Liputan6.com, New York - Harga minyak berjangka melemah. Tekanan terhadap harga minyak didorong pelaku pasar melihat kemungkinan Amerika Serikat (AS) memberi sanksi terhadap Venezuela sehingga dapat sebabkan pasar lebih ketat.
Pemerintahan Trump menyatakan, perusahaan-perusahaan energi AS dapat memberlakukan sanksi minyak terhadap Venezuela pada pekan ini. Hal ini jika situasi politik di Venezuela memburuk lebih lanjut. Hal itu berdasarkan laporan Reuters.
Presiden AS Donald Trump mengakui Juan Guaido sebagai presiden sementara Venezuela. Sedangkan Nicolas Maduro dianggap tidak sah. Langkah tersebut memungkinkan AS menahan dukungan seperti memblokir pinjaman AS.
Baca Juga
Advertisement
Analis Senior Price Futures, Phil Flynn menuturkan, hal tersebut berpotensi memungkinkan AS memberikan sanksi kepada negara yang melakukan bisnis dengan Maduro. AS mengimpor sekitar 17,7 juta barel minyak mentah dari Venezuela, menurut data the Energy Information Administration (EIA). Demikian mengutip laman Marketwatch, Kamis (24/1/2019).
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret melemah 39 sen atau 0,7 persen menjadi USD 52,62 per barel. Harga minyak sempat berada di level terendah USD 51,86 di New York Mercantile Exchange.
Selain itu, harga minyak Brent terpangkas 36 sen atau 0,6 persen menjadi USD 61,14 di ICE Futures Europe.
Pada perdagangan Rabu, harga minyak berjangka telah turun tajam menyusul laporan Uni Eropa akan segera meluncurkan mekanisme yang memungkinkan perusahaan untuk melewati sanksi AS dan berdagang dengan Iran.
Selanjutnya
Uni Eropa diperkirakan merilis mekanisme yang akan memfasilitasi perdagangan nondolar AS dengan Iran. Hal itu untuk hindari sanksi AS.
"Peluncuran mekanisme ini akan memungkinkan Uni Eropa untuk hindari sanksi AS, tapi itu mungkin diimbangi oleh laporan, pemerintahan Trump mengatakan kepada perusahaan-perusahaan energi harus bersiap-siap untuk sanksi terhadap Venezuela," kata Flynn.
Pada perdagangan Selasa kemarin waktu setempat, harga minyak dapat tekanan usai peringatan pertumbuhan global 2019 dari Dana Moneter Internasinal (IMF) dan data ekonomi China yang melemah. Hal itu memberikan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global dan permintaan energi.
Namun, harga minyak mendapatkan dukungan usai EIA meramal kenaikan produksi 62 ribu barel pada Februari dari bulan sebelumnya menjadi 8.179.000 barel per hari. Kenaikan produksi dapat terjadi lebih dari dua kali lipat pada Januari-Desember.
Sementara itu, analis yang disurvei S&P Global Platts memperkirakan EIA melaporkan penurunan 600.000 barel dalam stok minyak mentah untuk pekan yang berakhir 18 Januari. Ini seiring peningkatan pasokan 2,9 juta barel untuk bensin dan 900 ribu barel untuk penyulingan.
Harga minyak telah naik sekitar 20 persen sejak mencapai posisi terendah tahunan pada minggu terakhir Desember. Sebagian besar didorong kenaikan bursa saham global.
Pengurangan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya juga menjadi sentimen untuk pergerakan pasar. OPEC dan Rusia sepakat menahan produksi minyak mentah 1,2 juta barel per hari hingga semester I 2019. Hal itu dilakukan untuk membatasi kelebihan pasokan dan meingkatkan harga.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement