Film Indonesia Berkembang, Polemik UU Perfilman Masih Menghantui

Sineas Firman Bintang menyebut bahwa ada indikasi penyanderaan UU Perfilman selama 10 tahun.

oleh Ruly Riantrisnanto diperbarui 26 Jan 2019, 06:00 WIB
Bioskop Indonesia. (Bola.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Dunia perfilman Indonesia bisa dibilang sedang mengalami perkembangan pesat dalam hal kualitas dan jumlah penonton. Begitu juga film Hollywood. Namun di balik itu semua, ternyata ada beberapa polemik yang masih melanda film Indonesia maupun film impor di Tanah Air.

Hal ini disebutkan oleh mantan Ketua Umum Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI), Firman Bintang. Melalui sebuah keterangan tertulisnya, ia menyebut terdapat indikasi kuat mengenai 'penyanderaan' Undang-undang No 33/2009 tentang perfilman, termasuk film Indonesia.

Ia menyebut bahwa sejak diundangkan 10 tahun lalu, undang-undang tersebut belum memiliki peraturan pelaksanaan (PP).

Alhasil, banyak persoalan yang menjerat sebagian besar pelaku industri perfilman di Indonesia. Utamanya terkait tata edar film serta data penonton, termasuk juga film impor. 


Tata Edar

Pelaku film Firman Bintang. (Istimewa)

Khusus film Indonesia, salah satu permasalahan yang belum terselesaikan adalah soal tata edar. 

"Aturan jelas yang mengacu UU No 33/2009, terutama tentang tata edar, sampai saat ini belum dan tidak ada. Berkali-kali dibuat, tapi selalu gagal, karena ada pihak yang keberatan," kata Firman dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (24/1/2019).


Ditentukan oleh Eksebitor

Makan popcorn saat nonton bioskop

Alhasil, keputusan mengenai tata edar, seperti jumlah layar dan daerah pemutaran, berada di pihak eksebitor, atau jaringan bioskop. "Semua ditentukan eksebitor," ujar Firman Bintang.

Mantan anggota Badan Sensor Film (LSF) itu menyatakan, persoalan ini harus diketahui masyarakat serta para sineas baru.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya