Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengeluarkan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3) kasus dugaan penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh bos Sugar Group Company atau Gulaku, Gunawan Jusuf. Pelapor yakni pengusaha asal Singapura, Toh Keng Siong mencium adanya kejanggalan.
Kuasa Hukum Toh Keng Siong, Denny Kailimang menyampaikan, kejanggalan penghentian kasus tersebut perlu mendapat perhatian dari DPR RI untuk menindaklanjuti ke Polri maupun Kejaksaan Agung (Kejagung).
Advertisement
"Saya melihat bahwasannya ada sesuatu yang patut menjadi perhatian kita. Ada beberapa kejanggalan, seperti terlapor itu belum pernah diperiksa dan pernah mengajukan praperadilan tiga kali," tutur Denny saat dikonfirmasi, Jumat (11/1/2019).
Menurut Denny, pada 21 November 2018 lalu Kejagung mengembalikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Bareskrim. Kemudian pada 23 November 2018, ada surat lagi berisikan komentar alasan pengembalian tersebut.
"Ini janggal, apa ada kasus-kasus lain yang SPDP dikembalikan seperti ini? Ada apa ini?," jelas dia.
Kejanggalan lainnya yakni Bareskrim Polri pada Desember 2018 lalu melakukan gelar perkara tanpa kehadiran dirinya dan klien. Setelahnya ternyata langsung dikeluarkan SP3.
"Padahal sebelumnya mereka (polisi) mengeluarkan tiga kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan. Ini jadinya aneh. Ganti pimpinan di Direktur Tipidum Bareskrim, langsung berubah kebijakan. Tadinya tidak ada masalah. Jadi memang ada keanehan,” kata Denny.
Denny menyatakan pihaknya masih memikirkan langkas hukum selanjutnya usai kasus tersebut dihentikan oleh polisi. Terlebih, langkah kejaksaan dinilai agresif dan terlalu cepat memutus itu mestinya perlu menjadi perhatian berbagai pihak.
"Saya pikir terhadap kejanggalan ini DPR bisa panggil Jaksa Agung dan Polri untuk jelaskan secara detail. Karena jarang-jarang ada yang seperti ini," beber Denny.
Penghentian Kasus
Diketahui dalam surat Dirtipideksus bahwa tertanggal 14 Desember 2018 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, disebutkan bahwa penyidikan terhadap perkara itu dihentikan demi hukum.
Surat bernomor B/279B/XII/RES.2.3/2018/Dit Tipidesksus itu juga memuat alasan penghentian penyidikan yakni karena nebis in idem dan kedaluarsa. Padahal sebelumnya, polisi menyatakan akan mengejar bukti-bukti sampai ke luar negeri.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri mengatakan, pihaknya menerima pengiriman SPDP kasus tersebut dari Bareskrim Polri sekitar Juni 2017.
"Tapi sampai batas waktu pengembalian SPDP, tidak pernah dikirimkan berkas perkara," katanya saat dikonfirmasi.
Menurut Mukri, berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Nomor 03 Tahun 2016, berkas harus dikirim paling lambat 1 bulan setelah SPDP dikirimkan.
"Sementara ini sudah lewat 494 hari. Akhirnya kemarin bulan November SPDP dikembalikan ke penyidik. Supaya tidak menjadi tunggakan, jadi berkasnya belum pernah ada," ujar Mukri.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut, SP3 kasus Bos Gulaku dikeluarkan sesuai petujuk dari jaksa dan hasil gelar perkara. Kepolisian pun mempersilakan jika pelapor ingin menguji keputusan itu melalui gugatan praperadilan.
"Kalau ada upaya praperadilan (terhadap SP3), maka itu merupakan hak konstitusional seseorang," ujarnya singkat, Jumat 21 Desember 2018.
Dugaan penggelapan dan TPPU ini bermula ketika pelapor Toh Keng Siong menginvenstasikan dananya ke PT Makindo dengan Direktur Utama yakni Gunawan Jusuf. Sejak 1999 hingga 2002, total dana yang diinvestasikan dalam bentuk Time Deposit mencapai ratusan juta dolar Amerika.
Pengacara Toh Keh Siong, Denny Kailimang menduga, Gunawan menggunakan dana pinjaman itu untuk membeli pabrik gula melalui lelang BPPN. Namun uang investasi itu tidak dikembalikan hingga kini.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement