HEADLINE: Bagasi Pesawat Berbayar, Era Tiket Murah Berakhir?

Pengenaan bagasi berbayar membuat konsumen harus rogoh kocek lebih dalam jika ingin bepergian naik pesawat.

oleh Arthur GideonSeptian DenyIlyas Istianur PradityaMaulandy Rizky Bayu KencanaBawono Yadika diperbarui 12 Jan 2019, 00:00 WIB
Ilustrasi Pesawat Lion Air (Adek BERRY / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Tiga maskapai penerbangan secara berurutan menghapus layanan bagasi gratis. Ketiga maskapai tersebut Lion Air, Wings Air dan Citilink. Lion Air dan Wins Air yang masuk dalam Lion Air Group menerapkan aturan bagasi berbayar tersebut mulai 8 Januari. Sedangkan Citilink menerapkannya pada 12 Januari ini.

Diketahui, ketiga maskapai tersebut masuk dalam kategori maskapai berbiaya hemat atau Low-cost carrier (LCC). Selain ketiga maskapai tersebut masih ada beberapa operator pesawat yang juga masuk kategori LCC salah satunya adalah AirAsia. Namun sejauh ini AirAsia belum mengubah kebijakannya terkait bagasi.

Dengan adanya kebijakan penghapusan bagasi gratis tersebut, apakah era tiket pesawat murah sudah berakhir?

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan bahwa pengenaan bagasi berbayar membuat pengeluaran konsumen untuk biaya transportasi pesawat menjadi naik. "Dengan demikian, bagasi berbayar adalah kenaikan tarif pesawat secara terselubung," ujarnya.

Pengenaan bagasi berbayar, menurut Tulus, juga berpotensi melanggar ketentuan batas atas atas tarif pesawat. Oleh karena itu, seharusnya Kemenhub bukan hanya meminta pihak maskapai untuk menunda pemberlakuan bagasi berbayar, tetapi juga mengatur besaran dan mengawasi pelaksanaan bagasi berbayar tersebut.

Jika tak diatur diawasi, lanjut dia, pengenaan bagasi berbayar adalah tindakan semena-mena maskapai, karena hal tersebut bisa menyundul tarif batas atas bahkan menyundul tarif maskapai yang selama ini menerapkan full services policy, seperti Garuda, dan Batik. Sementara service yang diberikan Lion Air, dan Citilink masih berbasis Low Cost Carrier.

"Ini jelas tindakan tidak adil bagi konsumen. Kalau bagasi berbayar diterapkan tanpa standar harga yang jelas, lalu apa gunanya kebijakan tarif batas atas dan batas bawah pada pesawat?" tambah Tulus.

Memang, dengan penghapusan kebijakan bagasi gratis tersebut membuat total biaya yang dikeluarkan oleh penumpang pesawat membengkak.

Sebagai contoh, saat ditelusuri melalui apliasi pemesanan tiket online, untuk rute Jakarta menuju Padang dengan jadwal Selasa tanggal 15 Januari 2019, dengan rincian dari Jakarta pukul 05.50 WIB dan sampai di Bandara Internasional Minangkabau, Padang pukul 07.35 WIB.

Untuk berat bagasi seberat 20 Kg, calon penumpang diharuskan membeli atau membayar Rp 400.000. Padahal, sebelumnya bagasi ini gratis. Namun, calon penumpang bisa membeli bagasi seberat 5 Kg dengan harga Rp 100.000, bagasi 10 Kg seharga Rp 200.000, bagasi 15 Kg seharga Rp 300.000, bagasi seberat 25 Kg seharga Rp 500.000 dan bagasi 30 Kg seharga Rp 600.000.

Namun demikian, harga tiket penerbangan ke Padang masih terpantau cukup tinggi yaitu mencapai Rp 917.000. Jika calon penumpang membawa bagasi seberat 20 Kg, maka harus membayar Rp 1.317.000.

Jika dibandingkan dengan maskapai lain dengan tujuan dan hari yang sama, maskapai Batik Air dengan kode penerbangan ID-7109 yang terbang pukul 15.30 dari Jakarta, mematok harga tiket Rp 1.276.000. Harga ini sudah termasuk bagasi gratis seberat 20 Kg.

 

Infografis Bagasi Pesawat Berbayar Maskapai Tarif Rendah. (Liputan6.com/Abdillah)

Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro tak menjelaskan secara gamblang alasan Lion Air Group menjalankan kebijakan tersebut.

