Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) mencatat sebanyak 30.987,51 ton tanah terkontaminasi, oleh perusahaan pencari minyak dan gas bumi (migas) pada 2018.
Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Iwan Prasetya Adhi mengatakan, sepanjang 2018 ada 30.987,51 ton tanah yang terkontaminasi, akibat kegiatan pencarian migas yang dilakukan enam perusahaan atau kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS).
"Ini kelihatan perusahaan migas, tanah terkontaminasi 30.987 ton," kata Iwan, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Baca Juga
Advertisement
Iwan menuturkan, total biaya pengolahan tanah yang terkontaminasi yang dikeluarkan enam KKKS sebesar USD 2,8 juta. Tanah terkontaminasi disebabkan tumpahan, ceceran atau kebocoran limbah minyak bumi.
Enam perusahaan yang menyebabkan tanah terkontaminasi adalah Chevron Pacific Indonesia sebanyak 27.275 ton, ConocoPhillips Grisik 19 ton, PetroChina Internasiona Jabung 1.697 ton, Medco E&P Natuna 0,2 ton, Pertamina EP 1.992 ton, dan Exxon Mobil Cepu 3,31 ton.
Iwan mengungkan, kontaminasi tanah terbesar berada di blok migas yang dikelola Chevron yaitu Blok Rokan. Ini sebab lokasinya yang luas. Saat ini masalah tersebut sudah diserahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Ya karena luas saja. Persentase dari luas. Kalau itu gede ya gede juga walaupun presentasenya kecil. Karena wilayah luas, apalagi sudah dari zaman belanda," tutur dia.
Transisi Blok Rokan dari Chevron ke Pertamina Segera Dimulai
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) segera melakukan transisi pengolahan Blok Rokan, sebelum resmi mengelolanya mulai 9 Agustus 2021. Saat ini, pengelolaan Blok Rokan masih berada di tangan PT Chevron Pacific Indonesia.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, Pertamina segera menanamkan investasi ke Blok Rokan setelah ditandatanganinya kontrak kerja sama bagi hasil gross split.
"Segera setelah ditandatanginya kontrak, Insha Allah secepatnya. Pertamina juga sudah melaporkan sumur-sumur mana yang akan dibor di Blok Rokan," kata Arcandra dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, di Jakarta, Rbu 16 Januari 2019.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik Dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengungkapkan, sejak Desember 2018 Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bergerak cepat agar proses transisi berjalan dengan baik.
Kerjasama kelompok kerja dari SKK Migas, PT Pertamina (Persero) dan Chevron Pacific Indonesia pun telah dimulai.
Hal ini dilakukan untuk membahas persiapan alih kelola, yang secara intensif bekerja menganalisis aspek keteknikan, legal dan komersial untuk berupaya menjaga tingkat produksi Blok Rokan dapat dipertahankan dan di optimalkan, hingga nanti pengelolaan beralih ke Pertamina di tahun 2021.
"Belajar dari pengalaman transisi Blok Mahakam, pembahasan dan persiapan transisi Blok Rokan, dilakukan lebih awal, lebih intensif namun tetap efektif, sehingga diharapkan akan mempercepat proses transisi dengan hasil yang lebih baik," papar Agung.
Dengan dikelolanya Blok Rokan oleh Pertamina maka kontribusi produksi minyak BUMN tersebut meningkat menjadi 60 persen dari produksi minyak nasional.
Saat ini produksi miyak Rokan mencapai 207 ribu barel per hari atau setara dengan 26 persen produksi nasional.
Blok yang memiliki luas 6.220 kilometer ini memiliki 96 lapangan, dimana tiga lapangan berpotensi menghasilkan minyak sangat baik yaitu Duri, Minas dan Bekasap.
Tercatat, sejak beroperasi 1971 hingga 31 Desember 2017, total produksi di Blok Rokan mencapai 11,5 miliar barel minyak sejak awal operasi.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah melalui Kementerian ESDM memutuskan untuk memercayakan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina pada 31 Juli 2018.
Keputusan ini murni diambil atas dasar pertimbangan bisnis dan ekonomi setelah mengevaluasi pengajuan proposal Pertamina yang dinilai lebih baik dalam mengelola blok tersebut.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement