Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla kerap melontarkan masukan terhadap proyek infrastruktur. Terakhir, JK, sapaannya, mengomentari proyek Light Rapid Transit (LRT) Palembang, sampai proyek pembangunan kereta api Trans Sulawesi dari Makassar ke Manado.
Pengamat Politik Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menilai tak elok JK menyampaikan kritik karena bagian dari pemerintah.
Advertisement
“Alangkah baik dan bijak jika Pak JK tidak mengkritik pemerintah. Karena beliau bagian dari pemerintah itu sendiri,” ujar Ujang melalui pesan singkat, Jumat (24/1/2019).
Seharusnya, JK bersama Presiden Jokowi ikut mencari solusi terhadap objek kritikannya. Lebih lagi, JK dinilai bisa memberikan masukan positif karena kredibilitas dan pengalamannya tak perlu diragukan.
“Pak JK pasti mampu membereskan masalah-masalah itu. Pak JK tokoh bangsa yang berpengalaman. Kredibilitasnya diakui dunia,” ujarnya.
Selain itu, Ujang menilai kritik yang disampaikan JK bisa dilihat sebagian sebagai solusi dari permasalahan. Itu disebutnya, cara JK mengingatkan para teknokrat.
“Mungkin Pak JK sedang mengingatkan para teknokrat, agar dalam membangun infrastruktur jangan terlalu banyak mengambil untung,” kata Ujang.
Sementara itu, Politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari membantah ada tanda-tanda keretakan di internal pemerintah. Kritikan JK disebut sebagai demokrasi ala Jokowi.
“Ini dampak dari transparansi, dampak dari keinginan untuk akuntabilitas dan itu membiasakan masyarakat untuk menggunakan nalar, pakai angka, bukan kemudian saling potong memotong lah, atau jegal menjegal di antara para politisi,” ujar Eva.
Ruang Kritik Internal
Senada dengan Eva, Jubir Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Arya Sinulingga menilai Jokowi membuktikan telah memberi ruang kritik di internal pemerintah. Selain itu, kritikan infrastruktur JK hanya sebagian kecil saja dibandinkan yang pemerintah telah bangun.
"Pak JK kan ngomong itu dari ratusan, ribuan infrastruktur yang dia kritik cuma satu, dua, tiga (proyek). Kecil lah itu, wajar lah,” kata Arya.
JK sebelumnya beberapa kali menyampaikan kritik terhadap beberapa proyek infrastruktur yang dibangun era pemerintahan Jokowi. Salah satunya proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT).
Ia menyinggung kondisi LRT Palembang yang kini hanya menjadi ajang coba-coba para turis lokal yang datang. "LRT Palembang jadikan coba-coba turis lokal saja," kata JK.
Karena itu, dia mengingatkan agar pembangunan infrastruktur tidak hanya memperhatikan aspek secara teknis, tapi juga dampak terhadap perekonomian.
"Ini suatu tanggung jawab kita semua untuk melihat itu sebagai bagian daripada evaluasi kita meningkatkan infrastruktur tapi juga manfaatnya bagaimana," kata JK.
JK juga menyinggung proyek pembangunan kereta api Trans Sulawesi dari Makassar ke Manado. Menurut JK, proyek tersebut tidak efisien, karena tidak ada yang menaiki transportasi tersebut.
"Sama kereta api Sulawesi-Manado, siapa yang mau naik ke Makassar? Barang apa yang mau diangkut dari selatan ke utara, utara ke selatan? Hanya perpendek saja di Sulawesi untuk kebutuhan memperbaiki industri. Kalau barang tidak akan efisien," kata JK.
Tak hanya soal LRT di Palembang, JK juga mengkritik pembangunan LRT Jabodetabek yang menelan biaya sampai Rp 500 miliar per kilometernya (km). Menurutnya, pembangunan LRT dengan skema elevated (layang) dinilai kurang efektif.
"Saya kasih contoh, membangun LRT ke arah Bogor dengan elevated (jalur layang). Buat apa elevated kalau hanya berada di samping jalan tol?" ucap JK.
Menurut dia, di sejumlah negara, pembangunan LRT tidak dibangun bersebelahan dengan jalan tol. Pembangunan jalur layang justru akan membuat biaya semakin membengkak.
"Biasanya light train itu tidak dibangun bersebelahan dengan jalan tol, harus terpisah. Tapi bangunnya gitu. Siapa konsultan yang memimpin ini, sehingga biayanya Rp 500 miliar per kilometer," kata JK yang kembali mengkritik proyek infrastruktur.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement