Liputan6.com, Jakarta Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyiapkan angkutan laut atau kapal perintis guna mendukung konektivitas antar wilayah dan mendorong peningkatan perekonomian nasional.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko mengatakan keberadaan angkutan laut perintis terutama dalam memberikan pelayanan mobilitas penduduk dan pemenuhan bahan-bahan pokok pada daerah-daerah terpencil memiliki peran besar terhadap konektivitas dan pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia.
"Tahun 2019 ini, Ditjen Perhubungan Laut terus melakukan efisiensi baik sisi anggaran maupun dari sisi penentuan trayek kapal perintis,” kata dia, Rabu (9/1/2019).
Baca Juga
Advertisement
Sampai saat ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus berupaya meningkatkan pelayanan angkutan laut perintis guna terus meningkatkan konektivitas antara pulau di wilayah Indonesia serta meningkatkan perenomian dan kesejahteraan di daerah-daerah yang belum terdapat pelayaran komersial.
Dari data Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, penyelenggaraan pelayaran perintis pada tahun 2017 sebanyak 96 trayek dan 481 pelabuhan singgah dengan anggaran Rp 943,9 miliar. Kemudian pada 2018 naik menjadi 113 trayek dan 498 pelabuhan singgah dengan total anggaran Rp 1,1 triliun.
Adapun 46 trayek dilayani PT Pelni (Persero) melalui penugasan dan 67 trayek dilayani oleh perusahaan swasta melalui pelelangan umum.
Sementara itu pada 2019, pemerintah menetapkan 113 trayek dengan rincian 46 trayek dioperasikan PT Pelni dan 67 trayek dioperasikan oleh swasta dengan total anggaran sebesar Rp 1 triliun termasuk anggaran docking.
Lebih Efisien
Terkait dengan hal ini, Capt. Wisnu menjelaskan kedepan penyelenggaraan pelayaran perintis harus bisa berjalan lebih efisien dan inovatif. Dengan harapan jika pelayaran perintis bisa lebih efisiensi tentunya akan meningkatkan produktivitas dan mendorong pembiayaan penyelenggaraan angkutan laut perintis yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan.
"Kami juga mengevaluasi pola pelayanan maupun operasional kapal-kapal perintis yang telah berlangsung selama 20 tahun. Untuk itu perlu ada evaluasi trayek-trayek yang seharusnya sudah dapat ditingkatkan menjadi komersil atau trayek-trayek yang masih perlu ditingkatkan, bahkan bila perlu ada trayek-trayek yang tidak perlu diadakan lagi atau dihapus dengan berbagai pertimbangan yang rasional dan transparan.
“Jangan sampai ada trayek perintis yang tingkat okupansinya sudah di atas 60 persen tetapi masih mendapat subsidi penuh dari pemerintah. Selain itu, jangan juga terus memaksakan dilayani kapal perintis padahal trayek tersebut okupansinya selalu di bawah 10 persen sehingga dana subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak efektif dan efisien,” kata Capt. Wisnu.
Dia menjelaskan bahwa dengan dasar efisiensi maka wilayah yang tidak banyak okupansinya baik orang maupun barang maka untuk sementara waktu tidak disinggahi oleh kapal perintis seperti yang terjadi di Pulau Mapia, Papua.
"Tingkat okupansi di pulau Mapia itu sedikit baik orang maupun barang sehingga untuk sementara ini, kapal perintis KM Sabuk Nusantara 64 tidak singgah di Pulau Mapia tersebut karena alasan efisiensi," ujar Capt. Wisnu.
Namun demikian, Capt. Wisnu mengatakan bahwa pada pelayaran berikutnya kapal Sabuk Nusantara 64 akan kembali singgah di Pulau Mapia mengingat rute trayek kapal Sabuk Nusantara 64 yang melewati Pulau Mapia tidak mengalami perubahan.
"Jika tidak ada penumpang dan muatan barang yang naik maka bisa dilakukan omisi pada pelabuhan tersebut. Beberapa pelabuhan yang load factor nya sangat kecil pada evaluasi trayek 2018 mungkin ada yang dihilangkan tetapi jika pemerintah daerah memandang tetap perlu dilewati maka bisa diusulkan kembali kepada kami," tutup dia.
Advertisement