Liputan6.com, London - Pembangunan mass rapid transit (MRT) berupa kereta bawah tanah Jakarta segera rampung. Moda transportasi anyar ibu kota tersebut direncanakan beroperasi Maret 2019 mendatang.
Meski terbilang anyar buat masyarakat Indonesia, MRT sudah ada di sejumlah negara tetangga. Singapura, misalnya. Kereta bawah tanah bahkan punya sejarah panjang sejak 156 tahun lalu.
Baca Juga
Advertisement
Pada Sabtu 10 Januari 1863, London Underground di Inggris dibuka untuk kali pertamanya. Kala itu, gerbong kereta bawah tanah diterangi dengan lampu gas. Kereta uap dioperasikan bolak-balik dari Paddington Station ke Farringdon Street, melewati pemberhentian di Edgware Road, Baker Street, Portland Road, Gower Street, dan King's Cross.
Kereta menempuh jarak 3,75 mil atau 6 kilometer selama 18 menit. Sejak 1880, MRT mengangkut 40 juta penumpang tiap tahunnya.
Pembangunan MRT bawah tanah di London berawal dari persoalan yang bikin puyeng banyak orang: macet.
Pada awal 1800-an di London, jaringan rel kereta hanya ada di pinggiran. Tak sampai pusat kota.
Sepeti dikutip dari situs oddsalon.com, para komuter dan pelancong terpaksa menempuh perjalanan, melewati jalanan sempit dan berkelok, menggunakan gerobak, semacam taksi, atau angkutan yang ditarik kuda. Pilihan lain adalah berjakan kaki.
Ketika lebih banyak orang pindah ke London, lalu lintas pun kian semrawut. Orang-orang stres, sektor bisnis pun merana.
Sementara, para pejabat atau pegawai pengatur lalu lintas dan transportasi mumet bukan kepalang, saat jalur yang mereka rencanakan tak terwujud gara-gara terbatasnya lahan dan kepemilikan tanah yang ruwet.
Jalan keluar wajib ditemukan untuk mengatasinya. Sejumlah pihak menawarkan solusi ke parlemen. Kebanyakan ditolak karena dianggap tak layak. Hingga akhirnya, Charles Pearson, seorang praktisi hukum menawarkan gagasan unik: menggunakan teknik rekayasa inovatif untuk menempatkan kereta api di bawah tanah.
Dengan cara itu, kereta bawah tanah bisa mengangkut ribuan bahkan jutaan penumpang lewat terowongan, tanpa bikin lalu lintas kota makin teruk.
Pembangunan diawali pada 1860 oleh perusahaan Metropolitan Railway Company. Terowongan dibuat dengan metode 'cut and cover'. Parit dalam digali, lalu dinding bata dibangun untuk menguatkan terowongan, kemudian akhirnya ditutup dengan lengkungan batu bata dan atap beton, di mana jalan-jalan di atasnya dapat ditata kembali.
Meski itu dianggap opsi yang paling layak dan tak merusak, sekitar 900 rumah -- kebanyakan tak permanen -- digusur selama pembangunan.
Reaksi publik terhadap jalur kereta bawah tanah baru beragam. Kebanyakan antusias menantinya. Tapi ada juga yang berpandangan negatif.
Mereka yang kontra mencemooh dengan menyebut proyek itu sebagai 'The Drain'. Lainnya memprediksi orang-orang yang ada di atas tanah akan terperosok ke terowongan dan tewas ditabrak kereta.
Ada juga yang menduga, para komuter akan merasa sesak napas selama berada di dalam terowongan. Bahkan ada yang menyebut, moda transportasi bawah tanah itu adalah pintu masuk ke neraka.
Namun, pada Mei 1862, warga London antusias menanti kehadiran moda transportasi baru yang belum pernah ada sebelumnya di dunia.
"London Underground melambangkan kekuatan kekaisaran Britania Raya, dengan London sebagai pusat dunia, pada awal Abad ke-20," demikian dikutip dari situs twincities.com.
Metropolitan Railway Company menjanjikan perjalanan yang mulus, dan pengalaman bebas asap dan uap berkat 'mesin kondensasi' yang dipasang.
Namun, rencana peresmian jalur kereta bawah tanah sempat terkendala banjir saluran air kotor.
Hingga akhirnya pada Sabtu 10 Januari 1863, London Underground dibuka pukul 06.00.
Gerbong kelas satu memiliki kompartemen lega, kursi dengan sandaran lengan. Sementara kelas dua dilengkapi kursi berlapis kulit yang nyaman.
Lampu gas menyala di semua gerbong, paling terang di kelas 1 yang mahal. Namun, saat kereta bergerak, lampu itu berkedip cepat, terganggu oleh angin.
Tak lama kemudian, banyak orang membanjiri stasiun dan loket, berniat mencoba kereta bawah tanah pada hari pertama. Jelang siang hari antrean kian ramai, para penumpang tak peduli apakah duduk di kelas 1, 2, 3, atau di manapun asal terangkut.
Meski dijamin bebas asap dan uap, sejumlah pengunjung melaporkan pengalaman terkena uap dan asap belerang. Tapi mayoritas tak memedulinya.
Pada akhir hari, lebih dari 38.000 orang naik kereta bawah tanah dan setuju bahwa perjalanan itu memang lancar dan nyaman.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kecelakaan Pesawat Comet Jet
Selain jatuhnya jutaan korban jiwa, dampak Perang Dunia I dan Perang Dunia II telah melahirkan teknologi baru untuk kehidupan manusia. Salah satunya pesawat.
Pasca-Perang Dunia II, maskapai penerbangan mulai didirikan. Penerbangan sipil pesawat jet pertama adalah Comet Jet. Namun di awal sepak terjangnya, Comet didera beberapa musibah kecelakaan. Salah satunya kecelakaan di Laut Mediterania, laut antarbenua terletak antara Eropa di utara, Afrika di selatan dan Asia di timur.
Kecelakaan pesawat maskapai Inggris yang terjadi pada 10 Januari 1954 itu mengakibatkan seluruh orang di dalamnya, yang jumlahnya 35, tewas.
Pesawat yang terbang dari Singapura ke London ini jatuh di laut, 20 menit setelah terbang transit dari Roma, Italia. Pesawat meluncur ke lautan samudera dan tenggelam.
Seorang nelayan, Giovanni di Marco, mengaku dirinya mendengar tiga kali ledakan keras di sektor selatan kawasan Elba.
"Pesawat sempat meledak terlebih dahulu sebelum beberapa saat jatuh di laut," ujar Giovanni di Marco, seperti dimuat BBC on This Day, yang Liputan6.com kutip pada Minggu (10/1/2016).
Penyebab kecelakaan sulit diketahui pasti lantaran seluruh puing pesawat tenggelam di laut. Namun diduga kuat, musibah ini diakibatkan oleh sambaran petir.
"Saya melihat cahaya berwarna silver keluar dari awan," beber Giovanni yang menduga kuat itu merupakan petir yang menyambar pesawat.
Ini merupakan kecelakaan pesawat ketiga yang menimpa Comet Jet sejak maskapai tersebut mengudara pada 2 Mei 1952. Kecelakaan terburuk terjadi saat pesawat terbang dari Calcutta, India yang mengakibatkan 43 orang tewas.
Advertisement