Liputan6.com, Jakarta - Jembatan penyeberangan multiguna (JPM) atau skybridge Tanah Abang Jakarta Pusat mulai digunakan oleh masyarakat. Akan tetapi hingga saat ini, JPM yang masih tahap uji coba operasi sejak 7 Desember 2018, belum diketahui kapan akan diresmikan.
Rencananya uji coba tersebut berakhir pada 15 Januari 2019. Bila perkembangan pasca uji coba telah selesai, hasilnya akan segera dilaporkan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan supaya segera diresmikan.
Advertisement
Sebab, hingga saat ini masih terdapat beberapa penyempurnaan dan penambahan fasilitas di JPM Tanah Abang, diantaranya yakni pagar hingga toilet.
Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan menyatakan, JPM diproyeksikan untuk menghubungkan Stasiun Tanah Abang hingga Blok G Pasar Tanah Abang.
Kendati begitu, terlihat sejumlah pejalan kaki yang melintas di Tanah Abang, Jalan Jatibaru masih enggan menggunakan JPM. Mereka lebih memilih berjalan di kolong JPM.
Seperti halnya, ketika Liputan6.com mendatangi JPM Tanah Abang pada Kamis sore (10/1/2019). Para pejalan kaki baik tua ataupun muda nekat melompati separator atau pembatas jalan.
Padahal, kondisi itu tentu membahayakan mengingat arus kendaraan di dua ruas jalan Jati Baru, tampak ramai lancar. Sebab, sejak JPM mulai digunakan untuk umum Jalan Jatibaru tak lagi ditutup.
Adel, seorang warga yang nekat melompat mengaku alasan efesiensi waktu.
"Saya buru-buru. Kalau naik itu (JPM) kelamaan," ucapnya sembari berjalan, Kamis 10 Januari 2019.
Lain halnya dengan ibu-ibu yang enggan disebutkan namanya. Dia mengatakan, tidak tahu jika melompati separator dilarang.
"Saya tidak tahu. Saya lihat orang pada lewat sini, jadi ikut-ikutan aja," tandasnya.
Jangan Dibatasi
Sementara itu, Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus tak setuju dengan adanya rencana pembangunan pagar untuk menghalangi pejalan kaki menyeberang di sekitar Jalan Jatibaru.
Sehingga diharapkan tak ada paksaan bagi pejalan kaki untuk menggunakan JPM Tanah Abang. Alfred beralasan akses pertama para pejalan kaki merupakan trotoar di bawah JPM.
"Jadi ketika orang keluar dari stasiun dan dari manapun jangan dibatasi untuk lewat atas atau bawah. Karena yang menjadi akses pertamanya (pejalan kaki) itu adalah trotoar," kata Alfred saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta.
Karena hal itu, dia menginginkan agar keberadaan JPM tersebut tidak akan menyusahkan pejalan kaki. Alfred menilai JPM hanyalah jalan keluar dari kesemrawutan pedagang kaki lima (PKL) yang sebelumnya berada di trotoar.
"Sesuai dengan aturan lalu lintas itu memprioritaskan pejalan kaki cukup dengan zebra cross, pelican crossing," jelasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement