Liputan6.com, Jakarta “Aku sih setuju sekali dengan adanya Sertifikat Layak Kawin. Ya, karena kita jadi tahu risiko penyakit apa saja yang bisa terjadi. Dan tentunya bisa meminimalisir bersama ketika memang ada penyakit. Terutama mungkin juga penyakit menular seksual.”
Itulah tanggapan dari Bimo, yang tinggal di Kemayoran, Jakarta Pusat. Pria lajang yang berusia 25 tahun ini menilai betapa penting Sertifikat Layak Kawin sebelum mengarungi rumah tangga. Perlu ada kejujuran antarcalon pasangan, salah satunya terkait kesehatan, baik kesehatan secara umum maupun kesehatan reproduksi.
Baca Juga
Advertisement
“Jangan sampai setelah menikah nanti, malah menjadi tempat penyebaran Infeksi Menular Seksual (IMS). Kenapa mikir ribet buat ngurus Sertifikat Layak Kawin? Walaupun belum pernah (ngurus), tapi aku pikir, itu perlu banget (diurus). Daripada nanti kita terlambat mengobati,” ujar Bimo melalui pesan singkat kepada Health Liputan6.com, Kamis, 24 Januari 2019.
Senada dengan Bimo, Indri yang tinggal di bilangan Jakarta Pusat juga setuju dengan adanya Sertifikat Layak Kawin. Meski baru pertama kali mendengar Sertifikat Layak Kawin, ia menanggapi, kelengkapan berkas-berkas menikah dengan Sertifikat Layak Kawin tidaklah masalah.
“Sertifikat Layak Kawin ya aku baru dengar. Tapi agak mubazir karena sudah ada surat nikah dan (kebijakan sertifikat) baru diterapkan. Untuk calon pengantin mungkin oke-oke aja. Sebatas tidak membayar lebih dan tidak ribet (mengurus sertifikatnya),” ujar wanita berusia 27 tahun yang sudah siap untuk menikah.
Simak video menarik berikut ini:
Untuk melaksanakan fungsi reproduksi
Aturan mengenai Sertifikat Layak Kawin ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 185 Tahun 2017 tentang Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan bagi Calon Pengantin. Pasal 9 ayat 1 Pergub itu berbunyi:
"Setiap calon pengantin yang akan melangsungkan perkawinan, yang pencatatannya di Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil, dapat memeriksakan kesehatannya secara sukarela di fasilitas layanan kesehatan yang ditunjuk baik di Puskesmas, Laboratorium ataupun Rumah Sakit baik milik pemerintah maupun swasta.”
Wakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Khafifah Any menyampaikan, pemeriksaan kesehatan di puskesmas tidak dipungut biaya. Warga DKI Jakarta yang ingin menikah cukup membawa surat pengantar dari kelurahan untuk memeriksakan kesehatan di puskesmas.
Tidak perlu cemas terkait berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan Sertifikat Layak Kawin. Ini karena pemeriksaannya gratis. Pemeriksaan kesehatan diantaranya tes darah rutin, hemoglobin, leukosit, HIV (Human Imunodeficiency Virus), dan Hepatitis. Seluruh tes kesehatan dilakukan di laboratorium. Hasil laboratorium akan diserahkan kepada pihak puskesmas. Kemudian, puskesmas akan mengeluarkan Sertifikat Layak Kawin.
Lewat pesan singkat kepada Health Liputan6.com, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN), Dwi Listyawardani menanggapi adanya Sertifikat Layak Kawin. Ia mengapresiasi kehadiran sertifikat tersebut.
“Menurut saya perlu (Sertifikat Layak Kawin). Agar catin (calon pengantin) paham tentang kondisi kesehatannya, terutama untuk melaksanakan fungsi reproduksi nanti,” ungkap Dani, sapaan akrabnya.
Advertisement
Persiapan sebelum punya anak
Tak dimungkiri, perasaan cemas atau takut untuk memeriksakan kesehatan demi mendapatkan Sertifikat Layak Kawin bisa dialami calon pengantin. Namun, calon pengantin sebaiknya tidak perlu cemas.
“Orang yang cemas itu berarti kurang jujur terhadap dirinya sendiri maupun calon pasangannya dalam hal kesehatan. Padahal sikap jujur ini (terkait kesehatan), sangat penting untuk mengarungi biduk rumah tangga,” Dani melanjutkan.
Terkait perasaan cemas, Bimo merespons, rasa takut dan cemas bisa terjadi bila hasilnya ditemukan penyakit mengerikan, misal HIV/AIDS. Apalagi buat calon pengantin yang sebelumnya tidak rutin memeriksakan kesehatan.
“Tapi toh dengan memeriksakan, kita jadi lebih tahu (soal kemungkinan ada penyakit). Bisa jadi lebih tenang untuk mengatasinya,” ujar Bimo.
Kalau diwajibkan periksa kesehatan untuk memeroleh Sertifikat Layak Kawin, tambah Indri, malah bagus. Tapi tidak semua calon pengantin punya alokasi dana untuk cek kesehatan (hanya gratis untuk warga ber-KTP DKI Jakarta).
“Lebih bagus kalau (Sertifikat Layak Kawin) ini masuk jadi bagian program pemerintah (pusat) dan ditanggung BPJS Kesehatan, misalnya. Pencegahan juga bisa dilakukan kalau ada calon pengantin anemia atau kurang asupan vitamin sebelum persiapan punya anak,” jelas Indri.
Skrining kesehatan
Any menjelaskan, kebijakan Sertifikat Layak Kawin untuk antisipasi warga dari penyakit sebelum menikah. Hal ini bertujuan melahirkan generasi dan keturunan yang sehat. Walaupun ada kendala, pandangan masyarakat yang berpikir, sertifikat ini belum dianggap penting.
“Ini kan skrining kesehatan. Buat ke depannya hasilkan generasi yang sehat. Kalau ada penyakit ya bisa diintervensi. Apalagi persiapan juga buat program hamil nanti sampai punya anak,” jelasnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menekankan, Sertifikat Layak Kawin memang untuk skrining kesehatan calon pengantin. Meski baru setahun diterapkan resmi pada tahun 2018, respons masyarakat cukup bagus.
“Data kami menunjukkan, untuk hasil perhitungan di tahun pertama (diterapkan), sudah 66 persen calon pengantin yang sudah melaksanakan kebijakan tersebut,” ungkap Widyastuti kepada Health Liputan6.com.
Dalam peraturan tersebut, salah satu atau kedua calon pengantin yang ber-KTP DKI Jakarta bisa mendapatkan Sertifikat Layak Kawin. Pemeriksaan kesehatan tak butuh waktu lama. Cukup sehari dan menunggu sertifikat dikeluarkan sekitar dua hari. Kemudian Sertifikat Layak Kawin dapat dijadikan pelengkap berkas mengurus surat nikah ke Kantor Urusan Agama (KUA) maupun catatan sipil.
Di sisi lain, meski tidak ada kebijakan Sertifikat Layak Kawin, cek kesehatan juga perlu dilakukan sebelum menikah.
“Iya, kalau pribadi butuh periksa kesehatan sebelum nikah. Buat jaga-jaga (kalau ada penyakit apa),” ujar Indri.
Bimo ikut berkomentar, “Iya, dong jelas (tetap cek kesehatan). Sekarang, ibaratnya orang mau mengemudi aja, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Masa mau membangun keluarga dalam jangka waktu yang lebih lama, kita enggak mau memeriksakan hal itu (kesehatan).”
Advertisement