Aturan Pajak e-Commerce Terbit, Pedagang Online Wajib Punya NPWP

Penyedia platform marketplace harus punya Nomor Pajak Wajib Pajak (NPWP) dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jan 2019, 20:00 WIB
Ilustrasi belanja Lebaran di toko online. (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah baru saja merilis aturan perpajakan untuk e-Commerce. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce).

PMK No. 210 Tahun 2018 ini berlaku mulai 1 April 2019. Dikutip dari setkab.go.id via Dream, Rabu (16/1/2019), penyedia platform marketplace harus punya Nomor Pajak Wajib Pajak (NPWP) dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

PKP ini juga berlaku bagi penyedia platform marketplace yang dikategorikan sebagai penusaha kecil.

Selain itu, PMK ini menegaskan, pedagang atau penyedia jasa wajib memberitahukan NPWP kepada penyedia platform marketplace.

Dalam hal pedagang atau penyedia jasa sebagaimana dimaksud belum memiliki NPWP, menurut PP ini:

a. Pedagang atau penyedia jasa dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP melalui aplikasi registrasi NPWP yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau yang disediakan oleh penyedia platform marketplace.

b. Pedagang atau penyedia jasa wajib memberitahukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace.

“Pedagang atau Penyedia Jasa yang melakukan penyerahan barang dan/atau jasa secara elektronik (e-Commerce) melalui penyedia platform marketplacese bagaimana dimaksud melaksanakan kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan,” bunyi Pasal 4 PMK ini.


BKP/JKP

Ilustrasi Belanja Online (Foto: Pixabay.com)

PKP Pedagang atau PKP Penyedia Jasa yang melakukan penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) dan/ atau JKP (Jasa Kena Pajak) secara elektronik (e-Commerce) melalui penyedia platform marketplace menurut PMK ini, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan, yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

“Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana sebesar 10% (sepuluh persen) dari Nilai Transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP,” demikian bunyi Pasal 5 ayat (2) PMK ini.

Sementara, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBm) yang terutang, menurut PMK ini, mengikuti tarif dan tata cara penyetoran dan pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, PMK ini menegaskan, PKP Pedagang dan PKP Penyedia Jasa wajib melaporkan dalam SPT Masa PPN setiap Masa Pajak atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang melalui penyedia platform marketplace.


Wajib Melaporkan

Ilustrasi belanja Online (iStockphoto)​

Menurut PMK ini, Penyedia Platform Marketplace wajib melaporkan rekapitulasi transaksi perdagangan yang dilakukan oleh Pedagang dan/atau Penyedia Jasa melalui Penyedia Platform Marketplace ke Direktorat Jenderal Pajak.

“Rekapitulasi transaksi perdagangan sebagaimana dimaksud merupakan dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT Masa PPN penyedia platform marketplace,” bunyi Pasal 7 ayat (3) PMK ini.

Dalam PMK ini ditegaskan, PKP penyedia platform marketplace yang melakukan kegiatan:

a. penyediaan layanan platform marketplace bagi pedagang atau penyedia jasa;

b. penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan melalui platform marketplace; dan/atau

c. penyerahan BKP dan/atau JKP selain sebagaimana dimaksud, wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atas penyediaan layanan dan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan wajib membuat Faktur Pajak.

Selanjutnya, pelaporan atas penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud dilakukan dalam SPT Masa PPN.

 


Untungkan Penjual Asing

Ilustrasi Orang belanja online (iStockPhoto)

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia atau idEA, Ignatius Untung, menilai bahwa pemberlakuan pajak NPWP ini justru akan menguntungkan e-Commerce cross border atau lintas batas antarnegara.

Sebab, selama ini barang yang dikirim dari pihak luar di bawah US$ 75 (Rp1,59 juta) tidak dikenakan tarif pajak.

"Jadi ada pembeli barangnya dari e-Commerce asing terus abis itu dikirim ke sini kan tidak bayar pajak sebenarnya. Apalagi kalau di bawah US$ 75 kan tidak kena pajak sama sekali jadi gratis gimana ceritanya asing bisa lolos di bawah US$ 75. Kalau di kita 1.000 saja langsung kena. Itu yang kita pertanyakan," kata Untung di Jakarta, seperti dikutip dari Merdeka.

Kalau regulasi ini berlaju, dia cemas banyak pelaku UKM memilih “tutup warung” karena dipaksa mengurus NPWP.

"Mereka bisa jadi belum punya NPWP karena bisa jadi itu mahasiswa, pemasukannya belum rutin, jadi hal-hal seperti ini membuat kita melihatnya kok jadi ribet gini. Bahkan mereka (UMKM) yang punya NPWP tetap buat orang orang ketika ada tambahan pekerjaan,” kata dia.

Untung meminta pemerintah melihat masalah ini secara jernih. Apakah nantinya aturan ini akan menguntungkan bagi pelaku UMKM atau justru sebaliknya malah merugikan.

"Kalau memang sudah mampu sudah layak dilakukan harus diberlakukan kalau yang belum ya jangan dulu lah," tutupnya. 

Reporter: Arie Dwi Budiawati

Sumber: Dream.co.id

(Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya