Imbas Perang Dagang, Ekonomi China Tumbuh Terendah dalam 28 Tahun

Pelambatan ekonomi China menjadi pertanda naiknya angka pengangguran dan meningkatnya kebutuhan stimulus ekonomi.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 21 Jan 2019, 12:28 WIB
Ilustrasi naga China (AP Photo/Wang Zouhan)

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi China kena dampak melemahnya investasi dan goyahnya kepercayaan konsumen akibat perang dagang. Pertumbuhan 2018 pun menjadi terendah dalam 28 tahun.

Perlambatan ekonomi di China turut menambah kekhawatiran pada ekonomi dunia, dan dampaknya pada perusahaan seperti Apple dan pembuat mobil.

Dikutip Reuters, Senin (21/1/2019), berdasarkan data Badan Statistik Nasional di Tiongkok, pertumbuhan GDP kuartal keempat China tahun lalu menjadi paling lambat sejak krisis keuangan global. Bila dibanding kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi turun 6,4 persen dari 6,5 persen.

Alhasil, pertumbuhan setahun penuh China adalah 6,6 persen, atau terendah sejak 1990. Angka ini juga sesuai ekspektasi analis Reuters.

Pelambatan ini menjadi pertanda naiknya angka pengangguran dan meningkatnya kebutuhan stimulus ekonomi.

Nikkei Asian Review melaporkan, Beijing telah memberi insentif senilai 850 miliar yuan atau Rp 1.780 triliun (1 yuan = Rp 2.094). Proyek yang terutama mendapat fokus adalah China Railway.

Sementara, Komisi Pembangungan Nasional dan Reformasi mengungkapkan pemerintah China bertujuan memberi bermacam stimulus untuk memperkuat konsumsi. Di antara yang mendapatkannya adalah industri otomotif yang merupakan 10 persen dari GDP, serta peralatan rumahan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


China Terlanjur Rugi Akibat Perang Dagang

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sebelum melakukan pertemuan di resor Mar a Lago, Florida, Kamis (6/4). Isu perdagangan dan Korea Utara diperkirakan menjadi isu utama pembahasan kedua pemimpin negara tersebut. (AP Photo/Alex Brandon)

Taktik Presiden Donald Trump menekan ekonomi China tampaknya berhasil. China dikabarkan sudah telanjur rugi akibat perang dagang. Bahkan, kerugian diprediksi bertambah. 

"Sudah jelas bagi saya bahwa China dapat menderita lebih banyak kerugian ketimbang Amerika Serikat, dan dari sini terlihat upaya pihak berkepentingan untuk berjuang lebih keras dan mengamankan sesuatu yang berarti," ujar John Woods, Chief Investment Officer Asia-Pacific, seperti dikutip South China Morning Post.

Ekonomi China juga sudah melambat di tengah terjadinya perang dagang. Pelambatan pertumbuhan ini berpotensi yang paling rendah dalam 28 tahun terakhir.

Credit Suisse memprediksi pertumbuhan ekonomi China melambat ke angka 6,2 persen tahun ini. Angka yang sama juga diprediksi Bank Dunia.

Menurut laporan Darkening Skies Bank Dunia, sejak 2016 pertumbuhan ekonomi China adalah 6,7 persen, 6,9 persen, lalu turun 6,5 persen di 2018 ketika perang dagang memanas. Sementara, satu area yang akan tumbuh di China adalah sektor teknologi yang turun 25 persen tahun lalu.

Dalam jalannya gencatan senjata ini, China pada Desember lalu sudah menurunkan tarif mobil. Sebelumnya, tarif impor mobil buatan AS sebesar 40 persen dan sekarang menjadi 15 persen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya