Liputan6.com, Jakarta - Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali kembali erupsi, Kamis malam, sekitar pukul 19.55 WIB. Kondisi di sektar puncak gunung yang tertutup kabut saat itu membuat ketinggian kolom abu tak bisa terdeteksi.
"Terjadi erupsi Gunung Agung, Bali pada 10 Januari 2019 pukul 19.55 Wita. Namun, tinggi kolom abu tidak teramati. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 22 mm dan durasi sekitar 4 menit 26 detik," berdasarkan keterangan Pos Pengamatan Gunungapi Agung ESDM, Rabu kemarin.
Advertisement
Sebelum kembali erupsi, menurut Kepala Pos Pantau I Dewa Made Merthe Yasa, gunung setinggi 3.142 mdpl itu sempat mengalami letusan sebanyak dua kali dan gempa tektonik satu kali, Rabu, 9 Januari 2019. Dimulai dari pukul 12.00-18.00 WIB.
Berikut sejumlah fakta tentang Gunung Agung yang dihimpun dari Liputan6.com:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
1. Status Masih Siaga
Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana menjelaskan, saat ini Gunung Agung berada pada status level III atau siaga. Pascaerupsi Rabu malam kemarin hingga kini belum informasi terkait adanya ada penurunan dan kenaikan status dari Gunung Agung.
Terkait kondisi Gunung Agung yang kembali erupsi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) ESDM mengeluarkan peringatan kepada masyarakat untuk tidak berada pada radius 4 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung.
Imbauan tersebut tidak hanya berlaku pada masyarakat sekitar, PVMBG juga meminta para wisatawan dan pendaki untuk tidak berada dalam radius 4 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung.
"Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual atau terbaru," ungkap Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) ESDM yang dilansir dari www.vsi.esdm.go.id, Jumat (11/1/2019).
Advertisement
2. Berpotensi Ada Aliran Lahar
Kemudian, masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung patut juga waspada akan adanya potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar.
Kondisi tersebut dapat terjadi, terutama pada musim hujan dan jika erupsi masih terpapar di area puncak gunung.
"Area landasan aliran lahar hujan mengikuti aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung. Status level III (Siaga) hanya berlaku di dalam radius 4 km seperti tersebut di atas. Di luar area tersebut aktivitas dapat berjalan normal dan masih tetap aman. Namun, harus tetap menjaga kewaspadaan," papar PVMBG ESDM.
3. Terakhir Kali Meletus Kapan?
Gunung Agung terakhir kali meletus pada 1963, tepatnya terjadi pada 18 Februari 1963. Akibat letusan ini tercatat 1.600 orang meninggal dunia dan 296 orang luka. Mayoritas korban jiwa jatuh karena awan panas dan dampak aliran piroklastik.
Efek yang ditimbulkan oleh gunung tertinggi di Pulau Dewata itu bahkan mendunia. China bagian selatan dilanda kekeringan.
"Kala itu, Volcanic Explosivity Index (VEI) atau indeks letusan Gunung Agung berada di level 5," ungkap Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), I Gede Suantika.
Sebelum erupsi dahsyat terjadi, gempa bumi ringan dirasakan penghuni Kampung Yeh Kori. Sehari kemudian, guncangan gempa kembali dirasakan di Kampung Kubu. Tepatya di pantai timur laut kaki Gunung Agung, sekitar 11 kilometer dari lubang kepundannya.
Letusan pun semakin dahsyat. Gunung Agung bergemuruh dan melemparkan bola api. Wilayah Pura Besakih, Rendang, dan Selat dihujani batu-batu kecil dan tajam, pasir, dan hujan abu pada 23 Februari 1963.
Hujan lumpur lebat turun di Besakih sehari kemudian, mengakibatkan bangunan-bangunan di sana roboh. Awan panas dan hujan lahar muncul.
Tanggal 17 Maret 1963, suara gemuruh dari puncak Gunung Agung mulai berkurang. Namun, menyisakan aliran lahar ke wilayah-wilayah yang ada di sekitarnya. Aktivitas Gunung Agung baru benar-benar berhenti pada 27 Januari 1964. Butuh waktu hampir setahun sampai gunung itu kembali tenang.
Advertisement