Sedangan Pjs. VP Sales & Distribution PT Citilink Indonesia, Amalia Yaksa menjelaskan, kebijakan baru bagasi berbayar tersebut untuk menyesuaikan dengan ketentuan pemerintah.

"Ketentuan yang akan diberlakukan untuk bagasi tercatat penumpang merupakan penyesuaian dari Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 185 Tahun 2015 mengenai Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi," kata Amalia.

Amalia menambahkan, sesuai Pasal 3, PM 185 Tahun 2015, Citilink Indonesia termasuk dalam kategori maskapai dengan pelayanan "no frills" (pelayanan dengan standar minimum).

"Maka sesuai dengan kelompok pelayanan yang tertera pada Pasal 22 khususnya butir c PM 185 tahun 2015 yang menyatakan bahwa maskapai no frills dapat mengenakan biaya untuk pengangkutan bagasi tercatat," ucap Amalia.

Citilink Indonesia mengharapkan ketentuan terbaru terkait bagasi tercatat ini dapat berjalan dengan baik dengan terus menjaga kualitas pelayanan penerbangan yang selalu mengedepankan faktor keselamatan dan keamanan bagi seluruh penumpangnya.

Selain itu, ketentuan ini diharapkan dapat terus memberikan kontribusi dalam dinamika iklim industri penerbangan nasional yang positif dengan persaingan yang sehat.

 

 

 

 

 


Bagaimana Regulasinya?

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, lakukan ramp check pesawat beberapa maskapai di Terminal 1 dan Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta), Kota Tangerang, Sabtu (15/12/2018).

Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi mengatakan, berdasarkan aturan ada maskapai diizinkan untuk memberlakukan tarif, termasuk tarif bagasi. Namun, dia meminta agar pembelakuan keputusan baru tersebut tidak menggangu layanan kepada penumpang.

"By law korporasi itu boleh mengatur pentarifan. Kami kemarin rapat, memang bicara apakah perubahan itu mengganggu level of service," kata dia.

Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan meminta agar pihak maskapai maupun operator bandara memberlakukan grace period selama 2 minggu sebelum skema baru itu benar-benar dijalankan.

"Makanya policy yang kita lakukan ada grace period selama 2 minggu. 2 minggu ini tetap tidak bayar. Selama 2 minggu ini kita minta kepada Lion dan operator Bandara melakukan uji coba supaya pada hari ke-15, sudah lancar. Jadi by law itu boleh, silakan mesti ada proses transisi," tutur Budi.

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Hengki Angkasawan menambahkan, bagasi berbayar tak akan membuat tarif pesawat naik lantaran keduanya diatur dalam regulasi yang berbeda.

"Enggak, itu konteksnya berbeda. Soal tarif LCC itu ada di Peraturan Menteri Perhubungan. Dan itu terpisah dengan permohonan bagasi berbayar. Itu (ongkos pesawat) ada tarif batas atas batas bawahnya," jelas dia kepada Liputan6.com, Jumat (11/1/2019).

Mengacu Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Biaya Penerbangan dan Tarif Penumpang, batas bawah ongkos pesawat berbiaya murah ialah sebesar 30 persen dari tarif batas atas.

Hengki melanjutkan, pengenaan tarif pada layanan bagasi ini bisa membuat jadwal pemberangkatan pesawat lebih efisien, serta dapat meningkatkan disiplin para penumpang terkait barang bawaan.

"Pesawat kan sering delay take off gara-gara lama dalam mengatur barang bawaan yang banyak. Dengan berbayar ini, kualitas pelayanan bagasi bisa lebih ditingkatkan," jelasnya.

"Lalu juga membuat penumpang untuk tidak terlalu banyak barang bawaan ke dalam pesawat. Kalau misalkan seorang penumpang berangkat untuk waktu 2-3 hari, bawaan di bawah 7 kg juga cukup mestinya," dia menambahkan.

Lebih lanjut, dia juga menyatakan, baru Lion Air saja yang memberikan laporan untuk memasang harga dalam pelayanan bagasi. Sementara maskapai berbiaya murah lain seperti Citilink hingga saat ini belum menyerahkan usulan.

Ketua Komisi V Fary Djemi Francis mengatakan, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan oleh maskapai jika menerapkan kebijakan bagasi berbayar. Salah satunya soal peningkatan layanan terhadap penumpang, khususnya saat melakukan penyerahan bagasi.

"Kebijakan ini berpotensi terjadinya penumpukan penumpang pada counter check in. Karena itu, penambahan SDM pada sektor ini sangat dibutuhkan dan harus segera diantisipasi oleh maskapai," kata dia kepada Liputan6.com.

Selain itu, sosialisasi juga perlu dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman di sisi konsumen. Menurut Djemi, konsumen juga butuh waktu untuk proses penyesuaian ini, sehingga masa sosialisasi seharusnya diperpanjang agar segala risiko ikutan bisa diminimalisir.

"Kurangnya sosialisasi maskapai penerbangan kepada konsumen berakibat pada terjadinya miskomunikasi. Ini rentang waktu yang sangat mepet untuk proses sosialisasi kepada seluruh rakyat Indonesia pengguna jasa maskapai. Perlu ada penjelasan khusus dari pihak maskapai soal terburu-burunya pemberlakuan kebijakan ini," tandas dia.

 

 

 


Biaya Bagasi Wajar

Ilustrasi pesawat lepas landas. (dok. unsplash.com/Asnida Riani)

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, maskapai khusus LCC secara regulasi memang diperbolehkan untuk memberi biaya pada penyimpanan bagasi. Kata dia, hal ini juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub).

"Jadi begini, LCC itu kan dalam posisi yang rumit ya. Kenapa? Karena selama ini mereka mengandalkan biaya rendah, jual tiket murah. Di Indonesia ini juga diatur dalam Undang-Undang No 1 tahun 2009 ada batas atas yaitu harga maksimum yang dikomunikasikan antara pemerintah dengan pemangku kepentingan airlines," ucapnya kepada Liputan6.com.

Batas tarif atas yang ditentukan khusus maskapai LCC itu sebesar 85 persen. Meski begitu, dia menjelaskan, sudah tiga tahun lamanya Permenhub mengenai tarif batas atas tidak diperbaiki kembali.

Menurutnya, Permenhub Nomor 14 Tahun 2016 tentang mekanisme penentuan tarif batas atas angkutan udara perlu ditinjau kembali. Lantaran, fluktuasi nilai tukar rupiah sudah berbeda dibanding tiga tahun lalu.

"LCC ini hanya boleh mematok harga maksimal 85 persen dari batas atas yang ditentukan. Misal tiket JKT-Sby batas atas 1 juta, nah untuk LCC itu maksimal Rp 850 ribu bagasi," ujarnya.

"Sedangkan rupiah juga kan selama ini mengalami fluktuasi, sehingga avtur naik, parking fee naik, fasilitas-fasilitas di bandara juga naik signifikan termasuk biaya layanan navigasi yang mula Rp 2 ribu jadi Rp 7 ribu. Tentunya ini kan menjadi beban operasional untuk pihak maskapai sendiri ya," ia menambahkan.

Kata dia, hal ini yang kemudian pada membuat maskapai LCC lain menaikkan biaya bagasi. Kendati demikian, secara regulasi pun LCC tetap diperbolehkan melakukan hal tersebut.

"Jadi utk LCC ini karena mereka sudah ada batas maksimumnya maka akhirnya mereka memungut biaya bagasinya. Tapi bagasi berbayar semua itu boleh, namun hanya untuk LCC. Sedangkan full service dan medium service tetap harus mengalokasikan bagasi gratis sebesar 20 kg," imbuhnya.

Sementara itu, pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri), Gerry Soejatman, mengungkapkan bahwa biaya bagasi merupakan hal yang wajar di luar negeri. Ia pun mengimbau agar pemerintah dapat meninjau kembali terkait tarif batas atas angkutan udara.

"Di dunia itu sudah wajar bagasi berbayar dan mereka mengambil langkah itu kan juga sesuai dengan kondisi pasar. Sekarang kan kita lihat juga kan belum ada perubahan terkait aturam batas atas. Dan cara untuk mendapatkan pendapatan ekstra ya dengan bagasi ini," tandasnya.

Ketua Penerbangan Berjadwal Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Bayu Sutanto menjelaskan, pemberlakukan bagasi berbayar sebenarnya bukan masalah yang serius.

"Dulu AirAsia di awal menerapkan kebijakan tersebut tidak ada yang protes. Kemudian dia berikan gratis untuk 15 kg akhirnya. Tapi ketika sekarang kembali, kenapa pada protes?" kata Bayu dengan heran.

Ia pun menjelaskan, adanya kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Lion Air Group dan Citilink ini seharusnya menjadi awal edukasi kepada para penumpang. Ia mengharapkan agar para penumpang pesawat bisa lebih efektif dalam membawa barang.

"Saat ini biaya operasional pesawat naik, komponennya juga naik, jadi ini mampu memberikan tambahan bagi airline untuk menutup biaya operasional itu," jelas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya