Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Diaz Hendropriyono mengkritisi pernyataan calon presiden Prabowo Subianto dalam debat Pilpres 2019 yang dulegar di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis malam.
"Beberapa paparan yang disampaikan Pak Prabowo maupun pasangannya Pak Sandiago Uno dalam debat kemarin tidak masuk akal. Contohnya, menyiratkan bahwa menaikkan gaji birokrat sama dengan menghilangkan korupsi, adalah hal yang menyesatkan," tegas Diaz dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat (18/1/2019).
Advertisement
Menurut dia, kenaikan gaji tidak berbanding lurus dengan hilangnya korupsi. Dia mengambil contoh dengan apa yang terjadi Singapura dan Denmark. Denmark merupakan negara dengan indeks korupsi terkecil berdasarkan data Transparency International, sedangkan Singapura ada di peringkat ke 7.
"Namun, gaji dari pemimpin birokrasi (kepala pemerintahan) di Singapura justru jauh lebih besar daripada Denmark," ujar Diaz.
Dia tak memungkiri, gaji merupakan elemen penting dalam pemberantasan korupsi, namun tetap harus diikuti dengan kontrol dan peningkatan transparansi roda pemerintahan.
"Demikian pula dengan perbaikan sistem manajemen pemerintahan dan individu-individu yang memiliki integritas, yang mana hal ini telah dilakukan Presiden Jokowi," jelas Diaz.
Selain itu, dia juga menyinggung pendapat Prabowo yang mengatakan bahwa luas wilayah Jawa Tengah lebih besar daripada Malaysia yang sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Faktanya, Malaysia memiliki luas 10 kali dibandingkan Jawa Tengah, di mana luas Malaysia 329.847 kilometer persegi dan luas Jateng 32.554 kilometer persegi.
"Kualitas pemimpin yang baik tidak akan menyesatkan dengan data yang asal-asalan. Apa benar Jawa Tengah lebih besar daripada Malaysia? Saya yakin masyarakat kita sudah cerdas menentukan mana pemimpin yang layak jika mengacu pada debat pertama kemarin," ujar Diaz.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Posisi Perempuan
Diaz juga melihat beberapa paparan yang disampaikan Prabowo menunjukkan kegamangan. Misalnya, saat Prabowo membanggakan diri sebagai calon presiden dengan dukungan tinggi dari kalangan 'emak-emak', namun tidak sensitif dengan isu-isu keperempuanan.
"Gerindra yang telah aktif di panggung politik Indonesia selama 10 tahun terakhir ternyata belum memberikan kesempatan pada perempuan untuk menduduki posisi-posisi strategis di partai," jelas Diaz.
Menurut dia, hal ini mencerminkan isu glass ceiling (faktor penghalang dan penghambat kaum minoritas, khususnya wanita, untuk mencapai puncak karir) yang dihadapi kaum perempuan di seluruh dunia. Yaitu, begitu banyak perempuan dengan kemampuan dan kecakapan besar tidak mencapai posisi terdepan di bidang yang mereka pilih karena terhalang organisasi yang berkutat dengan lelaki saja.
"Hal ini kontras dengan pemerintahan Jokowi yang terlihat memiliki komitmen terhadap perempuan dengan memberikan kesempatan secara signifikan dan pada posisi penting dalam Kabinet Jokowi-JK," pungkas Diaz.
Advertisement