Cegah Obesitas, Haruskah Minuman Manis Dikenai Cukai seperti Rokok?

Mengonsumsi minuman manis berlebihan picu obesitas yang nantinya bisa terkena penyakit tidak menular. Lalu, perlukah minuman manis dikenai cukai?

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 11 Jan 2019, 13:00 WIB
Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Masalah kelebihan berat badan termasuk obesitas kini menjadi momok. Dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 saja, tingkat obesitas pada orang dewasa di Indonesia meningkat menjadi 21,8 persen.

Bila rokok sudah dikenai cukai dengan tujuan agar orang yang merokok berkurang, mungkinkah diberlakukan kebijakan serupa untuk makanan dan minuman tinggi gula? Bagaimana pula Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menanggapi hal ini? 

Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Anung Sugihantono, Kemenkes sendiri sudah pernah mengeluarkan Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang pencantuman kadar gula, garam, dan lemak dalam minuman manis atau makanan olahan maupun makanan cepat saji. 

"Itu yang sesungguhnya sudah pernah dilakukan Kementerian Kesehatan," kata Anung dalam diskusi 4 Tahun Penguatan Kesehatan Masyarakat di Gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta pada Kamis, 10 Januari 2018.

Akan tetapi, intervensi terhadap industri memang bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab atau kewenangan dari Kementerian Kesehatan secara keseluruhan.

"Ini hal-hal yang terus harus kita komunikasikan dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan tentunya Keminfo yang juga bertanggung jawab tentang edukasi kepada masyarakat," katanya.

Menurut Anung, sejauh ini kepatuhan terhadap hal-hal semacam ini memang belum tinggi, sebagaimana yang diharapkan dalam Permenkes tersebut. 

"Ini kan harus melibatkan industri itu sendiri, tenaga kerja, dan pangsa pasar. Apakah ini berlakunya umum atau bagaimana? Dan yang sudah patuh, serta yang tidak patuh akan diapakan," katanya menekankan.

Senada dengan Anung, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Farid Moeloek, mengatakan, Kemenkes tidak bisa berdiri sendiri dalam menyelesaikan permasalahan intervensi industri terkait obesitas.

"Saya mendorong sekali untuk Germas (Gerakan Masyarakat Sehat) ini. Saya melihat, kenapa tidak memulai dari diri sendiri," katanya.

 

 


Saran ada pelabelan

Nila pun akan mendorong Menteri Perindustrian untuk melabeli minuman bergula tinggi, sehingga orang dengan penyakit tertentu berpikir untuk menenggaknya. "Misalnya, minuman berlabel merah bukan untuk orang diabetes. Label ini bukan untuk orang ini, dan seterusnya," ujarnya.

Terkait mendorong diri sendiri, Nila menjelaskan, jika sudah membeli minuman manis yang diketahui memiliki kandungan gula sebesar 27 gram, jangan lagi memakan atau meminum yang manis lain-lainnya.

"Kandungan gula buat kita kan seharusnya 30 gram. Kalau sudah 27 gram, dietlah. Kalau sudah minum yang tinggi gula, jangan pula minum teh ditambah gula. Ingat saja gizi seimbang," pesannya.

 

Saksikan juga video menarik berikut

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya