Ekonom Senior Tony Prasetiantono Meninggal

Ekonom yang juga dosen Fakultas Ekonomika Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta A. Tony Prasetiantono berpulang.

oleh Arthur Gideon diperbarui 17 Jan 2019, 07:44 WIB
Ekonom Tony Prasetiantono. (Foto: Forum Merdeka Barat 9)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom yang juga dosen Fakultas Ekonomika Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta A. Tony Prasetiantono meninggal. Hal tersebut dikabarkan oleh Ketua Harian Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) yang juga Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi.

"Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Telah meninggal dunia Bapak A. Tony Prasetiantono," kata Budi kepada Liputan6.com, Kamis (17/1/2019).

Tony Prasetiantono meninggal pada Hari Rabu, 16 Januari 2019 pukul Jam 23.30 WIB. Saat ini, jenazah berada di Jakarta dan pagi ini, 17 Januari 2019 direncanakan tiba di Jogja.

Menurut Budi, Tony Prasetiantono merupakan sosok intelektual yang baik dan humoris. "kita sangat kehilangan. Semoga almarhum mendaoat tempat di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Amin," kata Budi.

Tony Prasetiantono pernah menjabat komisaris independen Bank Mandiri dari tahun 2003 hingga tahun 2005 serta Chief Economist Bank BNI sejak September 2006.

Selain itu, Tony Prasetiantono juga pernah menjabat sebagai Komisaris Independen PT Bank Permata Tbk Sejak 21 Maret 2011.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Ekonom Senior UGM Bandingkan Kondisi Rupiah Sekarang dengan 1998

Rupiah pada saat istirahat siang ini tercatat melemah sebesar 162 poin atau turun tajam 1,24 persen ke kisaran Rp 13.246 per dolar AS, Jakarta, Rabu (9/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Posisi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih bertahan di kisaran Rp 14.800-an per USD. Beberapa waktu lalu bahkan hampir menyentuh Rp 15.000 per USD. Hal ini pun membuat banyak orang membandingkan Rupiah dengan posisi krisis 1998.

Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono, membeberkan beberapa data perbandingan ekonomi kini dan masa 1998. Menurutnya, ekonomi kini jauh lebih kuat dan sehat dibanding masa krisis parah 1998. 

"Pada Oktober 1997 rupiah Rp 2.300, kemudian Januari melonjak Rp 15.000 per USD naik 6 kali lipat. Saat ini loncatnya dari Rp 13 400 ke Rp 15.000. Dari itu saja, kita paham, Rupiah sama sama Rp 15.000 maknanya berbeda," ujar Tony dalam acara Kafe BCA On The Road, Yogyakarta, seperti ditulis Minggu (23/9/2018).

Selain perbandingan level Rupiah, Tony mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 1998 dengan 2018 jauh berbeda. Pada 1998 ekonomi Indonesia cenderung tidak tumbuh atau stagnan, sementara pada Semester I-2018 ekonomi tumbuh dikisaran 5,17 persen.

"Indikator ekonomi yang lain berbeda. Inflasi 1998 itu 78 persen. Inflasi sekarang 3,5 persen. Yang paling membedakan lagi jantung perekonomian indonesia yaitu perbankan. Hampir semua bank kolaps di 1998. BCA disuntik Rp 60 triliun. BCA tahun ini kira-kira labanya diatas Rp 20 triliun. Jadi cukup sehat," jelas Tony.

Dengan data-data tersebut, dia berharap masyarakat dapat memperoleh informasi bagaimana perbedaan Rupiah kini dan masa lalu. Sehingga, tidak lagi dihubungkan dengan potensi mengalami krisis.

"Jadi sama sekali beda. kalau melihat Rp 15.000 ya memang sama dengan 1998. Tapi maknanya beda, underlying beda," jelasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya