sebagai target sebesar Rp 1,2 triliun adalah hibah terencana yang diterima dari Donor Luar Negeri. Nilai hibah ini sebagian besar perjanjian hibahnya telah ditandatangani untuk membiayai kegiatan Kementerian/Lembaga (K/L) dan berbentuk kas.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mengapa realisasi penerimaan bisa melonjak drastis?
Dalam perjalanan tahun anggaran 2018, Kementerian dan Lembaga dapat menerima hibah langsung dan mengelolanya. Meskipun Kementerian dan Lembaga dapat menerima dan mengelola secara langsung, penggunaanya wajib dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2018, sesuai Undang-Undang No 15 tahun 2017 tentang APBN Tahun 2018.
Penerimaan Hibah 2018 yang tercatat sebesar Rp 13,9 triliun mayoritas berasal dari Donor Dalam Negeri yaitu sebesar Rp 11,03 Triliun atau 79 persen dari total penerimaan Hibah dan sisanya berasal dari Donor Luar Negeri sebesar Rp 2,96 triliun atau 21 persen dari total.
Dari mana asal dana hibah dalam negeri dan untuk apa penggunaannya?
Dari donor Dalam Negeri sebesar Rp 11,3 triliun, sebagian besar berasal dari Pemerintah Daerah (dalam bentuk kas sejumlah Rp 10,92 triliun), dengan rincian:
- Sejumlah Rp 8,04 triliun untuk penyelenggaraan Pilkada kepada KPU, Bawaslu, dan TNI serta POLRI. KPU menggunakan dana hibah untuk belanja barang, seperti pembelian kotak surat suara, tinta, honor petugas di TPS. Bawaslu menggunakannya untuk belanja barang dengan lebih banyak melakukan pengawasan di lapangan, dan TNI dan POLRI menggunakannya untuk belanja barang berupa biaya untuk operasional petugas di lapangan yang melakukan pengawalan dan pengamanan.
- sebesar Rp2,63 triliun untuk kegiatan yang menunjang tugas fungsi pada sejumlah K/L.
Selain dari Pemerintah Daerah, sumber lain pendapatan hibah dari donor dalam negeri senilai Rp 111 miliar berasal dari Badan Usaha Dalam Negeri seperti Pertamina dan Bank Umum Daerah.
Penggunaan penerimaan dana tersebut untuk mendukung tusi beberapa K/L seperti undian berhadiah oleh Kementerian Sosial, hibah uang kepada POLRI dan Kementerian Ketahanan, dan biaya riset Molekuler oleh Kementerian Riset dan Dikti.
Advertisement
Siapa pengguna hibah terbanyak?
Dari nilai Rp 13,99 triliun hibah, KPU menggunakan hibah terbanyak dengan nilai Rp 6,64 triliun, kemudian POLRI dengan nilai Rp 2,18 triliun, Bappenas sebesar Rp 1,54 triliun, Bawaslu senilai Rp 1,04 triliun, Kementerian PUPR sebesar Rp 56 miliar, dan sisanya tersebar di beberapa K/L.
Mengapa dana dari Pemda dicatat sebagai penerimaan hibah?
Sebagaimana kita ketahui, pada tahun 2018 Indonesia telah menyelenggarakan Pilkada serentak untuk memilih 171 kepala daerah. Biaya penyelenggaraan pilkada dibebankan pada APBD Pemda masing-masing.
Hal ini sesuai dengan UU Nomor 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 1/2015 mengenai Penetapan Perppu No 1/2014 yang mengatur tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Pada pasal 166 ayat (1) UU tersebut diatur bahwa pendanaan kegiatan Pemilihan Kepala Daerah dibebankan kepada APBD dan dapat didukung melalui APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan aturan tersebut, belanja untuk pilkada dikategorikan sebagai belanja hibah. Pemda mengalokasikan belanja ke KPU sebagai transaksi belanja hibah. Selanjutnya, penerimaan dari Pemda ke KPU dicatat sebagai pendapatan hibah.
Dari sisi tata kelola keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13 tahun 2006 serta pengelolaan hibah daerah yang diatur dalam Permendagri No 32 tahun 2011 dan Permendagri No 44 tahun 2015 yang kemudian diubah dalam Permendagri No 51 tahun 2015 terkait pengelolaan Dana Pilkada, disebutkan bahwa pelaksanaan Pilkada dialokasikan sebagai belanja hibah.
Mengingat oleh Pemda pengeluaran tersebut dianggap sebagai belanja hibah, maka dari sisi Pemerintah Pusat hal ini juga harus diakui sebagai penerimaan hibah.
Bagaimana hibah yang bersumber dari luar negeri?
Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Pemerintah menerima hibah Hibah Luar Negeri dalam bentuk kas sebesar Rp 2,96 triliun yang berasal dari Lembaga Bilateral (JICA, KFW, Arab Saudi, Australia, dan Austria) yang berjumlah Rp 2,26 triliun, dan Lembaga Multilateral (World Bank, ADB, dan IDB) sebesar Rp 0,7 triliun.
Sumber Hibah Luar Negeri digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan, seperti green energy, air minum, kesehatan, persiapan proyek, dan lain-lain. Contoh penggunaan hibah yang berasal dari kerjasama bilateral adalah hibah senilai Rp 1,54 triliun dari Amerika Serikat untuk mensupport pendanaan riset millenium compact challenge dengan Bappenas dan riset vaksin Leptospirosis dengan Kementerian Kesehatan, hibah senilai Rp 58 miliar dari Pemerintah Australia untuk menyusun studi kelayakan dan pembangunan Jalan tol serta penyediaan sanitasi dan air bersih yang dilaksanakan KemenPUPERA, pengembangan biodiversity dan ekonsitem lingkungan dan kehutanan dengan Kemenhut dan KLHK, serta bantuan pendanaan studi profesi dengan Kemendikbud.
Bantuan dari lembaga multilateral misalnya senilai Rp 9 miliar dari World Bank untuk edukasi generasi muda, perbaikan kualitas pemukiman warga serta penyediaan sanitasi dengan kemenkes dan kemenpupera, dan bantuan kegiatan peningkatan pengelolaan ekonomi dan keuangan di Kemenkeu dan Kemenko.
Advertisement