Liputan6.com, Jakarta - Usai Lion Air menerapkan bagasi berbayar, hal serupa juga akan diikuti oleh Citilink. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kebijakan tersebut berpotensi melanggar hak konsumen.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan faktualnya pengenaan bagasi berbayar membuat pengeluaran konsumen untuk biaya transportasi pesawat menjadi naik.
Baca Juga
Advertisement
"Dengan demikian, bagasi berbayar adalah kenaikan tarif pesawat secara terselubung," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (11/1/2019).
Pengenaan bagasi berbayar, menurut Tulus, juga berpotensi melanggar ketentuan batas atas atas tarif pesawat. Oleh karena itu, seharusnya Kemenhub bukan hanya meminta pihak maskapai untuk menunda pemberlakuan bagasi berbayar, tetapi juga mengatur besaran dan mengawasi pelaksanaan bagasi berbayar tersebut.
Jika tak diatur diawasi, lanjut dia, pengenaan bagasi berbayar adalah tindakan semena-mena maskapai, karena hal tersebut bisa menyundul tarif batas atas bahkan menyundul tarif maskapai yang selama ini menerapkan full services policy, seperti Garuda, dan Batik. Sementara service yang diberikan Lion Air, dan nantinya Citilink masih berbasis Low Cost Carrier.
"Ini jelas tindakan tidak adil bagi konsumen. Kalau bagasi berbayar diterapkan tanpa standar harga yang jelas, lalu apa gunanya kebijakan tarif batas atas dan batas bawah pada pesawat?," tambah Tulus.
Terapkan Bagasi Berbayar, Menhub Minta Lion Air Beri Masa Transisi
Maskapai Lion Air dan Wings Air yang tergabung dalam grup Lion Air mengenakan tarif untuk bagasi penumpang.
Hal itu terhitung sejak 8 Januari 2019, penumpang Lion Air tidak lagi mendapat bagasi 20 kilogram (kg) secara percuma alias gratis. Demikian halnya penumpang Wings Air tidak lagi mendapat bagasi 10 kilogram secara gratis untuk dimasukkan ke bagasi pesawat.
Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi mengatakan, berdasarkan aturan ada maskapai diizinkan untuk memberlakukan tarif, termasuk tarif bagasi. Namun, dia meminta agar pembelakuan keputusan baru tersebut tidak menggangu layanan kepada penumpang.
Baca Juga
"By law korporasi itu boleh mengatur pentarifan. Kami kemarin rapat, memang bicara apakah perubahan itu mengganggu level of service. Tiba-tiba tadinya nggak bayar, jadi bayar adanya engga bawa duit, enggak ngerti begitu," kata dia saat ditemui, di Kemenko Maritim, Jakarta, Selasa (8/1/2019).
Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan meminta agar pihak maskapai maupun operator bandara memberlakukan grace periode selama 2 minggu sebelum skema baru itu benar-benar dijalankan.
"Makanya policy yang kita lakukan ada grace period selama 2 minggu. 2 minggu ini tetap tidak bayar. Selama 2 minggu ini kita minta kepada Lion dan operator Bandara melakukan uji coba supaya pada hari ke-15, sudah lancar. Jadi by law itu boleh, silakan mesti ada proses transisi," tutur Budi.
Masa transisi ini diharapkan menjadi waktu baik bagi maskapai, operator bandara maupun masyarakat untuk melakukan penyesuaian di lapangan agar pergerakan penumpang di bandara tidak terhambat.
"Kita lihat layanan masyarakat ini tidak bisa berdiri sendiri. Kita juga melihat situasi. Coba lihat antrean Lion kalau pagi ramai. Kita enggak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi lebih banyak mengatur level of service itu berjalan ada proses transisi," tegasnya
Advertisement