Liputan6.com, Jakarta Indonesia sangat kaya akan keaneka-ragaman suku, adat dan budaya. Sudah jelas suku-suku tersebut juga memiliki tradisinya sendiri-sendiri. Namun apapun itu, ritual ini memang benar-benar ada dan pernah dilakukan sebagai bagian dari tradisi.
1. Festival Pasola, Sumba
Pasola adalah nama perang ritual berdarah yang dilakukan oleh dua kelompok laki-laki terpilih di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Para lelaki ini menaiki kuda dan melukai satu sama lainnya dengan tombak kayu . Mereka percaya bahwa setiap darah yang keluar dapat menyuburkan tanah dan akan bermanfaat bagi panen berikutnya.
2. Ritual Ma’ Nene, Sulawesi
Masyarakat Toraja percaya bahwa roh leluhur tidak pernah meninggalkan keluarganya dan selalu membantu keluarganya. Ritual Ma’ nene adalah suatu cara untuk menghormati leluhur dengan cara menggalinya dari kubur, dan mengganti pakaian dan mendandaninya, kemudian membawanya pulang ke rumah.
Ritual ini selain sebagai bentuk penghormatan juga sebagai obat rasa kangen kepada keluarga yang sudah meninggal. Konon katanya, dengan ilmu-ilmu yang dimiliki, mayat leluhur ini bisa berjalan dan datang ke rumahnya sendiri.
Baca Juga
Advertisement
3. Tradisi Ngayau, Kalimantan
Tradisi tak kalah mengerikan bisa ditemukan di Pulau Kalimantan, yakni Kayau atau Ngayau. Ngayau adalah ritual pemenggalan kepala pihak musuh yang juga dianggap sebagai bagian dari upacara inisiasi untuk meningkatkan status seseorang.
Menurut bahasa Dayak, Kayau berarti musuh. Sehingga ngayau artinya ialah memburu kepala musuh. Kepala-kepala tersebut biasanya dikeringkan atau diawetkan untuk menjaga mereka dari malapetaka.
4. Carok, Madura
Di Madura terdapat sebuah tradisi untuk pembelaan harga diri ketika diinjak-injak oleh orang lain yang berhubungan dengan harta, tahta, dan wanita yang disebut carok. Pada intinya carok ini dilakukan untuk menjaga kahormatan.
Dalam sejarah orang Madura ,carok adalah duel satu lawan satu, dan ada kesepakatan sebelumnya untuk melakukan duel. Malah dalam persiapannya, dilakukan ritual-ritual tertentu menjelang corok berlangsung.
Potong Jari Hingga Makan Orang
5. Ikipalin, Papua
Ikipalin adalah ritual memotong jari yang lumrah dilakukan oleh suku Dani di Papua. Suku Dani melakukan ritual Ikipalin ini ketika ada anggota keluarga yang meninggal.
Suku Dani percaya kalau kesialan dalam sebuah keluarga dikarenakan meninggalnya salah satu anggota keluarga dapat dihilangkan dengan cara memotong jari. Tradisi ini sekarang sudah jarang dipraktekan.
6. Ritual Suku Naulu, Maluku
Tradisi lain dari suku Naulu di Maluku yaitu persembahan kepala manusia karena dipercaya dapat menjaga rumah adat milik mereka. Lebih sadis lagi, tradisi awal ini bertujuan mempersembahkan kepala manusia sebagai mas kawin ketika sang pria ingin meminang seorang istri.
Selain itu, ritual memenggal orang ini juga merupakan ritual penandaan seorang pria sudah dewasa. Saat pria sudah dewasa, dia diharuskan untuk memakai ikat kepala merah.
Tapi untuk mendapatkan ikat kepala merah ini nggak bisa via beli ditoko, mereka harus terlebih dahulu memenggal kepala seseorang. Karena bertentangan dengan hukum Indonesia, ritual ini akhirnya dihentikan, dan terakhir kali dilakukan pada tahun 2005.
7. Nasu Palek, Papua
Sama dengan Ikipalin, tradisi Nasu Palek atau pemotongan daun telinga juga lumrah dilakukan sebagai tanda belasungkawa oleh suku Dani di Papua. Hanya saja tidak semua anggota suku Dani melakukan tradisi ini, namun hanya beberapa orang saja.
Untuk menyembuhkan luka, biasanya mereka memberi obat-obatan tradisional yang lalu ditutupi dedaunan.
8. Kanibalisme, Papua
Ada suku tertentu yang kerap melakukan perbuatan mengerikan ini di hutan-hutan pedalaman. Tercatat beberapa tahun lalu terdapat laporan praktik kanibalisme oleh Suku Korowai. Laporan itu menyebutkan seorang ayah tega memakan putrinya sendiri berusia tiga tahun.
Caranya sangat sadis, yakni sang gadis kecil itu dimakan dengan digigit lehernya, dan dinikmati daging dan darahnya sebagaimana orang makan tanpa berpikir rasa berdosa. Namun, ritual kanibalisme tersebut hanya dilakukan terhadap para pelanggar adat dan hukum.
Devi Yunita Parede
Advertisement