Liputan6.com, Jakarta - Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir ramai diperbincangkan lantaran disebut menolak menandatangani dokumen taat Pancasila dan setia kepada NKRI. Padahal, surat semacam itu pun belum pernah datang.
"Satu hal yang perlu kami tegaskan, sampai hari ini ustaz Abu itu belum pernah diberi surat meminta tandatangan setia kepada NKRI, taat pada Pancasila, itu belum ada sampai sekarang," tutur anak Baasyir, Abdul Rohim Baasyir dalam keterangannya, Rabu (23/1/2019).
Advertisement
Menurut Rohim, hanya surat berisikan untuk taat kepada hukum dan tidak lagi mengulangi tindak pidana yang diminta untuk ditandatangani Abu Bakar Baasyir. Dokumen tersebut biasa diberikan pihak lapas kepada setiap narapidana yang akan bebas.
"Ketika membaca surat itu, ustaz Abu Bakar Baasyir merasa bahwasannya kalau bahasa ini hanya taat hukum dan tidak melanggar hukum begitu saja ini kurang, karena hukum di negara ini masih ada yang tidak taat sama syariat Allah," jelas dia.
Keyakinan Abu Bakar Baasyir, tidak taat dengan hukum Islam artinya melanggar akidah agamanya yang mewajibkan seorang muslim taat hanya kepada allah dan hukum Islam.
"Maka beliau mengusulkan supaya di dalam surat itu, kata-kata taat hukum itu ditambah dengan yang tidak bertentangan dengan Islam. Jadi setiap ada kata taat hukum di situ ditambahkan yang tidak bertentangan dengan hukum atau agama Islam," Rohim menandaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Syarat Mutlak
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan, terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir harus memenuhi sejumlah persyaratan sebelum dibebaskan dari penjara Gunung Sindur Bogor, Jawa Barat. Di antaranya syarat menandatangani ikrar setia kepada NKRI dan Pancasila.
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 84 huruf d ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 3 Tahun 2018. Pasal tersebut berbunyi: “Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi narapidana warga negara Indonesia.”
"Itu persyaratan yang tidak boleh dinegosiasikan," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (22/1).
Mantan Panglima TNI ini membantah tudingan bahwa pembebasan Abu Bakar Baasyir terkait Pilpres 2019. Pada 2017 lalu, keluarga Abu Bakar Ba'asyir mengajukan permintaan pembebasan kepada Jokowi, namun ditolak.
Baru jelang Pilpres 2019, Jokowi berencana mengabulkan permintaan itu dengan catatan Abu Bakar Ba'asyir harus memenuhi persyaratan tertentu.
"Nggak ada hubungan (dengan elektabilitas di Pilpres). Nggak ada sama sekali," tegas dia.
Moeldoko menjelaskan, Jokowi berencana membebaskan Abu Bakar Baasyir karena pertimbangan kemanusiaan. Selain itu, Abu Bakar Baasyir disebut sudah menjalani dua pertiga masa hukuman.
Advertisement