Liputan6.com, Jakarta - Semakin dekat puncak Pilpres 2019, persaingan antara kubu Prabowo-Sandiaga dan Jokowi-Ma'ruf Amin juga makin ketat dalam merebut hati masyarakat. Sebut saja kubu A, mulai merangsak ke lumbung suara kubu lainnya. Begitupula sebaliknya.
Seperti apa yang terjadi di Solo, Jawa Tengah. Solo seolah menjadi area pertempuran sebelum perang yang sebenarnya terjadi.
Advertisement
Jumat 11 Januari 2019, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga meresmikan markas mereka di Solo. Kantor pusat BPN itu terletak di Jalan Letjen Suprapto 53 A, Sumber, Banjarsari, Solo. Lokasi yang hanya berjarak 500 meter dari kediaman pribadi Joko Widodo atau Jokowi.
Kehadiran markas ini disebut-sebut mengusik 'kandang banteng' yang menaungi Jokowi. Selama ini, Jawa Tengah memang lumbung suara terbesar PDIP dan Jokowi.
Jika menengok hasil Pemilu 2014, PDIP meraih suara teratas di Jawa Tengah, sebanyak 4.295.605 suara. Begitu pula dengan Jokowi yang meraup 12.959.540 pada Pemilu 2014. Sementara Prabowo yang kala itu berpasangan dengan Hatta Rajasa hanya 6.485.720.
Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Ferry Juliantono pernah memaparkan alasan membuka markas di wilayah tersebut pada Pilpres 2019.
"Pertama provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang pemilihnya besar, kemudian kedua kalau melihat Pilpres 2014 itu pasangan Prabowo-Hatta kan kalah banyak di sana, ketiga provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat keunikan dan tingkat kesulitan tersendiri," kata Ferry saat dihubungi Merdeka, Selasa 11 Desember 2018.
Atas dasar pertimbangan itu, kata Ferry, provinsi Jawa Tengah bisa menjadi tempat potensial untuk aktivitas Prabowo-Sandi maupun para relawan. Pembukaan markas juga dari pertimbangan beberapa pimpinan BPN yang berasal dari Jateng.
"Saya sendiri juga kebetulan di Jawa Tengah sama Pak Sudirman Said menjadi calon legislatif Partai Gerindra di Provinsi Jawa Tengah. Saya sendiri juga banyak mengadakan kegiatan di Jawa Tengah," tutur Ferry.
Namun, PDIP menyambut pembukaan markas itu dengan tangan terbuka lebar. Partai yang dinahkodai oleh Megawati Soekarnoputri ini mengirimkan karangan bunga pada pembukaan markas BPN.
Tidak demikian dengan kubu Prabowo. Tindakan PDIP ini ditangkap panas oleh Ketua BPN Djoko Santoso yang memandang buah tangan itu sebagai bentuk ucapan kematian.
"Tidak apa-apa, itu menunjukkan peradaban yang mereka pertontonkan, supaya kita mati, iya kan," kata Djoko Santoso seperti dilansir dari Jawapos.
Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryanto mengatakan, karangan bunga itu merupakan tanda silaturahmi kepada BPN. Terlebih, mereka sekarang sudah dianggap menjadi bagian dari warga Solo.
"Ya monggo saja. Tapi bagi kami orang Solo, Pak Djoko Santoso itu juga orang Solo, biasa itu. Silaturahmi mesti tetap dijalanin, meski hari ini beda pilihan. Beda pilihan bukan berarti silaturahmi putus," ucap pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu, di Jakarta, Jumat 11 Januari 2019.
Menurut dia, dengan adat seperti itu yang membuat Solo terus damai. Dia juga yakin, Djoko Santoso paham dengan budaya tersebut.
"Kultur Solo rak seneng regejegan (enggak suka keributan), kultur Solo rak seneng pencerengan (enggak suka marah-marah). Kalau ada orang di Solo yang pengennya gelud-gelud (berantem-berantem), saya khawatir itu bukan orang Solo asli," celetuk Bambang.
Sekretaris Jenderal PDIP yang juga Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto menegaskan, pihaknya tak akan terprovokasi. Pihaknya akan tetap bisa bekerja dengan baik.
"Berbagai upaya provokasi termasuk mencoba untuk membuat kantor-kantor pemenangan yang berdekatan, ya tidak apa-apa. Kita tunjukkan bahwa meskipun berbeda, Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin bisa bekerja baik. Kami bisa menampilkan kontestasi gagasan yang menarik untuk rakyat," ungkap Hasto.
Sementara politikus senior PDIP yang juga Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo menuturkan, banteng-banteng telah bangun dari tidur lelapnya. "Buat kita PDI Perjuangan, banteng-bantengnya jadi bangun dari tidur dan tanduknya keluar," kata Ganjar.
Dia juga mengungkapkan, tak ada satupun kader-kader banteng akan ikhlas, jika kandangnya diusik jelang puncak Pilpres 2019. "Sudah saya sampaikan dulu, tidak ada yang ikhlas rumah kita diambil orang," ungkap Ganjar.
Benarkah?
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kunci Perolehan Suara Jokowi
Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Ferdinand Hutahaean sendiri mengaku, tujuan mendirikan markas di Solo memang untuk merebut hati warga Jateng.
Tak ada yang salah dengan langkah tersebut. Dia menilai, hal itu wajar.
"BPN secara hukum dan secara etika tentu boleh mendirikan kantor atau markas tim pemenangan di manapun. Tidak terkecuali di Solo, karena Solo adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang masuk sebagai daerah yang diperebutkan suaranya. Jadi tidak ada masalah seharusnya," jelas Ferdinand kepada Liputan6.com, Jumat 12 Januari 2019 malam.
"Tujuan kami tentu adalah untuk meraih suara sebanyak banyaknya di daerah yang selama ini disebut sebagai kandang banteng. Kami ingin buktikan bahwa Jawa Tengah, Solo bahkan bisa kami menangkan, apalagi daerah lain. Jadi ini akan mengunci langkah capres 01," lanjut dia.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati menuturkan, penempatan markas di Solo itu merupakan simbolik Prabowo-Sandiaga mampu melawan Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Itu secara simbolik Prabowo-Sandiaga berani melakukan perlawanan, tidak minder. Karena selama ini memang kandang banteng. Dan tim Prabowo-Sandiaga mencoba membongkar mitos itu," kata Mada kepada Liputan6.com.
Dia menilai, keberadaan BPN di Solo tidak akan membuat gesekan. Pasalnya, baik Jokowi dan Prabowo sama-sama nasionalis.
"Saya kira biasa saja. Tidak ada bedanya Jokowi dan Prabowo, sama-sama nasionalis. Jangan bilang Prabowo itu Islam. Jadi tidak akan sekeras yang berbeda ideologi. Karena tidak ada perbedaan," ungkap Mada.
Dia pun meyakini PDIP juga akan bersikap biasa saja. Karena akan sulit merusak suara tradisional partai pimpinan Megawati Soekarnoputri.
"Saya kira akan biasa saja. Masing-masing sudah solid. Jokowi dengan Prabowo, Gerindra dengan PDIP. Meskipun sama-sama nasionalis, basis masanya berbeda. Dari struktur kelas PDIP dari menengah ke bawah, tingkat ekonominya juga rendah. Tidak setinggi Gerindra. Jadi segmentasinya sudah berbeda. Jadi tak akan mengambil suara tradisional PDIP," kata Mada.
Dia menduga, apa yang dilakukan tim Prabowo-Sandiaga, hanya untuk menggaet suara swing voter atau yang belum menentukan pilihan.
"Hanya untuk mengambil suara yang belum menentukan pilihan. Jadi kalau mendorong, dengan ada turun ke jalan yang konvoi, terus suara PDIP pindah ke Gerindra, saya rasa itu tidak akan," pungkasnya.
Advertisement