Liputan6.com, Jakarta Kondisi industri pelayaran nasional dinilai belum akan terlalu cemerlang pada tahun ini. Beberapa tantangan masih akan membayangi industri ini. Terutama kebijakan moneter, di mana margin profit pelayaran nasional masih satu digit.
Di sisi fiskal, pelayaran nasional juga masih terbebani sejumlah pajak. Ini seperti Pajak PPN atas pembelian BBM pelayaran dalam negeri.
Carmelita Hartoto, Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA) mengatakan, pada dasarnya pelayaran nasional hanya membutuhkan perlakuan setara seperti negara lain memberlakukan kebijakan kepada industri pelayarannya.
Jika kebijakan sudah mengarah pada perlakuan setara ini, dia optimistis, industri pelayaran akan kian berdaya saing dan mampu mencatatkan kinerja positif, yang pada akhirnya memberikan kontribusi lebih besar bagi ekonomi nasional.
Baca Juga
Advertisement
"Pelayaran ini motor bagi industri lainnya, seperti galangan, industri komponen kapal, asuransi dan pendidikan SDM. Jika pelayaran tumbuh, maka industri terkait lainnya akan ikut tumbuh," kata Carmelita.
Tantangan lainnya terkait efisiensi biaya kepelabuhanan dalam menekan biaya logistik, dan juga pendataan jumlah, ukuran dan jenis kapal yang dilakukan secara berkala oleh pemerintah.
Witono Soeprapto, Wakil Ketua I DPP INSA mengatakan pada tahun ini pelayaran nasional secara umum tumbuh tipis. Khusus angkutan general kargo masih dihadapkan pada pertumbuhan yang kurang meyakinkan.
Sektor general cargo diprediksi akan semakin terpuruk mengingat fasilitas kepelabuhanan selalu memprioritaskan kapal kontainer, sehingga menghadapi tantangan potensi terjadinya kongesti. Sedangkan komoditas untuk general cargo sudah banyak berkurang, dan lebih banyak muatan-muatan curah bahan baku.
"Dari dulu, tantangan sektor ini terkait kekhawatiran terjadinya kongesti pelabuhan karena pelabuhan memprioritaskan kontainer. Lain itu, muatan kapal ini juga terus berkurang," kata Witono.
Adapun sektor kontainer domestik akan sangat dipengaruhi pada kinerja ekonomi Indonesia. Dari kuartal I hingga III 2018, ekonomi nasional tumbuh berkisar 5 persenan. Pada RAPBN 2019, ekonomi nasional juga dipatok tumbuh 5,3 persen. Dengan melihat itu, sektor kontainer diprediksi mencatatkan pertumbuhan yang tidak jauh berbeda.
Baik sektor kontainer dan general cargo juga mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi, seiring dengan supply dan demand muatan pada momen-momen tertentu. Di hari-hari besar keagamaan dan akhir tahun jumlah muatan akan ikut naik.
Meski angkutan ekspor impor masih didominasi pelayaran asing, sektor kontainer pelayaran nasional optimistis akan mencatatkan kinerja lebih baik pada tahun depan. Namun peningkatan jumlah muatan tidak terjadi pada kegiatan impor, kecuali untuk komoditas bahan baku.
“Salah satu tantangan pelayaran kontainer saat ini terkait pemberlakuan safety container serfitikat, yang seharusnya merujuk pada best common international practice. Dan hingga kini, sektor kontainer juga tengah mempersiapkan diri dalam era digital.”
Catatan sektor offshore di 2018 hanya mengalami pertumbuhan tipis, meski utilisasinya sudah 50 persen. Kondisi ini karena perusahaan minyak masih melakukan efisiensi di tengah tantangan fluktuasi harga minyak dunia. Dalam RAPBN 2019, harga minyak dipatok berkisar USD 70/ barel dengan produksi minyak 750.000 bph.
Tantangan lain yang dihadapi sektor offshore terkait charter rate yang masih rendah, dan persaingan usaha yang ketat.
Nova Y Mugijanto, Bendahara Umum INSA yang juga pelaku usaha pelayaran offshore mengatakan pertumbuhan sektor offshore diprediksi juga belum tumbuh signifikan di 2019.
Pertumbuhannya diprediksi masih berkisar 5-10 persen, karena PT Pertamina sebagai pemain utama masih dihadapkan sejumlah tantangan, yang salah satunya terkait tugas Pertamina sebagai BUMN untuk memberikan BBM satu harga.
“Sektor offshore berharap, aktivitas eksploitasi dan eksplorasi dapat terus meningkat di tahun depan, yang secara paralel akan mengerek kinerja sektor offshore di tahun depan,” kata Nova.
Lain itu, diharapkan rencana tender perusahaan minyak juga memuat terkait kebutuhan armada baik dari jenis dan ukuran kapalnya.
Di sektor kapal tanker domestik masih mencatatkan kinerja positif di 2018. Pada tahun 2018 terjadi lonjakan muatan FAME terkait kebijakan B20 yang cukup signifikan, sehingga menyebabkan perubahan arus muatan dan terjadi kelangkaan sementara untuk tipe kapal ukuran 2.000-5.000 DWT.
Tantangan Lain
Selain itu, ketersediaan kapal tanker yang terbatas juga disebabkan oleh pola operasi distribusi FAME yang masih belum optimal, sehingga penggunaan ruang muat kapal tidak efisien serta waktu menunggu bongkar yang relatif lama.
Nick Djatnika, Ketua Bidang Cair DPP INSA mengatakan pertumbuhan kapal berbendera Indonesia di 2018 capai 152 unit atau naik 1,68 persen ketimbang tahun sebelumnya. “Dari jumlah itu, 19 unit merupakan kapal tanker. Pertumbuhan kapal tanker sendiri pada 2018 mencapai 3,42 persen,” kata Nick.
Secara lebih rinci, jumlah armada kapal tanker kecil (ukuran 10.000 DWT) pada tahun 2018 bertambah sebanyak 7 unit sedangkan untuk kapal tanker besar bertambah sebanyak 12 unit.
Pelaku usaha tanker nasional tetap mengkhawatirkan terjadinya gejolak pasar domestik, sebagai dampak dari pengaruh kondisi sektor pelayaran tanker global yang mencatatkan kinerja negatif tahun ini.
Pendapatan untuk sector VLCC menyusut 61 persen, Suezmax 42 persen, Aframax 23 persen, Medium Range 29 persen. “Hal ini sedikit banyak berpengaruh terhadap kondisi pasaran domestik karena untuk kapal-kapal ukuran tersebut, pasarnya saling berpengaruh,” kata Nick.
Di tahun 2019 inj, sektor tanker nasional diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan armada ukuran kecil yang akan menetralisir kelangkaan kapal tanker, terkait perubahan arus muatan dan lonjakan muatan sebagai dampak pemberlakuan kebijakan B20.
Adapun sektor kapal tanker ukuran lebih besar, ada dua hal yang akan berpengaruh pada kebijakan pengadaan kapal, yaitu pemberlakuan kewajiban kapal tanker berbendera Indonesia untuk mengangkut ekspor CPO dan kebijakan batasan sulfur pada tahun 2020.
Di sektor tongkang dan bulk untuk angkutan batu bara optimistis akan mencatat pertumbuhan positif. Pada tahun 2018, target volume produksi batu bara sebesar 485 juta ton, utilisasi bulk dan tongkang mencapai 100 persen.
Advertisement