Liputan6.com, Caracas - Gagalnya upaya kudeta oleh sekelompok kecil militer memicu kerusuhan meluas di kalangan masyarakat Venezuela, yang telah dilanda krisis akut sejak lebih dari tiga tahun silam.
Pada Senin 21 Januari 2019 pagi, sebanyak 27 orang anggota tentara nasional ditangkap setelah diduga berusaha melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Nicolas Maduro.
Beberapa jam kemudian, kerusuhan dengan kekerasan mengguncang kawasan hunian kelas pekerja di Caracas, yang pernah menjadi basis pendukung Maduro.
Dikutip dari The Guardian pada Rabu (23/1/2019), penduduk setempat meluapkan kemarahan atas naiknya harga kebutuhan pokok dan upah rendah.
Baca Juga
Advertisement
Mereka memblokade jalan dan membakar ban, sementara di saat bersamaan, pasukan keamanan Venezuela berusaha membubarkan demonstran dengan gas air mata.
"Situasi ini tidak tertahankan," Eduardo Solano, seorang ahli komputer muda yang turun ke jalan di distrik Diego Lozada, mengatakan.
"Tidak peduli apakah Anda mendapatkan (mata uang) bolivar atau dolar, (pendapatan) itu tidak cukup," lanjutnya kecewa.
Solano dan pengunjuk rasa lainnya membubarkan diri sekitar Senin tengah malam, ketika gerombolan bersenjata yang setia kepada pemerintah --dikenal sebagai colectivos-- tiba dan melepaskan tembakan ke udara.
Aksi Protes Berlanjut
Pada Selasa 22 Januari pagi, wilayah tersebut dipenuhi puing-puing, dan beberapa ruas jalan hangus oleh titik-titik pembakaran ban.
Belum sempat dibersihkan, kerumunan orang --didominasi anak muda-- kembali datang melakukan unjuk rasa, namun tidak seanarkis sehari sebelumnya.
Meski begitu, polisi setempat mengatakan bahwa ada beberapa demonstran yang melemparkan batu, dan hanya satu titik bakar ban yang terjadi.
Aksi protes yang melanda ibu kota Caracas pada hari Senin, kemungkinan akan membuat Maduro sakit kepala karena terjadi di lingkungan miskin, yang dulu loyal kepada rezimnya.
Situasi pada awal pekan ini mengejutkan para analis, yang menganggap oposisi terlalu terbelah, dan Venezuela terpecah pada banyak garis kelas, sehingga sulit membawa perubahan.
"Protes ini luar biasa. Fakta bahwa para pengunjuk rasa datang dari berbagai kelas, menunjukka satu hal: rakyat sudah muak dengan keberadaan Maduro di pemerintahan Venezuela," kata Geoff Ramsey, asisten direktur urusan Venezuela pada lembaga Washington Office for Latin America.
Simak video pilihan berikut:
Pengabaian Nicolas Maduro
Venezuela yang kaya minyak terperosok dalam kekacauan ekonomi dan politik, di mana hiperinflasi menjadikan mata uang bolivar praktis tidak berharga.
Kekurangan makanan pokok dan obat-obatan dasar merajalela, sementara aksi kejahatan meluas. lebih dari 3 juta orang Venezuela telah melarikan diri, menyebabkan kekhawatiran di seluruh Amerika Latin.
Maduro, yang mengambil alih kekuasaan ketika mentornya, Hugo Chavez meninggal pada 2013, telah lama menolak seruan untuk mundur.
Dia mengesampingkan kepemimpinan suara oposisi di majelis nasional pada 2017, yang mendesak penggantian dirinya melalui referendum konstituen, yang dituduhnya sebagai pemilihan penuh penipuan.
Ketika demonstrasi meletus tahun itu, ia mengerahkan kekuatan tentara nasional, yang menewaskan sedikitnya 120 orang dan melukai ratusan lainnya.
Meskipun krisis telah terjadi selama hampir satu dekade lamanya, namun kondisinya semakin parah di kala Maduro memimpin. Kini, dia kembali menjabat sebagai presiden, setelah menang dalam pemilu yang menuai kritik luas.
Sementara itu, Juan Guaido, pemimpin majelis nasional yang dikuasai oposisi, menyatakan dirinya siap untuk memangku jabatan presiden sampai pemilihan umum yang terbuka dapat diselenggarakan.
Guaido menyatakan dukungan untuk mereka yang memprotes. "Kita semua berada di sini di kapal yang sama: tanpa listrik, tanpa air, tanpa obat-obatan, tanpa gas, dan dengan masa depan yang tidak pasti," tulisnya dalam salah satu unggahan di Twitter.
"Kita semua tenggelam dalam krisis ini, kecuali perampas," tambahnya, merujuk pada Maduro.
Advertisement