Liputan6.com, Jakarta - Sosok Megawati Soekarnoputri sangat lekat dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Sepak terjang puteri Presiden Pertama RI, Soekarno di PDI itu terbilang panjang dengan melewati berbagai rintangan.
Berawal dari bujukkan suaminya Taufiq Kiemas, Megawati memutuskan terjun ke belantara politik. Awal 1987, Megawati menyusul suaminya tersebut menduduki bangku kader PDI.
Advertisement
"Akhirnya Taufiq-lah yang berhasil mengajak Mega terjun di dunia politik. Padahal saat itu, menurut yang saya dengar, bahkan Golkar juga menginginkan Megawati," kata Politikus PDIP, Sabam dalam buku Megawati: Anak Putra Sang Fajar (2012).
Megawati mengawali karier di PDI sebagai Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang, Jakarta Pusat. Pendidikan politik yang didapat dari mendiang ayahnya, Soekarno, memberinya bekal untuk menjalani kehidupan sebagai politikus.
Pada 1987, Megawati langsung terlibat dalam kampanye PDI yang menghadiri banyak kader. Menurut mendiang Soerjadi yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Umum PDI, Megawati selalu memberikan sumbangsih besar untuk PDI.
"Dalam kampanye saya pidato satu jam, tapi suara terbanyak bisa dikumpulkan dari Mega, yang hanya bicara dua menit," katanya mengisahkan dalam buku tersebut.
Kendati demikian, banyak pihak yang menentang kehadiran Megawati di PDI. Sejumlah kader menilai Megawati belum waktunya melakukan kegiatan politik dengan dalih takut melunturkan simbol perjuangan Soekarno.
Kondisi tersebut nyatanya hanya sebuah kesinisan. Samapai pada akhirnya, Megawati dipilih menjadi Ketua Umum PDI secara aklamasi.
Pengangkatan Megawati sebagai ketua umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pertama kali sempat memancing polemik. Pemerintah pada saat itu merasa khawatir lantaran Megawati dinilai akan meradikalisasi suara masyarakat.
Ancaman Kuat Pemerintah
Soeharto yang menyuarakan langsung pernyataan tersebut. Dia menilai, pengangkatan Megawati mampu menjadi ancaman kuat bagi tembok pemerintahan dan stabilitas politik yang sudah dibangunnya dengan kokoh. Oleh karena itu, pemerintah Soeharto melakukan berbagai cara untuk memecah belah internal partai.
Upaya intervensi pemerintah akhirnya berhasil menimbulkan polemik di dalam internal partai. Pandangan politik yang disuntikkan ke sejumlah kader PDI melahirkan dua kubu lintas ideologi yang dituai Megawati dan tokoh PDI lain, Soerjadi.
Konflik antar keduanya tidak bisa terelakan, sikap dualisme semakin jelas dicuatkan. Kepemimpinan Megawati secara terang-terangan diabaikan oleh sejumlah pimpinan partai, hingga akhirnya menyulut emosi simpatisan Puteri Soekarno itu.
Bentrok akhirnya meledak. Pendukung Megawati terlibat baku hantam dengan pihak keamanan. Hal ini mereka lakukan sebagai bentuk dukungan kepada Megawati untuk tetap memimpin partai berlogo banteng.
Hingga pada 27 Juli 1996, kubu Soerjadi merebut kantor DPP PDI dan membentuk kelompok politik baru bernama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Peristiwa ini menjadi sejarah kelabu PDI sampai saat ini.
Pemerintah terdesak dengan kejadian tersebut, sampai akhirnya mengakui PDI pimpinan Megawati secara terbuka pada 16 Juli 1997. Dengan suka cita, Megawati dan pendukungnya menggelar Kongres di Bali dan menyepakati kata "Perjuangan" di belakang nama PDI.
Reporter: Rifqi Aufal Sutisna
Advertisement