Liputan6.com, Jakarta - Politikus Fahri Hamzah dipecat dari partainya sendiri, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada 11 Maret 2016 lalu.
Kala itu, Presiden PKS Sohibul Imam membenarkan putusan majelis tahkim soal pemecatan Fahri Hamzah dari keanggotaan partai dakwah.
Advertisement
"Bahwa ada keputusan Mahkamah Partai (di PKS disebut Majelis Tahkim atau MT) terkait saudara Fahri Hamzah itu betul," ujar Sohibul Iman saat dikonfirmasi Liputan6.com di Jakarta, Minggu, 3 April 2016.
Sohibul mengatakan, sebenarnya dirinya sudah mewanti-wanti Fahri Hamzah agar bertindak sesuai keputusan partai. Apalagi Fahri menjabat sebagai Wakil Ketua DPR.
Setelah memberikan arahan agar bertindak seusai kebijakan partai, kata Sohibul, Fahri mencatat dan menerima masukan tersebut. Ia juga berjanji beradaptasi dengan arahan-arahan itu.
"Ketua Majelis Syuro (KMS), Wakil KMS, dan Presiden PKS pun gembira dengan respons Fahri dan optimistis Fahri dapat menjalankan tugasnya sebagai kader PKS dalam posisinya sebagai Wakil Ketua DPR RI sesuai arahan, visi, dan misi partai," kata Sohibul, Senin 4 April 2016.
Seiring berjalannya waktu, kata Sohibul, sosialisasi dan supervisi arahan-arahan pimpinan partai terhadap seluruh struktur dan anggota partai, termasuk yang mengemban amanah jabatan publik, terus dilakukan dalam rangka konsolidasi.
Berselang tujuh pekan dari 1 September 2015 semenjak Fahri mendapat arahan langsung dari pimpinan partai, ujar dia, ternyata pola komunikasi politik Fahri tetap tidak berubah.
"Sikap kontroversi dan kontraproduktif kembali berulang, bahkan timbul kesan adanya saling silang pendapat antara Fahri selaku pimpinan DPR RI dari PKS dan pimpinan PKS lainnya," ujar dia.
Kemudian, tutur Sohibul, terkait revisi UU KPK. Fahri Hamzah (FH) menyebut pihak-pihak yang menolak revisi UU KPK sebagai pihak yang sok pahlawan dan ingin menutupi boroknya. Padahal di saat yang sama, Wakil Ketua Majelis Syuro dan Presiden PKS telah secara tegas menolak revisi UU KPK.
"Silang pendapat yang terbuka antara Fahri dengan pimpinan partai ini tentunya mengundang banyak pertanyaan di publik dan juga dari internal kader PKS," kata Sohibul.
Namun, Fahri melawan keputusan pemecatan ini dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada 14 Desember 2016, Pengadilan memenangkan gugatan Fahri Hamzah tersebut, sehingga dia tetap berstatus sebagai politikus PKS dan Wakil Ketua DPR. Gugatan Fahri kembali dimenangkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.
Berdasarkan hasil keputusan yang keluar, Pengadilan Tinggi Jakarta menolak banding gugatan DPP PKS dan meminta partai itu tidak mengganggu posisi Fahri sebagai anggota PKS, juga anggota DPR dan pimpinan DPR.
Fahri Hamzah yang hingga kini masih menjadi Wakil Ketua DPR menyambut gembira keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menolak banding DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Selain ditolak, PKS juga harus membayar uang ganti rugi senilai Rp 30 miliar kepada Fahri secara tunai.
Menurut Pengacara Fahri Hamzah, Mujahid Latief, hasil putusan Pengadilan Tinggi Jakarta itu berkekuatan hukum tetap.
Dia juga menjelaskan, hasil putusan itu memerintahkan kepada PKS untuk menyatakan kliennya tetap sebagai anggota DPR, pimpinan DPR, dan anggota PKS serta membayar denda kepada Fahri Rp 30 miliar secara tunai.
"Pengadilan menyatakan pemecatan itu batal demi hukum, kemudian menghukum tergugat secara bersama untuk membayar ganti rugi kepada penggugat secara tunai," kata Mujahid.
Berikut 5 pernyataan Fahri Hamzah yang menimbulkan kontroversi hingga akhrinya dipecat PKS dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Rada-Rada Bloon
Pernyataan rada-rada bloon dari Fahri ini terlontar dalam diskusi dengan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti soal tujuh proyek DPR.
Saat itu, ia menjawab kritik dari Ray dan menjawab latar belakang soal tujuh proyek tersebut. Fahri lalu mengatakan, dalam sistem demokrasi masih terdapat celah orang yang tidak cerdas untuk menduduki kursi parlemen.
