Mengurai Jalan Buntu Penyaluran Beras di Jawa Tengah

Pemdes bakal bekerjasama dengan bulog untuk menjadi menyalurkan beras dengan menggunakan BUMDES

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 26 Jan 2019, 08:00 WIB
Pedagang beras di pasar tradisional Cinangsi Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Langkah Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk menggandeng pemerintah desa di Jawa Tengah dalam program Ketersediaan Pasokan dan Stabilitas Harga (KPSH) yang dirancang sejak November 2018 lalu hingga kini tak kunjung terealisasi.

Rencananya, Bulog Jawa Tengah bakal menyalurkan beras dan bahan pokok lain langsung ke perdesaan untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok, terutama beras. Langkah itu untuk memotong rantai distribusi yang dianggap sebagai biang tingginya harga kebutuhan pokok.

Kerjasama dengan pemerintah desa menjamin beras dan kebutuhan pokok lain hanya melewati satu pengecer, tanpa agen atau distributor. Beras dan bahan pokok lainnya itu langsung dikirimkan dari gudang Bulog.

Saat itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bahkan sempat mengundang 700 kepala desa di Jawa Tengah untuk menyaksikan penandatanganan Master of Understanding (MoU) Bulog dengan Gubernur Jawa Tengah soal program KPSH.

Secara teknis, Pemdes bakal bekerjasama dengan bulog untuk menyalurkan beras dengan menggunakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) maupun pihak lain yang ditunjuk pemdes.

"Nanti tujuannya, kita kerjasama dengan kades-kades, mereka kan ada BUMDES, dan semacamnya lah ya. Kita nanti kerjasama, terutama untuk beras medium," kata Kepala Bulog Sub-Divisi Regional (Subdivre) IV Banyumas, Sony Supriyadi kepada Liputan6.com.

Selain beras, Bulog juga menyediakan gula pasir yang bisa disalurkan lewat BUMDES tersebut. Tak tertutup pula kemungkinan untuk menyalurkan daging atau minyak goreng saat ada program stabilisasi komoditas ini.

Akan tetapi, dua bulan berselang paskapenandatanganan MoU tersebut, kerjasama Bulog dan pemdes yang digadang-gadang bisa menjadi solusi lancarnya pasokan hingga tingkat konsumen yang berimbas pada stabilitas harga beras tak kunjung terealisasi.


Gelontoran 2.000 Ton Beras Medium Bulog di Banyumas

Beras Bulog. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Sony mengemukakan, salah satu yang mengganjal kerjasama ini adalah soal harga. Bulog dan Pemdes di Jawa Tengah belum bersepakat soal harga beras yang akan disalurkan.

Faktor kedua, pemdes lebih banyak membutuhkan beras premium. Sebaliknya, stok gudang Bulog kebanyakan adalah beras medium.

"Belum jalan. Kemarin saya juga sudah menghubungi paguyuban kepala desanya," dia menerangkan, Kamis, 24 Januari 2019.

Meski begitu, Sony mengklaim, tak jalannya kerjasama dengan Pemdes tak mengganggu pasokan beras bulog ke pasaran umum. Sebab, bulog memiliki mitra, mulai pedagang pasar hingga rumah pangan kita (RPK) yang tersebar di seluruh kabupaten.

Pada Januari 2018 ini, misalnya, Bulog telah menggelontorkan 2.000 ton beras medium ke empat kabupaten wilayah eks-karesidenan Banyumas. Gelontoran beras ini dilakukan untuk mengantisipasi menurunnya pasokan yang bisa berimbas pada naiknya harga beras.

Beras langsung didistribusikan ke pasar-pasar tradisional dan mitra Bulog di empat kabupaten, meliputi Kabupaten Banyumas, Cilacap, Banjarnegara dan Purbalingga.

"Pasokan untuk stabiliasi harga kita masih jalan, Mas. Ya kita ke Pasar Ajibarang Pasar Wage, pasar-pasar di Cilacap, kita jalan terus. Ke mitra-mitra, RPK, kita juga masih jalan," dia menjelaskan.

Bulog menjual harga beras ke pedagang dengan harga Rp 8.500 – Rp 9.000 di tingkat pedagang. Pedagang, mengecerkan beras medium di kisaran Rp 9.700 - Rp 9.800 per kilogram. Adapun beras premium diecerkan dengan harga Rp 11 ribu – Rp 12 ribu per kilogram.

Dia mengklaim, harga beras di Banyumas tetap stabil, meski terhitung tinggi. Dia memperkirakan harga beras akan tetap stabil hingga panen raya berikutnya, yang diperkirakan tiba pada pada Maret 2019.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya