Marcus Mekeng Tolak Jadi Saksi Meringankan Eni Saragih

Eni Maulani Saragih, terdakwa penerima suap dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait pengerjaan proyek PLTU Riau-1 menghadirkan sejumlah saksi meringankan.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jan 2019, 14:17 WIB
Terdakwa dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih menyimak keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/1). Tujuh saksi dihadirkan JPU KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Eni Maulani Saragih, terdakwa penerima suap dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait pengerjaan proyek PLTU Riau-1 menghadirkan sejumlah saksi meringankan. Sedianya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan politikus Golkar Melchias Marcus Mekeng hadir sebagai saksi meringankan.

Namun, Jonan dan Mekeng tidak memenuhi permohonan pihak Eni untuk memberikan keterangan yang meringankan.

Pengacara Eni, Rudy Alfonso mengatakan, Jonan tidak bisa hadir karena sedang kunjungan ke Kamboja sejak 14-16 Januari. Sedangkan Mekeng menyampaikan tidak berkenan menjadi saksi meringankan.

"Untuk Menteri Energi beliau sedang ke Kamboja sementara saudara Mekeng mengaku tidak berkenan," ujar Rudy di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).

Pada persidangan sebelumnya, Eni Saragih mengajukan Ignasius Jonan dan Melchias Marcus Mekeng sebagai saksi meringankan. Politikus Golkar itu menilai kehadiran Jonan penting sebagai saksi meringankan untuk menjelaskan alasan Eni menjadi penghubung PT Borneo Lumbung Energi milik pengusaha bernama Samin Tan dan beberapa perusahaan swasta lainnya ke Kementerian ESDM. Eni mengaku beberapa perusahaan ia bantu jembatani dengan Kementerian ESDM.

Dia menjelaskan, alasannya membantu Samin Tan. Dia membantu Samin Tan lantaran perusahaan Samin telah memenangkan gugatan atas sengketa yang dijalani dan telah menjalani segala prosedur sesuai aturan yang ada. Namun, kata Eni, pihak Samin tidak mendapat respons dari pihak Kementerian ESDM. 

Pada sidang juga terungkap, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR itu mengaku mendapat arahan dari Ketua Fraksi Golkar Melchias Markus Mekeng agar mengawal dan membantu permasalahan perusahaan Samin Tan. 

Sama halnya dengan Jonan, lanjut Eni, persoalan PT Borneo Lumbung Energi juga diketahui oleh Mekeng.

"Saya punya kewajiban tanya ke Pak Jonan jadi sebenarnya yang paling pas jadi saksi Pak Menteri ESDM karena yang tahu persis Pak Jonan dan Pak Mekeng," kata Eni. 

Sementara itu, staf PT Borneo Lumbung Energi, Neni Afwani menuturkan alasannya berkenalan dengan dengan Eni mengingat latar belakang Eni sebagai anggota komisi yang bermitra dengan Kementerian ESDM dianggap mampu membantu persoalan perusahaan tempatnya bekerja.

"Yang jelas kami ingin bisa membahas ini dengan ESDM sendiri dan saat itu kami kesulitan karena ketika kami ke ESDM pun enggak diterima. Saat itu saya pernah satu kali bertemu dengan Dirjen Minerba Pak Gatot, hanya menjelaskan adanya putusan penundaan kemudian sama sama tak dijalankan. Kita ingin itu dihormati. Kemudian kita menang di tingkat pertama juga tak dihormati," kata Neni saat memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan Eni Saragih

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Dakwaan Eni Saragih

Terdakwa dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih menyimak keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/1). Tujuh saksi dihadirkan JPU KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap Rp 4,750 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Selain menerima suap, Eni didakwa menerima gratifikasi untuk keperluan Pilkada suaminya di Temanggung, Jawa Tengah. Sumber gratifikasi Eni salah satunya berasal dari Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal. Samin meminta Eni memfasilitasi perusahaannya bertemu dengan pihak Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membahas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara generasi 3 di Kalimantan Tengah.

Juni 2018, Eni meminta Samin merealisasikan komitmennya terkait pemberian uang. Samin kemudian memberikan Rp 4 miliar secara tunai disusul Rp 1 miliar yang diberikan pada 22 Juni. 

Atas perbuatannya Eni didakwa melanggar Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya