Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menilai tim gabungan untuk mengusut kasus Novel Baswedan yang dibentuk Polri bermuatan politis. Sebab, tim gabungan baru dibentuk jelang Pemilu 2019, padahal kasusnya bergulir lebih dari satu tahun.
Koordinator Kontras Yati Andriani mengatakan, tim itu dibentuk jelang debat calon presiden dengan tema hak asasi manusia (HAM), hukum, dan korupsi. Hal ini, menurut dia, menyiratkan ada tujuan lain di balik pembentukannya.
Advertisement
"Ini jadi terkesan tiba-tiba sebelum debat capres dilakukan," ujarnya seperti dilansir JawaPos.com, Senin (14/1/2018).
Ia meminta, upaya pengungkapan kasus Novel tidak dipermainkan jelang debat capres dan pemilu. "Dua kubu capres maupun cawapres terkesan berlomba sebagai yang terdepan dalam mendorong kasus ini," imbuhnya.
Yati mempertanyakan sikap pemerintah yang selama setahun pascapenyerangan Novel terksesan diam. Ia mempertanyakan kinerja Polri selama ini.
"Kenapa presiden masih diam, buka suara justru setelah ada momentum pilpres," singgungnya.
Yati meragukan tim gabungan tersebut dapat mengungkap secara menyeluruh kasus Novel dan kasus kekerasan yang terjadi terhadap pegawai KPK lainnya. Terlebih, tim ini tidak bertanggung jawab langsung ke presiden demi memastikan kasus ini selesai.
Selain itu, ia menggarisbawahi komposisi tim yang didominasi oleh anggota Polri. "Kami juga khawatir keterlibatan sejumlah nama di luar Polri hanya sebagai simbolis saja," pungkas Yati.
Penjelasan Polri
Sementara itu, Polri punya penjelasan berbeda soal latar di balik pembentukan tim. Menurut Kadiv Humas Polri, Irjen M Iqbal, tim dibentuk berdasarkan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Lembaga itu memberi waktu Polri membentuk tim gabungan maksimal 30 hari sejak rekomendasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement