Liputan6.com, Caracas - Peru dan Paraguay menarik misi diplomatiknya dari Venezuela pada Kamis 10 Januari 2019 waktu lokal, tak lama setelah Nicolas Maduro resmi dilantik menjadi presiden negara beribukota Caracas untuk masa jabatan keduanya setelah memenangkan pemilihan kontroversial tahun lalu.
Kementerian Luar Negeri Peru mengatakan, pihaknya menarik Charge d Affaires (duta besar tak berkuasa penuh) dari kedutaan besarnya di Venezuela untuk memprotes apa yang disebutnya "masa jabatan baru yang tidak sah" dari Presiden Maduro, demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (11/1/2019).
Peru juga "melarang Maduro dan 100 figur lain yang terkait dengannya atau pemerintahannya" untuk masuk ke negara beribukota Lima itu.
Maduro dilantik untuk masa jabatan enam tahun kedua yang kontroversial setelah pemilihan umum pada tahun 2018, yang sebagian besar diboikot oleh oposisi dan dikritik oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan lainnya --menyebutnya sebagai "pemilu palsu".
Baca Juga
Advertisement
Langkah Peru dilakukan tidak lama setelah Paraguay memutuskan hubungan diplomatik dengan Venezuela hanya beberapa menit setelah Maduro mengambil alih kantornya di ibu kota Venezuela, Caracas.
Presiden Paraguay Mario Abdo Benitez membuat pengumuman di televisi nasional, mengatakan dia akan segera menarik diplomat negaranya dari Caracas, menyebut alasan "demi keadilan terhadap prinsip demokrasi dan kebebasan".
Sebelumnya pada hari Kamis, Organisasi Negara-negara Amerika memilih untuk tidak mengakui legitimasi masa jabatan kedua Presiden Maduro, menyetujui resolusi yang disajikan oleh beberapa negara anggota.
Pemungutan suara adalah 19 mendukung, delapan abstain dan enam menentang.
Samuel Moncada, duta besar Venezuela untuk organisasi multilateral itu, mengecamr resolusi, menyebutnya sebagai "tindakan bermusuhan ... terhadap bangsa kita".
Sementara itu, Amerika Serikat juga mengecam pelantikan Maduro. Penasihat Keamanan Nasional John Bolton mencuit lewat Twitter bahwa AS tidak akan mengakui "pelantikan tidak sah kediktatoran Maduro".
"Kami akan terus meningkatkan tekanan pada rezim yang korup, mendukung Majelis Nasional yang demokratis, dan menyerukan demokrasi dan kebebasan di Venezuela," katanya.
Tak lama setelah itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengutuk apa yang disebutnya "perebutan kekuasaan" oleh Maduro.
Beberapa hari sebelumnya, Lima Group --yang terdiri dari 14 negara Amerika Latin dan Kanada-- mendesak Maduro untuk menyerahkan kekuasaan kepada Majelis Nasional sampai pemilihan baru dapat diadakan.
Meksiko, yang telah bergeser ke kiri di bawah Presiden Andres Manuel Lopez Obrador, adalah satu-satunya anggota Lima Group yang tidak mengutuk pemerintahan Maduro.
Simak video pilihan berikut:
Kritik Atas Presiden Maduro
Sejak menjabat, Maduro dikecam di dalam dan di luar negeri atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan atas penanganan buruknya terhadap krisis ekonomi domestik, yang hampir membuat negara itu hancur.
Venezuela adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia dan memegang kepresidenan kartel minyak OPEC hingga tahun 2025.
Tetapi ketergantungan yang berlebihan pada minyak --di mana itu menyumbang sekitar 95 persen dari pendapatan ekspornya-- membuat negara itu rentan ketika harga turun pada 2014.
Akibatnya, biaya barang-barang impor seperti makanan dan obat-obatan telah meningkat, dan inflasi mata uang telah meroket.
Pemerintah juga semakin berjuang untuk mendapatkan kredit setelah gagal dalam beberapa obligasi pemerintahnya. Sebagai tanggapan, pemerintah telah mencetak lebih banyak uang, dan mengakibatkan mata uang mengalami devaluasi lebih lanjut.
Menurut sebuah studi oleh Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi, tingkat inflasi tahunan Venezuela mencapai 1.300.000 persen dalam 12 bulan hingga November 2018.
AS juga telah menjatuhkan sanksi yang diklaim Maduro merugikan Venezuela senilai US$ 20 miliar tahun lalu.
PBB mengatakan 2,3 juta rakyat Venezuela telah melarikan diri dari negara itu sejak 2015 karena kesulitan ekonomi.
Kerusuhan anti-pemerintah pada tahun 2014 menewaskan 43 orang, dan setidaknya 125 orang tewas dalam berbulan-bulan protes pada tahun 2017.
Presiden Maduro mengatakan kepada wartawan tahun lalu bahwa AS berencana untuk membunuhnya dan menggulingkan pemerintahannya, tetapi tidak menghasilkan bukti.
Advertisement