Kesepakatan Dagang AS-China Dorong Penguatan Rupiah

Kesepakatan dagang AS dengan China mendorong penguatan aset berisiko salah satunya adalah rupiah.

oleh Arthur Gideon diperbarui 18 Jan 2019, 11:49 WIB
Teller tengah menghitung mata uang rupiah dan dolar di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (10/1). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah berada di zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Teller tengah menghitung mata uang rupiah dan dolar di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (10/1). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah berada di zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat terbatas pada perdagangan Jumat ini. Kesepakatan dagang AS dengan China mendorong penguatan aset berisiko.

Mengutip Bloomberg, Jumat (18/1/2019), rupiah dibuka di angka 14.165 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.192 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.155 per dolar AS hingga 14.195 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 1,44 persen.

Berbeda, berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.182 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.158 per dolar AS.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, harapan membaiknya hubungan dagangan Amerika Serikat dengan China mendorong minat pelaku pasar pada aset beresiko.

"Situasi itu membuka peluang bagi mata uang berisiko seperti rupiah untuk terapresiasi," katanya dikutip dari Antara.

Ia mengemukakan Wakil Perdana Menteri China Liu He akan mengunjungi AS pada 30-31 Januari mendatang untuk pembicaraan perdagangan berikutnya.

Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan pasar menyambut positif pertemuan itu dengan harapan kesepakatan tarif antara AS-China.

"Data-data ekonomi China belakangan ini menunjukkan penurunan, bahkan PMI (purchasing managers index) sektor manufatur sudah di bawah level 50 yang artinya kontraksi," katanya.

Dengan adanya kesepakatan, lanjut dia, maka diharapkan dapat menahan perlambatan ekonomi, mengingat perlambatan China akan berdampak pada global dan ekonomi Asia.

"Ekonomi China merupakan salah satu motor ekonomi Asia," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BI: Rupiah Berada dalam Tren Penguatan

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, rupiah mengawali tahun 2019 ini dengan kondisi yang cukup baik. Bank Indonesia (BI) menyebutkan Rupiah saat ini tengah dalam tren menguat. Penguatan dimulai sejak akhir tahun lalu dan terus berlanjut pada Januari 2019.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan tren penguatan Rupiah tersebut dakan mendukung stabilitas harga di dalam negeri.

"Nilai tukar Rupiah dalam tren menguat sehingga mendukung stabilitas harga. Rupiah pada Desember 2018 secara rerata menguat sebesar 1,16 persen, meskipun secara point to pointsedikit melemah sebesar 0,54 persen," kata Perry pada Kamis 17 Januari 2019.

Dia mengungkapkan penguatan Rupiah antara lain dipengaruhi aliran masuk modal asing akibat perekonomian domestik yang kondusif dan imbal hasil domestik yang tetap menarik, serta ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda.

"Dengan perkembangan yang cenderung menguat menjelang akhir tahun 2018, Rupiah secara rerata keseluruhan tahun 2018 tercatat mengalami depresiasi sebesar 6,05 persen, atau secara point to point sebesar 5,65 persen dibandingkan dengan level tahun sebelumnya," ujarnya.

Sementara itu, depresiasi atau pemelahan Rupiah secara point to point tersebut lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang negara lain seperti Rupee India, Rand Afrika Selatan, Real Brasil, dan Lira Turki.

"Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya dengan tetap mendorong berjalannya mekanisme pasar, dan mendukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan," jelas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya