Perjuangan Gadis Pekanbaru demi Ketiga Adiknya

Nadia harus berjuang menghidupi ketiga adiknya sejak ditinggal ibu dan ayah tirinya merantau.

oleh M Syukur diperbarui 22 Jan 2019, 05:02 WIB
Nadia menghidupi tiga adiknya dengan berjualan gorengan. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Tiga tahun lalu, Nadia Safitri harus mengubur impian melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Gadis Pekanbaru itu harus menghidupi tiga adik kecilnya dengan berbagai cara. Dia pernah menjadi kuli pembuatan batu dan kini membantu menjual gorengan dengan imbalan yang jauh dari kata cukup.

Sabtu siang, 19 Januari 2018 itu, seperti biasa Nadia menjalankan aktivitas hariannya di persimpangan Jalan Singgalang, Kecamatan Tenayanraya, Kota Pekanbaru. Sebagai koki gorengan, remaja 16 tahun ini mulai memasukkan adonan pisang ke dalam kuali berminyak panas.

Dalam rentan beberapa menit, Nadia cekatan membalikkan pisang agar tak gosong. Lalu dia mengangkatnya ke sebuah wadah untuk ditiriskan, kemudian disusun rapi agar pembeli tertarik membeli dagangan milik Dedi, bosnya.

"Upahnya terkadang Rp 20 ribu, bisa juga Rp 30 ribu, tergantung berapa banyak gorengan terjual," tutur Nadia memulai pembicaraan.

Nadia menjelaskan, aktivitas ini sudah dijalaninya dua pekan terakhir, mulai dari pukul 13.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB. Puluhan kilometer harus ditempuhnya berjalan kaki dari rumahnya di Jalan Badak Ujung.

Pergi saat terik, tak jarang Nadia pulang di bawah guyuran hujan deras. Perasaan takut sudah pasti membayangi karena harus melintasi jalanan sepi. Beruntung terkadang ada pengendara sepeda motor yang memberinya tumpangan.

"Kadang ada bus ya naik kalau ada uang dikit, kalau enggak ya jalan kaki," ucap Nadia yang sudah enam tahun ditinggal pergi ibunya merantau meninggalkan Pekanbaru.

Upahnya membantu Dedi menjual pisang, tahu, tempe, dan ubi, membuat Nadia tetap bersyukur. Mengeluh baginya hanya menjadi batu sandungan untuk menghidupi tiga adiknya, Diana, Kevin dan Marcel.

Menjelang malam, pembeli gorengan datang silih berganti. Nadia selalu mengumbar senyum kepada pelanggan setianya. Dagangannya pun ludes hingga membuat kepulangannya ke rumah lebih cepat.

"Upah ini bisa membantu dua adik tetap sekolah, karena Diana (adik pertama Nadia) juga bekerja," kata Nadia.

Nadia menceritakan, ayahnya bernama Munriadi pergi dari rumah saat dirinya masih dalam kandungan. Kehidupan tetap berlanjut karena ibunya menikah lagi hingga lahirlah Diana.

 


Hanya Ingin Ibunya Kembali

Nadia menghidupi tiga adiknya dengan berjualan gorengan. (Liputan6.com/M Syukur)

Hidup Nadia berubah drastis sejak usianya menginjak 10 tahun. Ibu dan ayah tirinya pergi dari rumah dengan alasan merantau tak pernah pulang lagi tanpa berkabar.

Dia pun mulai memperjuangkan kehidupan tiga adiknya sekuat tenaga. Nadia masih sempat menamatkan pendidikan SD hingga duduk di kelas 1 SMP. Hanya saja keadaan tidak memungkinkan lagi hingga Nadia memutuskan berhenti sekolah.

"Saat berhenti SMP, saya bekerja sebagai kuli di tempat pembuatan batu bata. Upahnya Rp 50 ribu per pekan, lalu ada tawaran membantu jualan gorengan ini," jelas Nadia.

Kini, pekerjaan Nadia membuat batu bata diestafetkan ke Diana. Adiknya ini juga terpaksa berhenti sekolah untuk membantu menyambung hidup serta membantu kakak serta dua adiknya.

"Alhamdulillah penghasilan cukup untuk makan, buat jajan dan biaya sekolah Kevin (6) serta Marcel (10)," sebut Nadia.

Nadia menyebutkan, Kevin saat ini kelas 1 SD dan Marcel kelas 4 SD. Biaya sekolah dua adiknya cukup ringan karena berstatus sekolah negeri.

Selama ini, Nadia tinggal di rumah papan kecil peninggalan ayahnya. Kondisi jalannya berbukit naik turun. Belum lagi sepanjang jalan jelek itu, sangat minim penerangan, serta jauh dari pusat kota.

Kondisi rumahnya masih sangat jauh dari kata layak dan sehat. Tidak ada listrik, tidak ada tempat untuk mandi, mencuci, atau buang air.

Untuk keperluan mandi dan mencuci, Nadia hanya mengandalkan air yang menggenangi kubangan, atau sumur dangkal persis di samping rumahnya. Sedangkan untuk buang air, ada sebuah lubang yang ke ditutup karung.

Tak jarang jika turun hujan, rumahnya dipenuhi lumpur, lantaran air tanah yang berada di dataran lebih tinggi, mengalir dan masuk ke rumah Nadia.

Untuk saat ini, Nadia berharap ibunya pulang. Dia mendapat kabar ibunya menikah lagi di Madura, Jawa Timur, sementara ayah kandungnya di Padang, Sumatera Barat.

"Mamak (ibu) pulang, itu saja. Kami rindu karena tak pernah dihubungi," ucap Nadia.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya