Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan para selebgram tidak luput dari kewajiban untuk membayar pajak. Bahkan belakangan ini telah muncul kesadaran dari para selebgram untuk membayarkan pajak atas penghasilan yang diterimanya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, sejauh ini DJP telah melakukan pembinaan kepada para selebgram. Caranya dengan memantau aktifitas mereka di media sosial (medsos) dan melakukan konseling agar para selebgram tersebut mau melaksanakan kewajiban perpajakan.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau perhatikan di medsos kami (DJP), banyak selebgram yang datang ke kantor pajak, itu hasil dari pembinaan yang kami lakukan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (11/1/2019).
Menurut dia, saat ini mulai banyak juga para selebgram yang dengan inisiatifnya sendiri datang ke kantor pajak untuk mendaftar NPWP, melapor SPT Tahunan atau berkonsultasi.
"Kami melihat mulai tumbuh kesadaran pajak dari para selebgram, dan kami sangat menghargai hal tersebut," kata dia.
Sementara itu, terkait dengan potensi pajak dari para selebgram ini, Hestu mengatakan pihaknya tidak menghitung secara pasti hal tersebut. Namun demikian, dia berharap para selebgram ini mau terus berkontribusi bagi pembangunan melalui ketaatan membayar pajak.
"Kami belum menghitungnya secara spesifik atau detail. Tapi melihat fenomena semakin berkembangnya selebgram ini, kita berikan perhatian yang cukup dalam pembinaan dan pengawasan kepada mereka supaya lebih patuh," tandas dia.
Pemerintah Perlu Cara Baru Tarik Pajak Para Selebgram
Kepala Peneliti Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji mengatakan, memang sulit untuk memetakan pajak bagi selebgram atau selebritas instagram.
Dia menjelaskan, masalah pajak bagi selebgram tersebut bahkan turut menjadi tantangan bagi negara-negara besar di dunia. Negara itu terutama yang termasuk dalam anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi.
"Selebgram atau influencer sebenarnya merupakan pihak yang memperoleh tambahan kemampuan ekonomis dari adanya interaksi antar user participants dalam suatu platform digital. Di banyak negara pemajakan atas mereka memang jadi tantangan otoritas pajak," ucapnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (10/1/2019).
Baca Juga
Oleh sebab itu, dia mengungkapkan, pada akhirnya, perpajakan yang mesti dikenakan bagi selebgram ialah tetap merujuk pada sistem pajak yang berlaku secara umum.
"Oleh OECD digital economy bahkan dijuluki the new shadow economy karena sulit untuk dipetakan dan diidentifikasi aliran sumber penghasilannya. Pemajakan atas selebgram tetap harus merujuk kepada sistem pajak yang berlaku secara umum," ujar dia.
Kendati demikian, dia tidak menampik mungkin memang dibutuhkan sistem administrasi khusus yang mengatur pendapatan tambahan yang diperoleh oleh selebgram itu.
"Dibutuhkan suatu terobosan administrasi untuk menjamin kepatuhan. Misalkan adanya penggalian informasi baik dari pihak yang meng-endorse mereka maupun dari memantau aktivitas sosial media. Informasi itu kemudian bisa disandingkan dengan informasi yang tertera dalam SPT," imbuhnya.
Advertisement