Liputan6.com, New York - Pada 8 Januari 2019, melalui Twitter, "Origins Spectral Interpretation Resource Identification Security Regolith Explorer" atau OSIRIS-REx mengumumkan bahwa misi angkasa luar NASA ini telah satu minggu mengorbit 'asteroid kiamat' raksasa yang dikenal sebagai Bennu.
Wahana tersebut juga mengabadikan penampakan permukaan Bennu dalam sebuah foto dan menyebut, jarak asteroid dan Bumi pada waktu itu adalah 64 juta mil. Konon, asteroid berbobot 87 juta ton itu bisa melepaskan energi 80.000 kali lebih besar dari bom atom Hiroshima, jika bertabrakan dengan Bumi.
Baca Juga
Advertisement
"Saat aku mengorbit asteroid, Bennu juga melanjutkan orbitnya mengelilingi Matahari. Kami --Bennu dan aku-- saat ini berjarak sekitar 103 juta kilometer (64 juta mil) dari Bumi," tulis OSIRIS-Rex melalui akun @OSIRISREx.
Selain itu, NASA juga menyampaikan bahwa 'asteroid kiamat raksasa' itu diperkirakan memiliki panjang 500 kaki dan 1.664 kali lebih berat dari kapal legendaris Titanic. Tingginya pun melebihi bangunan Empire State yang ada di New York City.
Lembaga antariksa pemerintah Amerika Serikat tersebut menambahkan, bila Bennu berbenturan dengan Bumi, maka potensi bencana akan berdampak pada jutaan kehidupan di planet ini.
Di satu sisi, NASA pun juga memperingatkan penduduk agar tetap tenang, karena Bennu diprediksi tidak akan melaju dekat dengan Bumi sampai abad mendatang.
Penyelidikan yang dilakukan oleh OSIRIS-Rex saat ini sedang berfokus untuk mengorbit Bennu dan meluncurkan misi pengamatan. Satelit yang hanya memiliki periode kehidupan dari 2016 hingga 2023 ini berencana mendarat di permukaan Bennu pada tahun 2020.
OSIRIS-Rex akan mengumpulkan sampel batu itu sebelum kembali ke Bumi, semoga dapat membantu membuka beberapa rahasia di balik asal-usul keberadaan manusia.
Para peneliti berharap, asteroid yang merupakan bagian dari asteroid Apollo ini akan membantu membuktikan sebuah teori bahwa miliaran tahun yang lalu, asteroid bertabrakan dengan Bumi dan mentransfer bahan kimia penting ke permukaan Bumi, serta mendorong organisme untuk berkembang biak.
Lantas, mengapa Bennu dijuluki 'asteroid kiamat' dan dinyatakan membawa ancaman potensial bagi jutaan nyawa makhluk hidup di Bumi?
Para ilmuwan mengatakan, jika Bennu bertabrakan dengan Bumi, dampaknya akan banyak energi yang terlepas bila dibandingkan dengan seluruh senjata nuklir yang pernah diledakkan dalam sejarah.
Pada 6 Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan bom nuklir di kota Hiroshima (Jepang), dan menewaskan hampir 100.000 orang sebagai upaya untuk mengakhiri Perang Dunia II.
Senjata itu melepaskan energi yang setara dengan 16 kiloton TNT melintasi radius ledakan satu mil. Tetapi, ilmuwan NASA percaya dampak 'serangan' Bennu bisa mengalahkan pengeboman itu, yakni hampir 80.000 kali lipat.
Meskipun meyakinkan, NASA bersikeras kemungkinan tabrakan antara Bumi dan Bennu --sekitar satu dibandingkan 2.700-- sangat tipis.
Tetapi sebaliknya, jika benda langit itu tidak sesuai perkiraan para ilmuwan, maka wahana antariksa yang dirancang oleh NASA untuk menghentikan Bennu kemungkinan besar tidak akan efektif.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Misi Ketiga NASA
Akan tetapi, mungkin ada harapan lain untuk usaha terbaru NASA, yaitu HAMMER atau Hyper-velocity Asteroid Mitigation Mission for Emergency Response vehicle, yang dirancang untuk meledakkan asteroid dengan bom nuklir atau mengarahkan asteroid ke jalur yang berbeda.
"Konsekuensinya akan mengerikan," kata Kirsten Howley, seorang ahli fisika di Lawrence Livermore National Laboratory yang merupakan bagian dari tim pertahanan planet itu.
Menurut Howley, meluncurkan satu pesawat deflektor ke Bennu bisa memakan waktu hingga tujuh setengah tahun. Meski demikian, ia berpendapat bahwa lebih baik bertindak cepat daripada persiapan pencegahan dilakukan secara mendadak.
Advertisement