Liputan6.com, Jakarta - Abu Bakar Baasyir ditangkap pada 2010 silam di Banjar, Jawa Barat, saat dalam perjalanan dari Tasikmalaya ke Solo. Saat itu, dia dituding terlibat dalam perencanaan pelatihan paramiliter di Aceh. Juga pendanaannya.
Sebanyak 32 pengacara yang tergabung dalam Tim Pengacara Muslim (TPM) berbondong-bondong mengajukan diri membelanya.
Advertisement
Pada Kamis 10 Februari 2011, Abu Bakar Baasyir menghadapi sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu didakwa dengan tujuh pasal berlapis yang tertuang dalam berkas setebal 93 halaman.
Senin 9 Mei 2011, jaksa menuntut Abu Bakar Baasyir dengan hukuman seumur hidup.
Namun, pada Kamis 16 Juni 2011, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonisnya 15 tahun penjara.
Kala itu, majelis hakim menilai Amir Jamaah Anshorud Tauhid atau JAT itu terbukti merencanakan atau menggerakkan pelatihan militer bersama Dulmatin alias Yahyah Ibrahim alias Joko Pitono.
Vonis dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Herri Swantoro yang didampingi empat hakim anggota, yakni Aksir, Sudarwin, Haminal Umam, dan Ari Juwantoro.
"Menjatuhkan pidana dengan penjara selama 15 tahun. Menetapkan masa penahanan dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan," ujar Herri.
Saat sidang, Baasyir sudah ditahan selama 10 bulan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Vonis yang dijatuhkan rupanya lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum, penjara seumur hidup.
Hakim menjelaskan, dalam pertimbangannya tidak sependapat dengan tuntutan jaksa bahwa Abu Bakar Baasyir juga mengumpulkan dana untuk pelatihan militer di Aceh sesuai dakwaan lebih subsider.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Uraian Putusan
Dalam uraian putusan, Baasyir dinilai terbukti merencanakan atau menggerakkan pelatihan militer bersama Dulmatin alias Yahyah Ibrahim alias Joko Pitono.
Perencanaan itu dibicarakan keduanya di salah satu ruko di dekat Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Solo, Jawa Tengah pada Februari 2009.
Perencanaan lanjutan melibatkan dua anggota Majelis Syuro JAT, yakni Lutfi Haidaroh alias Ubaid dan Abu Tholut, serta Ketua Hisbah JAT Muzayyin alias Mustaqim. Pembicaraan dilakukan di beberapa lokasi, seperti di Solo, Ciputat, dan Tanggerang.
Selain itu, hakim menilai Baasyir terbukti menghasut untuk melakukan perbuatan teror.
Hasutan itu, kata hakim, diwujudkan para peserta pelatihan dengan melakukan penyerangan dengan senjata api kepada polisi dan fasilitas umum. Penyerangan itu, menurut hakim, telah menimbulkan suasana teror di masyarakat.
Dalam pertimbangan putusan, hakim menegaskan, hal yang memberatkan adalah perbuatan Baasyir tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan terorisme.
Selain itu, Baasyir juga pernah dihukum sebelumnya. Adapun hal yang meringankan adalah Baasyir berlaku sopan selama persidangan dan telah lanjut usia.
Advertisement