Liputan6.com, London - Banyak pengamat politik di Inggris meramalkan bahwa Perdana Menteri Theresa May akan kian kehilangan pengaruh jika amandemen Brexit ditolak pada pertemuan parlemen pada pekan depan.
PM May didesak untuk menetapkan rencana candangan dalam sisa hari kerja, sejak kekalahan dirinya dalam perdebatan tentang amandemen Brexit pada Selalu lalu.
Dikutip dari The Guardian pada Kamis (10/1/2019), sebagian besar anggota parlemen, termasuk pemimpinnya, Andrea Leadsom, berulang kali mempertanyakan pendekatan apa yang dibawa PM May terkait pengajuan amandemen Brexit.
Beberapa dari mereka bahkan menuduh PM Theresa May bias dalam merombak rencana kesepakatan Brexit.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, PM May juga semakin tersudut oleh desakan kubu konservatif yang bertekad menyerahkan kontrol proses Brexit kepada anggota parlemen, jika pemungutan suara minggu gagal meraih kepercayaan mayoritas.
Kekalahan baru, yang turut terjadi pembahasan amandemen terpisah tentang anggaran nasional, menandakan bahwa pemerintah harus segera melakukan pembahasan kembali, kali ini secara lebih terencana, dengan parlemen.
Bukan hanya PM May yang semakin terdesak, rival utamanya, Partai Buruh, juga turut dikejar oleh mosi yang mereka ajukan belum lama ini, yakni tentang rencana pemerintah yang dapat turut diamandemen langsung oleh anggota parlemen.
Mosi tersebut juga mendorong Partai Buruh untuk mengajukan proposal alternatif dalam referendum Brexit kedua yang lebih sulit.
Dengan semakin sempitnya waktu, partai yang kini dipimpin oleh Jeremy Corbyn itu dihadapkan pada problematika untuk memutuskan mana yang akan didukung, suara alternatif atau penyesuaian amandemen yang diajukan PM May.
Simak video pilihan berikut:
Dihadang Uni Eropa
Sementara itu, Menteri Brexit Steve Barclay, mengumumkan bahwa pemerintahan PM May mempertimbangan usulan dari pejabat top Partai Konservatif --partai pengusung perdana menteri-- Tory Hugo Swire, yang akan memungkinkan anggota parlemen untuk memilih, sebelum kebijakan perbatasan terbuka yang lebih ketat (backstop) dengan Irlandia diimplementasikan, jika kesepakatan perdagangan belum tercapai pada pertengahan 2020.
Juru bicara PM May mengatakan rencana itu akan memberikan anggota parlemen opsi untuk menerapkan backstop, memperpanjang periode transisi, atau cara-cara alternatif dalam penyelesaian isu kepabeanan.
Tetapi gagasan bahwa hal itu akan memperkuat dukungan anggota parlemen untuk pemberlakuan backstop, dengan cepat dihentikan oleh majelis Uni Eropa di Brussels.
Seorang diplomat Uni Eropa mengatakan: "Saya melihat ini sebagai murni pengaturan internal di Inggris. Hal terpenting saat ini adalah tentang komitmen yang mengikat secara hukum terkait Brexit. Mengapa Inggris tidak menghormati kewajiban internasional terlebih dahulu?"
Ditanya apakah Uni Eropa akan setuju dengan keputusan apa pun yang dicapai, juru bicara itu mengatakan tidak.
"Pemahaman saya sekarang adalah bahwa keputusan parlemen Inggris berupaya memperkecil peluang Uni Eropa untuk menyampaikan sudut pandang baru. Ini seperti sengaja membuat pagar yang mengintimidasi para tetangga," lanjutnya beropini.
Advertisement