Devisa Ekspor Dikonversikan ke Rupiah, Pengusaha Dapat Insentif Ini

Aturan devisa hasil ekspor khusus sumber daya alami dapat membuat ekonomi Indonesia tahan guncangan.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jan 2019, 20:20 WIB
Sebuah Perahu nelayan melintas di dekat kapal yang mengangkut peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (6/11). (Merdeka.com/ Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, pemerintah akan memberikan insentif berupa pemotongan pajak bunga simpanan devisa hasil ekspor (DHE) hingga nol persen bagi pengusaha yang memarkirkan dananya di dalam negeri. 

Hal tersebut seiring dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan Pengolahan Sumber Daya Alam.

"Kalau Anda tukar ke rupiah, pajaknya bisa nol, pajak bunganya. Tapi kalau Anda taruh dalam valas ya kita kurangi pajaknya dari normal," ujar Darmin saat ditemui dikantornya, Jakarta, Jumat (25/1/2019).

Darmin melanjutkan, imbauan penyimpanan devisa ini bukan berarti pengusaha terhalang dalam penggunaan devisa. Sebab, pengusaha tetap dapat mengajukan pengambilan kembali jika membutuhkan dalam rangka penyelesaian kewajiban.

Meski demikian, pemerintah mewajibkan perusahaan yang bersangkutan menunjukkan bukti terkait kewajiban lain tersebut. "Kalau dia ada kewajiban yang harus dibayar dengan valas, boleh, tapi tunjukkan buktinya," kata dia. 

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, ada aturan terkait Devisa Hasil Ekspor khusus sumber daya alam yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Januari 2019, dapat membuat perekonomian Indonesia semakin tahan guncangan.

"Tetapi bagaimanapun setiap kali ada gejolak global yah kita kemudian mengalami outflow, orang keluar, dan kalau sebentar masih lumayan enggak terlalu bermasalah. Tapi, kalau lama seperti tahun ini, itu kita posisi pertahanannya agak kurang. Makanya kita kemudian  mencoba memilih yang sumber daya alam," ujar dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com


BI: Rekening Khusus Simpanan DHE Masih Tunggu Peraturan Presiden

Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) akan segera merampungkan pembuatan rekening khusus simpanan (RKS) devisa hasil ekspor (DHE) untuk eksportir Sumber Daya Alam (SDA).

Tujuan pembuatan RKS ini agar para eksportir dapat menikmati insentif penyimpanan devisa hasil ekspor (DHE) yang dicanangkan oleh bank sentral.

"Peraturan Bank Indonesia (PBI) sudah siap, kami juga sudah bicara dengan perbankan dan perbankan juga siap mendukung kebijakan-kebijakan mengenai bagaimana kita lebih mengoptimalkan DHE bagi kemajuan ekonomi kita, " kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, saat ditemui di Kompleks Masjid BI, Jakarta, Jumat 25 Januari 2019.

Perry mengatakan, terkait dengan PBI rekening khusus simpanan, pihaknya sudah selesai merampungkannya. Namun, dalam pelaksanaannya masih harus menunggu Peraturan Presiden (PP).

"Begitu PP-nya siap kami keluarkan. Dalam waktu dekat, karena itu satu paket PP keluar PBI keluar. Kami udah koordinasi dari awal, timing-nya bersama. Itu segera bisa kita terapkan," imbuhnya.

Seperti diketahui, dengan adanya RSK ini, ekportir, perbankan dan kantor pelayanan pajak akan dimudahkan dalam menentukan insentif yang diperoleh ketika melakukan penyimpanan DHE.

Aturan ini pun diharapkan akan diterima oleh semua pihak terutama pengusaha. Adapun besaran insentif yang diberikan kepada eksportir jika mengkonversikan DHE valas ke rupiah jika disimpan 1 bulan akan mendapat pajak sebesar 7,5 persen, 3 bulan mendapat pajak 5 persen, 6 bulan tidak dikenakan pajak. 

Namun, jika disimpan dalam bentuk valas 1 bulan dikenakan pajak 10 persen, 3 bulan sebesar 7,5 persen, 6 bulan sebesar 2,5 persen dan lebih dari 6 bulan tidak dikenakan pajak.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya