Liputan6.com, Beijing - Perempuan China itu terlihat tegar meski duduk di kursi pesakitan. Sikapnya galak, nyalinya tak lantas ciut menghadapi ratusan pasang mata yang tak ramah menatapnya.
"Aku adalah 'anjing' Ketua Mao. Aku akan menggigit siapapun yang ia perintahkan," kata dia dengan suara lantang di muka pengadilan, demikian dikutip dari situs The New York Times, Kamis (24/1/2019).
Nama aslinya adalah Jiang Qing. Putri dari seorang tukang kayu dan selirnya. Sejak kecil ia hidup melarat, perutnya nyaris selalu lapar.
Beranjak dewasa, Jian Qing menjelma menjadi gadis cantik. Kemampuannya main sandiwara membuatnya jadi artis opera terkenal. Dan, segala gosip skandal percintaannya membuat perempuan kelahiran 1914 ini makin tenar.
Baca Juga
Advertisement
Suatu ketika, ia bertemu Mao Zedong, pria yang usianya dua kali lipat darinya. Pesonanya melumpuhkan hati Ketua Mao. Jiang Qing kemudian jadi istri keempat founding father atau pendiri Republik Rakyat China itu.
Hubungan keduanya jadi sasaran kritik. Sebab demi menikahi Jian Qing, Mao harus menceraikan istri ketiganya Ho Zizhen, veteran Ch'ang Cheng atau Long March yang menempuh jarak 9.600 kilometer di tengah perang saudara antara kubu nasionalis dan komunis pada 1927. Perempuan yang harum namanya itu dipegat saat terbaring sakit di rumah sakit Moskow.
Partai Komunis tak memberikan restu, tapi Mao bersikeras. Pernikahan akhirnya terjadi pada 1939, dengan syarat, Jian Qing harus menjauh dari politik. Ia patuh, tapi kepatuhan itu tak abadi.
Awalnya, Jiang tak muncul ke publik. Sosoknya hanya terlihat saat mendampingi Mao menjamu tamu negara atau duduk di samping sang suami dalam sejumlah acara budaya.
Pada 1960-an, Jiang Qing yang kemudian dikenal sebagai Madam Mao mulai menunjukkan tajinya. Ia secara terbuka mengkritik opera China tradisional dan pengaruh borjuis dalam seni dan sastra Tiongkok.
Pada 1966, Mao mengangkatnya menjadi deputi pertama Revolusi Kebudayaan (Cultural Revolution). Dengan posisinya itu, Madam Mao punya kekuasaan tak terbatas atas kehidupan intelektual dan budaya Tiongkok.
Revolusi Kebudayaan adalah upaya Mao merevolusi masyarakat Tiongkok, dan Jiang Qing terbukti mahir memanipulasi media dan kaum radikal muda yang dikenal sebagai Pengawal Merah (Red Guards). Pidatonya yang berapi-api disambut sorakan para demonstran yang kebanyakan adalah kaum muda.
Madam Mao menjadi perempuan paling berpengaruh di China, bahkan dunia. Setidaknya, keputusannya memengaruhi kehidupan ratusan juta orang di negerinya.
Ia punya slogan yang terdiri atas empat kata, "Serang [dengan] Kata-Kata, Pertahankan [dengan] Senjata."
Dan Revolusi Kebudayaan belakangan lebih dikenal dengan teror dan upaya pembersihan di mana puluhan ribu orang terbunuh dan jutaan lainnya menderita sekaligus terhina.
Demonstrasi massa marak digelar di mana mereka yang dianggap 'musuh-musuh revolusi' secara fisik dihina dan dilecehkan.
Madam Mao adalah salah satu anggota Kelompok Empat (Gang of Four) -- julukan yang diberikan kepada fraksi politik Partai Komunis Tiongkok paling berpengaruh kala itu. Tiga lainnya adalah Zhang Chunqiao, Yao Wenyuan, dan Wang Hongwen.
Kelompok Empat secara efektif mengatur kekuasaan di Partai Komunis Tiongkok pada akhir masa Revolusi Kebudayaan. Kedekatan yang amat sangat dengan Mao memungkinkan mereka untuk berbicara --juga memerintah-- atas namanya.
Namun, sekuat apapun, kekuasan manusia ada batasnya.
Seperti dikutip dari History.com, pada akhir 1960-an, Revolusi Kebudayaan memudar, begitu pula dengan eksistensi Madam Mao. Peruntungan Jiang Qing ikut lenyap bersama kematian Mao Zedong pada 1976. Ia bahkan jadi pesakitan.
Sepanjang persidangan, yang dimulai pada 2 November 1980, Madam Mao bergeming. Ia bersikeras tak bersalah. Jian Qing bahkan mengecam para jaksa dan 35 hakim sebagai 'revisionis' yang telah berpaling dari kebijakan Mao.
Madam Mao mengklaim, ia bertindak sesuai dengan keinginan Mao, suaminya.
"Aku adalah istri Ketua Mao selama 38 tahun. Tak ada yang memahaminya lebih baik dari aku," kata dia. Para pengunjung sidang tertawa mendengar pernyataannya. Dan Madam Mao melanjutkan perkataannya, "Dimana kalian saat itu?"
Dan, pada 25 Januari 1981, hukuman mati dijatuhkan untuk Madam Mao. Sesaat setelah vonis dibacakan, ia diseret dari ruang sidang. Meronta sejadinya, menurut The Associated Press, Jiang Qing menyerukan penggulingan Deng Xiaoping, pemimpin tertinggi China kala itu.
"Memberontak adalah hak!," teriak dia. "Memicu revolusi bukanlah kejahatan."
Saksikan video pilihan berikut ini:
Bunuh Diri
Madam Mao, tiga anggota lain yang disebut Kelompok Empat, dan enam pemimpin politik dan militer lainnya didakwa dengan 48 pelanggaran, termasuk merencanakan pemberontakan bersenjata di Shanghai, berusaha membunuh Mao Zedong, dan menganiaya sekitar 700.000 pemimpin politik dan anggota partai.
Madam Mao juga didakwa memimpin gerakan yang menewaskan 34.274 orang termasuk orang nomor dua Mao, Liu Shaoqi.
Pada 1967, ia bahkan memimpin persekusi terhadap istri Liu, Wang Guangmei. Jiang menyeret Wang di depan jutaan orang di Tsinghua University, menuduhnya menggunakan kalung dan pakaian yang non-komunis saat menyambut kunjungan kenegaraan Presiden RI Sukarno empat tahun sebelumnya.
Wang dipermalukan. Ia dipaksa mengenakan gaun, topi lebar, sepatu hak tinggi, dan kalung yang disusun dari bola ping pong.
Berdasarkan vonis, Madam Mao divonis mati, dengan penundaan eksekusi selama dua tahun.
Namun, eksekusi mati tak pernah dilakukan -- untuk menangkis kritik dari kaum kiri yang masih menduduki posisi otoritas dan yang mendukung kebijakan yang diprakarsai oleh Ketua Mao.
Pada 24 Januari 1983, dua tahun setelah putusan, pemerintah China mengurangi hukumannya, dari vonis mati menjadi seumur hidup. Demi penghormatan pada Ketua Mao, dia tidak dikirim ke penjara yang dingin, tetapi jadi tahanan rumah dalam keadaan yang cukup nyaman.
Hidup Jiang Qing atau Madam Mao berakhir pada Mei 1991. Ia ditemukan bunuh diri di usia 77 tahun.
Jiang Qing, diketahui menderita kanker tenggorokan. Informasi versi pemerintah, ia mungkin ingin memperpendek penderitaannya.
Advertisement