Berikut adalah sepenggal pernyataan Fahri yang beredar videonya dalam situs YouTube:
"Orang dalam demokrasi itu tidak dipilih karena disukai oleh pimpinan negara atau ditunjuk oleh presiden, tapi dipilih oleh rakyatnya sendiri. Bukan karena dia cerdas, tapi rakyat suka dia, makanya kadang-kadang banyak orang juga datang ke DPR ini tidak cerdas, kadang-kadang mungkin kita bilang rada-rada bloon begitu," ucap Fahri.
Pernyataan Fahri kemudian dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) oleh anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir. MKD pun langsung memanggil Fahri dan memberikan dia sanksi ringan.
Advertisement
2. Membela Setya Novanto
Kala itu, Fahri getol membela mantan Ketua DPR Setya Novanto. Pembelaan dilakukan Fahri sejak kasus Papa Minta Saham bergulir. Padahal sebelumnya, Fahri sudah diwanti-wanti PKS untuk tidak membela.
Fahri pun mengaku heran mendengar kabar jika terdapat rekaman percakapan antara pemimpin DPR berinisial SN dengan Direktur PT Freeport Indonesia.
"Saya belum dengar rekamannya, yang jelas saya kaget. Kok bisa ada perusahaan asing merekam pemimpin lembaga negara di Indonesia lalu dibocorkan menjadi opini publik, dan bekerja sama dengan seorang menteri untuk menggunakan data itu," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Selasa, 17 November 2015.
Dia juga mempertanyakan, siapa sebetulnya yang merekam dan menyampaikannya kepada Menteri ESDM kala itu, Sudirman Said.
"Saya tidak tahu apakah Pak Sudirman merekam langsung tapi kemudian setelah dia merekam dia umumkan ke publik dan dia bocorkan, saya tidak percaya kalau perusahaan asing melakukan hal itu, tidak masuk akal itu," tutur Fahri.
Ia menegaskan, meskipun telah beredar transkrip percakapan yang diduga dilakukan Ketua DPR dengan Direktur PT Freeport Indonesia, hal itu tidak bisa dijadikan dasar pembenaran.
"Saya ingin mendengar rekamannya dan saya terus terang luar biasa, kok bisa ada operasi seperti ini," ujar Fahri.
Dia menyayangkan langkah Freeport yang membuka percakapan di ruang tertutup ini, kemudian menjadikan DPR sasaran tembak.
3. Sebut Anggota Dewan Berbeda dengan Buruh
Tak berhenti sampai disitu, Fahri kembali melontarkan pernyataan kontroversial yang dinilai merendahkan kaum buruh. Hal itu berkaitan dengan komentarnya terhadap absensi anggota DPR pada 3 Juli 2015 lalu.
Saat wawancara dengan salah satu televisi nasional, Fahri mengomentari terkait banyaknya anggota Dewan yang tidak hadir dalam paripurna tersebut. Dalam komentarnya, dia mencontohkan absensi anggota Dewan dengan buruh.
"Teori kehadiran di parlemen berbeda dengan di pabrik. Kehadiran di parlemen adalah voting right, hadir untuk mengambil keputusan, bukan seperti buruh pabrik yang hadir untuk menerima gaji," ucap Fahri.
Seorang netizen bernama Nurhayati asal Tangerang, Banten, menulis pernyataan berisi protes dan membuat petisi untuk menggalang tandatangan para netizen atau kaum buruh hingga 5.000 tanda tangan.
Petisi tersebut mendesak Fahri meminta maaf dan mencabut pernyataan yang dianggap merendahkan kaum buruh itu. Saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu malam, 4 Juli 2015, Fahri menyebut pernyataan dirinya terkait absensi anggota DPR berlaku umum. Tidak bermaksud mendiskreditkan salah satu pihak, apalagi buruh.
"Saya bicara teori absensi yang berlaku universal di seluruh dunia. Bahwa perhitungan absensi bagi politisi di parlemen, murid sekolah, pegawai negeri, buruh, dan pekerja itu beda dasarnya," ujar Fahri.
Menurutnya, absensi untuk anggota Dewan berbeda dengan absensi di lembaga lain yang dijadikan sebagai dasar penilaian suatu hal. "Saya jelaskan bahwa absensi untuk anggota kongres atau senator atau DPR adalah dikaitkan dengan voting right (hak dalam pemungutan suara dan pengambilan keputusan)."
"Bukan dasar pengkajian seperti yang terjadi pada kelompok buruh dan pekerja. Atau sebagai dasar kelulusan naik kelas seperti di sekolah. Itu poinnya," pungkas Fahri.
Namun, Fahri Hamzah enggan menanggapi terkait desakan agar mencabut pernyataan atau meminta maaf kepada buruh.
Advertisement
4. Sebut Jokowi Sinting dan Bodoh
Melalui akun Twitter pribadinya @fahrihamzah, Fahri mengatakan, janji Jokowi bahwa 1 Muharam akan dijadikan sebagai Hari Santri Nasional jika terpilih menjadi presiden, tidak masuk akal. Hanya janji-janji kampanye.
"Jokowi janji 1 Muharam hari Santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!" kicau Fahri pada Kamis 27 Juni 2014 lalu.
Akibatnya, Fahri dilaporkan oleh tim kampanye Jokowi-JK ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Kami mendesak Fahri agar meminta maaf secara terbuka," kata ketua tim advokasi Mixil Munir di kantor Bawaslu, Senin, 30 Juni 2014.
Mixil juga berharap agar Bawaslu segera memanggil Fahri untuk mengklarifikasi pernyataannya tersebut.
Namun, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKS ini akhirnya buka mulut terkait alasan berkicau 'sinting' terhadap janji Jokowi itu. Menurut dia, ucapan tersebut ia lontarkan karena seringnya Jokowi mengumbar janji.
"Saat jadi Gubernur DKI selama kampanye ada hampir 100 janji. Selama kampanye Pilpres juga hampir 100," kata Fahri dalam pesan tertulisnya di Jakarta, Selasa 1 Juli 2014.
Ia mengatakan, apa yang ditulisnya dalam Twitter hanya sebagai pengingat untuk calon presiden Jokowi.
"Iyalah. (Umbar janji) ini kan sudah sering diulang," tegas Fahri.
Selain itu, Fahri juga menyebut kata-kata 'bodoh' saat mengritik kebijakan Presiden Jokowi terkait pengurangan subsidi BBM pada Senin 1 September 2014.
"Katanya ada revolusi mental. Coba bikin sesuatu hebat dong. Kalau cuma cabut subsidi itu mah bukan revolusi mental. Langkah bodoh itu cabut subsidi untuk rakyat. Dikira ada ilmu, ternyata nggak ada ilmu," kata dia.
Fahri juga menyerang Jusuf Kalla atau JK. Ia melihat bila terjadi kenaikan harga BBM, JK sulit membendung emosi masyarakat seperti yang pernah dilakukannya dulu, ketika masih jadi wapres di era pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Yang dilupakan JK, dia tidak mendesain kenaikan BBM ini. Waktu dia naikkan BBM, posisi dia itu sebagai wapres. Dia bisa memberikan kompensasi memadai, sehingga beban masyarakat tertanggulangi. Nggak ada yang protes. Sekarang dia nggak ikut desain, yang desain Pak SBY," jelas Fahri.
5. Bubarkan KPK
Terakhir, Fahri juga pernah mengusung wacana pembubaran lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut dia, dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi tidak boleh ada lembaga yang sangat kuat atau superbody. Karena, lembaga itu berpotensi tak bisa diawasi.
Usulan tersebut disampaikan Fahri dalam rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan fraksi dengan lembaga penegak hukum seperti Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan KPK di gedung Nusantara III, Jakarta, Senin 3 Oktober 2011.
Kemudian, Fahri juga meminta penjelasan kepada KPK terkait pemanggilan empat pimpinan Badan Anggaran sekitar dua pekan sebelum rapat konsultasi oleh KPK.
"Saya cuma ingin menggarisbawahi, pemanggilan pimpinan Banggar itu sebagai pimpinan atau apa? Artinya KPK harus menjelaskan tujuan dan maksud pemanggilan itu," kata dia.
Fahri menanyakan hal tersebut antara lain, karena KPK memanggil keempat pemimpin itu secara kolektif ke KPK. Selain itu, mengapa pula KPK tidak mengizinkan pimpinan Banggar hadir dalam pertemuan tersebut.
"Ini berarti mereka merupakan tersangka. KPK kadang suka membuat aturan sendiri, entah itu berdasar KUHAP atau apalah," ucap Fahri.
Wacana Fahri pun menuai protes dari masyarakat luas. Mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Ma'arif juga mengecam niat Fahri. Syafii mengatakan orang yang hendak membubarkan KPK adalah orang yang sedang oleng dan labil jiwanya.
Namun Fahri tak ingin berkomentar terlalu banyak terkait kecaman Buya tersebut. "Saya menghormati Pak Syafii. Tapi menurut saya, ya saya enggak enak menanggapinya," kata Fahri Hamzah di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 6 Oktober 2011.
Advertisement