Produksi dan Pendapatan Freeport Diprediksi Turun Tahun Ini

Penurunan produksi tidak disebabkan penghentian kegiatan pertambangan, tetapi peralihan penambangan ke tambang bawah tanah‎.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 09 Jan 2019, 16:00 WIB
Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Liputan6.com, Jakarta Produksi konsentrat tembaga di tambang Freeport di Papua diprediksi turun pada tahun ini. Ini akibat kandungan tembaga di tambang Freeport yang sudah menipis.

Ini diungkapkan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan, pendapatan Freeport Indonesia tahun ini akan menurun, akibat produksi tembaga di tambang terbuka Grasberg menurun karena kandungan mineralnya sudah habis.

"Saya nggak mau menyebutkan angka yang jelas itu turun dari 2018. Jadi EBITDA dan revenue-nya turun," kata Bambang, di Kantor Direktorat Jenderal Minerba, Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (9/1/2018).

Dia mengungkapkan, penurunan produksi tidak disebabkan penghentian kegiatan pertambangan, tetapi peralihan penambangan ke tambang bawah tanah‎. Saat ini kegiatan penambangan bawah tanah sudah dimulai namun belum optimal.

"Nggak berhenti operasi tapi continues. Yang sekarang bawah tanah sudah beroperasi karena cadangan dibawah tanah kelanjutan mineraisasi yang di atas‎ tadi," jelasnya.

Menurut Bambang, produksi mineral tembaga Freeport ‎Indonesia akan kembali naik hingga 2025 akan mengalami puncak produksi. Namun dia belum bisa menyebutkan kenaikan produksinya.

‎"Bukan karena tambangnya berhenti bukan masalah cadangan kadar karena proses yang belum dimulai, tapi 2020 dia naik lagi 2021 terus naik sampai 2025 ‎dia stabil," tandasnya.

 

 


Tak Hanya Tambang Emas, Indonesia Kuasai Seluruh Aset Freeport di Papua

Tambang PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) kini resmi mengambil alih 51,23 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) setelah mengeluarkan dana sebesar USD 3,85 miliar. Adapun PT Inalum menandai pembelian saham PTFI dengan menerbitkan obligasi global (global bond) senilai USD 4 miliar guna memperoleh separuh kepemilikan tambang emas terbesar di dunia.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menuturkan, negara rela berutang dalam jumlah besar dengan mengeluarkan global bond agar nantinya bisa ikut memiliki aset PTFI.

"Karena yang kita mau kuasai bukan cuman buminya, tapi teknologinya, modal-modalnya, jaringan pemasarannya, cara menambang skala besar, maka kita minta mereka divestasi. Itulah makanya kita harus jadikan anak perusahaan BUMN kita yang sehat," jelasnya lewat keterangan tertulis, Senin (25/12/2018).

Seperti diketahui, proses divestasi saham Freeport sebesar 51 persen ini juga ditandai dengan terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK), sehingga PTFI mengantongi izin perpanjangan masa operasi 2x10 tahun sampai 2041.

Adapun berdasarkan perjanjian KK antara Pemerintah RI dengan Freeport McMoran generasi kedua yang diteken pada 1997, PTFI diberikan hak untuk mengeksplorasi Tambang Grasberg di Bumi Papua hingga 2021.

Pasca-kontrak habis dan tidak diperpanjang, maka seluruh kekayaan PT Freeport Indonesia yang terdapat di wilayah proyek wajib ditawarkan untuk dijual kepada Pemerintah RI dengan harga atau nilai pasar tak lebih rendah dari book value (nilai buku), yang ditaksir mencapai USD 6 miliar.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya