Serangan Bom Guncang Perbatasan Myanmar, 3 Orang Terluka Parah

Serangan bom menyasar pos polisi perbatasan Myanmar, menyebabkan tiga orang terluka parah.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 25 Jan 2019, 16:28 WIB
Petugas polisi Myanmar di perbatasan dengan Bangladesh (AFP Photo)

Liputan6.com, Napyidaw - Sebuah kelompok bersenjata tak dikenal melontarkan empat unit peledak dan melepaskan beberapa tembakan ke pos polisi perbatasan Myanmar di negara bagian Rakhine utara, Kamis 24 Januari 2019 pagi, lapor media pemerintah.

Dua petugas polisi dan satu insinyur militer terluka dalam serangan bom itu, demikian sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Jumat (25/1/2019). Mereka mengalami luka robek di kaki dan sebagian kecil pada tubuh bagian atas. 

Sebagaimana diketahui, kekerasan kerap menimpa wilayah perbatasan Myanmar-Bangladesh selama beberapa tahun terakhir.

Pada 2017, militer Myanmar membunuh ribuan muslim Rohingya dan menelantarkan lebih dari 700.000 orang, sebagai tanggapan atas serangan terhadap pos-pos polisi oleh Pasukan Pembebasan Arakan Rohingya (ARSA).

Sementara, pada bulan ini, bentrokan meletus antara militer dan Tentara Arakan, kelompok pemberontak Buddha Rakhine, yang menggusur sekitar 6.000 warga sipil.

Serangan hari Kamis ini dilaporkan diluncurkan dari dalam wilayah Bangladesh, dan para penyerang belum diidentifikasi secara resmi.

Seorang otoritas lokal mengatakan kepada surat kabar The Irrawaddy bahwa para penyerang diidentifikasi oleh polisi sebagai anggota ARSA. Tetapi, beberapa ahli mengatakan serangan itu tidak menunjukkan perilaku khas kelompok terkait.

Richard Horsey, seorang konsultan untuk International Crisis Group menulis di Twitter: "Saya meragukan klaim bahwa ARSA memiliki artileri atau senjata berat lainnya. Mereka hanya menggunakan senapan serbu dan (alat peledak improvisasi) hingga saat ini. Saya menduga kesalahan pelaporan, tetapi jika dikonfirmasi, ini merupakan perkembangan yang signifikan."

Pihak berwenang Myanmar memicu kebingungan tentang situasi keamanan di negara bagian Rakhine, yang menghubungkan serangan 16 Januari terhadap pos polisi dengan Tentara Arakan, sebelum kemudian menyalahkan ARSA.

Pemerintah Myanmar memanggil duta besar Bangladesh pada hari Kamis dan meminta agar negara itu berperan untuk mencegah wilayahnya digunakan untuk "terorisme".

 

Siak video pilihan berikut: 

 


Bersumpah Tumpas Pemberontak Rakhine

Ilustrasi bendera Myanmar (AFP Photo)

Sementara itu, beberapa waktu lalu, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mengadakan pertemuan langka dengan para pejabat militer, guna membahas meningkatnya serangan pemberontak terhadap polisi negara itu.

Suu Kyi menyerukan agar pasukan militer terlibat dalam upaya "menghancurkan" pemberontak, kata juru bicara pemerintah, Zaw Htay.

Dikutip dari The Straits Times, Htay mengatakan bahwa Aung San Suu Kyi, bersama Presiden Win Myint dan anggota kabinet lainnya bertemu dengan para pemimpin militer, termasuk kepala militer Min Aung Hlaing, wakilnya dan kepala intelijen militer, untuk membahas "urusan luar negeri dan keamanan nasional".

"Kantor Presiden telah menginstruksikan militer untuk melancarkan operasi guna menumpas para teroris," kata Zaw Htay dalam konferensi pers di ibu kota Naypyidaw.

Sementara Suu Kyi dilarang menjabat sebagai presiden berdasarkan Konstitusi yang dirancang oleh militer, Win Myint adalah seorang loyalis dan dia dipandang sebagai pemimpin de facto pemerintah sipil Myanmar, sementara militer tetap bertanggung jawab atas keamanan.

Di lain pihak, menurut PBB, pertempuran antara pasukan pemerintah Myanmar dan pemberontak Tentara Arakan di negara bagian Rakhine telah membuat ribuan orang mengungsi sejak awal Desember.

Tentara Arakan menginginkan otonomi yang lebih besar bagi Rakhine, di mana kelompok etnis setempat yang mayoritas beragama Budha memiliki pengaruh kuat bagi masyarakat di sana.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya