Liputan6.com, Jakarta Anggota Ombudsman Alvin Lie menyatakan kenaikan tarif tiket pesawat yang dilakukan maskapai nasional tidak melanggar aturan. Harga yang ditetapkan masih seusai dengan regulasi tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) yang tertuang dalam PM No 14 Tahun 2016.
"Kami mencermati tidak ada satu airline yang melanggar TBA atau TBB," kata Alvin dalam sebuah acara diskusi di Kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).
Dia mengaku jika pihaknya telah menelusuri hal yang melatarbelakangi banyaknya komplain dari masyarakat khususnya di sosial media mengenai tarif pesawat tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Pihaknya menemukan komplain didominasi protes tentang naiknya harga tiket maskapai yang selama ini membanting harga dan bermain dengan tarif mendekati batas bawah.
Hal itu membuat masyarakat yang biasanya menikmati tarif rendah menjadi kaget. Padahal sebetulnya tarif tersebut masih berada di bawah batas atas, atau masih wajar dan tidak melanggar aturan.
"Setelah kami cermati komplain terbanyak ini LCC (Low Cost Carrier). Karena biasa dapat harga murah banting-bantingan harga dan bermain di batas bawah sekarang bergerak ke harga keekonomian. Sedangkan jasa medium service dan full service kenaikan ini masih dalam batas normal. Karena sebelum Oktober airline itu memainkan subclass masih variable. Seperti jam 6-9 pagi biasanya tarifnya tinggi, setlah itu turun, dan mendekati sore naik lagi," ujar dia.
Situasi panas ini juga diperparah aturan baru yang dikeluarkan maskapai LCC yaitu Lion Group dan Citilink yang menghapus layanan bagasi gratis mereka. Otomatis membuat harga tiket menjadi lebih mahal.
"Apalagi Lion Group memberlakukan bagasi berbayar diikuti Citilink sehingga bukan tariif tiket yang naik, bagasinya pun sekarang bayar. Sedangkan medium dan full service kenaikkan ini masih dalam batas normal," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Pemerintah Diminta Hapus Tarif Batas Bawah Tiket Pesawat
Pengamat Ekonomi Faisal Basri meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan untuk menghapuskan ketentuan tarif batas bawah tiket pesawat. Ketentuan ini dinilai menjadi penyebab mahalnya harga tiket pesawat khususnya untuk rute domestik.
Dia mengungkapkan, adanya ketentuan tarif batas bawah mengganggu fleksibilitas bisnis maskapai. Sehingga, maskapai tidak bisa memberikan harga tiket pesawat yang lebih murah kepada konsumen.
"Saya pernah di KPPU, masa itu tidak ada batas bawah dan batas atas. Batas atas boleh, ini batas bawah ditentukan pemerintah ganggu fleksibilitas. Kalau batas bawah tinggi, enggak ada penerbangan murah," ujar dia dalam diskusi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di Jakarta, Senin (14/1/2018).
Baca Juga
Menurut Faisal, pemerintah seharusnya tidak mendikte bisnis penerangan yang ada di dalam negeri. Pemerintah cukup menentukan standar-standar keselamatan penerbangan. Sedangkan soal harga tiket pesawat, biarkan antara maskapai saling berkompetisi.
"Pemerintah enggak boleh dikte bisnis. Tugasnya tentukan standar keselamatan penerbangan. Ini kan harga dibikin tidak fleksibel oleh ketentuan pemerintah. Mereka (maskapai) turunkan harga juga karena tekanan publik," kata dia.
Namun demikian, Faisal juga pemerintah dan KPPU untuk menelusuri potensi terjadinya praktik oligopoli di dunia penerbangan Tanah Air. Sebab saat ini penerbangan domestik hanya dikuasai oleh beberapa maskapai saja.
"Ini ada potensi persekongkolan tidak? Kok kompak naik-naikkan. Semua tugas KPPU lah karena sekarang Nam dan Sriwijaya saja kan operated by Garuda Group. Jadi kalau Anda lihat secara tidak langsung, maskapai dalam negeri makin oligopoli, kalau dulu masih ada Batavia, Merpati, macam-macam. Sekarang coba Anda lihat? Apalagi per rute pelakunya dikit sekali," tandas dia.
Advertisement