Menilik Hubungan Bilateral Indonesia - Suriah dari Kacamata Dubes Ziad Zaheredin

Berikut hubungan bilateral antara Indonesia dan Suriah dari pandangan Ziad Zaheredin, Kepala Perwakilan Suriah di Indonesia.

oleh Afra Augesti diperbarui 22 Jan 2019, 17:14 WIB
Kepala Perwakilan Suriah di Indonesia, Ziad Zaheredin, saat dijumpai di Kedutaan Besar Suriah di Jakarta, Selasa 22 Januari 2019. (Liputan6.com/Afra Augesti)

Liputan6.com, Jakarta - Pada 17 April tahun ini, Indonesia akan kembali menggelar pesta demokrasi. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, presiden, wakil presiden, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, akan dipilih pada hari yang sama dalam pemilihan umum 2019.

Peristiwa ini tak hanya menarik perhatian media internasional, tetapi juga para duta besar negara-negara sahabat yang ada di Tanah Air. Salah satunya adalah Suriah.

Kepala Perwakilan Suriah di Indonesia, Ziad Zaheredin, bercerita tentang pandangannya terhadap pilpres kali ini. Duta besar yang sudah tinggal selama dua tahun di Indonesia itu menyebut, Indonesia adalah negara yang aman, penduduknya beriman dan orangnya ramah-ramah.

"Saya merasa kagum ketika melihat debat presiden putaran pertama. Itu membuktikan bahwa Indonesia adalah negara yang berdemokrasi. Saya sering mengatakan dalam bahasa Arab, 'Indonesia maju'," ucap Ziad saat dijumpai di Kedutaan Besar Suriah, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Saat ditanya mengenai kedekatannya dengan dua kandidat presiden, Ziad menjawabnya dengan diplomatis. Melalui pemilu tahun ini, ia berharap Indonesia bisa semakin baik, maju dan tetap menjadi contoh bagi negara-negara lain.

"Saya sering bertemu dengan presiden (Joko Widodo). Saya juga telah mendengar soal visi dan misi dari calon yang lain, Prabowo. Tapi yang terpenting adalah mereka mewakili suara rakyat Indonesia," tegasnya.

Selain itu, Ziad pun mengungkapkan pendapatnya mengenai Pancasila. Dasar negara Republik Indonesia ini dikatakan oleh Ziad sebagai lambang negara yang "bernilai mahal" lantaran makna yang dikandung dalam kelima sila-nya.

"Menurut saya, Pancasila itu seharusnya bisa jadi pedoman internasional, karena isinya sangat lengkap dan nilainya pun mahal," pungkas Ziad.

Bilateral Indonesia dan Suriah di Bidang Ekonomi

Suriah belum benar-benar stabil dari perang. Pertempuran antara dua kubu, Israel dan Iran, masih terjadi. Namun, Ziad mengatakan bahwa Suriah sudah mulai "bersolek" sejak satu tahun lalu. Sejak ISIS diklaim telah ditaklukan dari negara konflik tersebut.

"Kami sudah melakukan renovasi besar-besaran dalam satu tahun terakhir, membuat mekanisme dan peraturan-peraturan tertentu, sehingga para investor luar negeri mau membuka bisnisnya di Suriah," papar Ziad.

Selain itu, sudah banyak pameran-pameran yang diselenggarakan, yang memperkenalkan produk-produk Suriah untuk menarik investor asing. Banyak juga proyek-proyek pembangunan yang dipromosikan oleh pemerintah.

Ini semua adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Suriah sekarang, Bashar al-Assad, agar pebisnis internasional mau menanamkan modalnya di Suriah yang baru terkena dampak perang.

Selama pertempuran 8 tahun trakhir, Suriah sempat mengalami kesulitan di sektor ekonomi. Begitu pula di sektor pariwisata.

"Sebelum perang, Suriah punya segalanya. Semua serba berkecukupan. Tetapi pemerintah sudah mengerahkan seluruh usaha untuk mengembalikan Suriah seperti sedia kala," ucap Ziad.

Dahulu, Hafez al-Assad, presiden Suriah yang menjabat sejak 22 Februari 1971 hingga 10 Juni 2000, pernah ditanya soal pemasukan negara oleh Tien Soeharto, yang kala itu berkunjung ke Suriah bersama Soeharto pada Oktober 1977.

"Namun, dulu kami menegaskan, bahkan sekarang pun, bahwa ekonomi Suriah tetap stabil dan kuat, meski berjalan sedikit agak lamban," Ziad menuturkan.

Sedangkan untuk hubungan bilateral antara Suriah dengan Indonesia, Ziad tidak bisa menyebut jumlah pasti angkanya atau datanya. Tetapi menurut Ziad, produk potensial yang diekspor Indonesia ke Suriah antara lain ban mobil, teh, kopi, hingga minyak kelapa sawit.

Sementara itu, para pengusaha asal Suriah, yang tergabung dalam Arrasyid for Industry and Trade Group, telah menggandeng KBRI Kairo untuk menjajaki rencana membangun pabrik dan berbisnis di Indonesia.

Para pebisnis itu menunjukkan ketertarikan berinvestasi di Indonesia saat bertemu dengan Duta Besar RI untuk Mesir, Helmy Fauzi, di Kairo, Mesir. Demikian keterangan tertulis dari KBRI Kairo yang diterima di Jakarta, Selasa, 15 Januari 2019.

 

 

 

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya