Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) telah menjatuhkan sanksi, untuk perusahaan tambang batu bara yang tidak menyetor 25 persen produksinya ke pasar dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan, sanksi yang dijatuhkan untuk perusahaan batu bara yang tidak memenuhi ketentuan DMO adalah pengurangan alokasi produksi pada 2019.
Bahkan ada perusahaan yang tidak mendapat alokasi produksi. Tercatat ada lebih dari lima perusahaan yang terkena sanksi tersebut.
Baca Juga
Advertisement
"DMO sudah ada perusahaan tapi ini ada perusahaan nol tidak produksi, ada perusahaan 10 persen-15 persen, tidak kita berikan nol tapi tidak sesuai permohon 50 persen (dari volume batu bara yang diajukan)," tutur dia.
Bambang menuturkan, pemerintah juga memberikan penghargaan bagi perusahaan yang telah memenuhi komitmenya dalam memenuhi ketentuan 25 persen DMO, penghargaan tersebut adalah memberikan tambahan kuota produksi batu bara.
"Tapi perusahaan 25 persen ke atas ada mengenai proposal lebih 100 persen berikan kesempatan lebih tapi berdasarkan produksi nasional. Ada contoh karena 40 persen kita berikan140 persen dari produksi 2018," ujar dia.
Bambang menegaskan, pemerintah masih memberlakukan kewajiban 25 persen produksi batu bara dialokasikan di dalam negeri, serta harga patokan untuk sektor kelistrikan USD 70 per ton.
"DMO 25 persen dan harga patokan tahun ini masih berlaku, tidak ada yang berubah," ujar dia.
Pemerintah Ingin Produsen Tingkatkan Nilai Tambah Batu Bara
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menginginkan perusahaan batu bara tidak hanya menggali dan menjual saja, tetapi juga meningkatkan nilai tambah.
Jonan mengatakan, negara lain telah meningkatkan nilai tambah batu bara, di antaranya China mengubah batu bara menjadi bahan bakar jet sehingga harganya lebih murah ketimbang Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Untuk di China ini ada batu bara diubah jadi jet fuel sehingga kompetisinya akan jadi murah," kata Jonan, saat menghadiri IEA Coal Forecast to 2023, di kawasan binis Kuningan, Jakarta, Selasa 18 Desember 2018.
Menurut Jonan, peningkatan nilai tambah batu bara bisa diterapkan di Indonesia, dengan mengubah menjadi dimethyl ether (DME), untuk menggantikan bahan baku Liquified Petroleum Gas (LPG) yang saat ini sebagian berasal dari impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
"Ini yang sederhana bikin DME dulu buat pengganti LPG," tutur dia.
Jonan pun menegaskan, produsen batu bara Indonesia menerapkan peningkatan nilai tambah, sehingga tidak lagi melakukan galian lalu menjualnya di pasar dalam negeri maupun ekspor.
"Saya enggak tahu, dulu waktu mulai usaha itu gali dan jual. Ini Perhapi ini gunanya apa? Orang enggak sekolah tambang saja bisa gali tambang. Ini yang penting sekali, harus ada nilai tambahnya," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement