Masjid Jogokariyan Ternyata Dibangun untuk Cegah Ateisme dan Komunisme

Masjid Jogokariyan di Yogyakarta pertama kali digunakan pada 20 Agustus 1967.

oleh Komarudin diperbarui 29 Jan 2019, 01:00 WIB
Foto: Bayu Yanuar/ Liputan6.vom

Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan Masjid Jogokariyan dibangun setelah operasi penumpasan Gerakan 30 S/PKI. Setelah penumpasan itu, masyarakat mulai membangun keagamaan masyarakat.

"Hal itu dilakukan agar paham ateis maupun komunisme tak berkembang di wilayah Jogokariyan," ujar Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan ustaz Muhammad Jazir Asp saat dihubungi Liputan6.com, Senin, 28 Januari 2019.

Ia mengungkapkan peletakan batu pertama dilakukan pada 22 September 1965. Masjid tersebut digunakan pertama kali pada 20 Agustus 1967.

Menurut Ustaz Muhammad, Awalnya masjid tersebut diisi dengan kegiatan PAJ (Pengajian Anak-anak Jogokariyan). Setelah itu, tumbuh remaja masjid pada 1967.

"Sementara orang-orang dewasa belum punya kesadaran pengajian ke masjid. Para pengajar remaja masjid saat itu para aktivis dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) juga HMI (Himpunan Masyarakat Indonesia)," jelas ustaz Muhammad.

Seperti diketahui, KAMI merupakan sebuah kelompok antikomunis yang kebanyakan beranggotakan kaum muda yang dibentuk pada 27 Oktober 1965.

Seiring waktu berjalan, Masjid Jogokariyan terus berkembang. Pada 1999, kemudian ditata yang berkaitan dengan masjid, salah satunya tentang organisasi yang berkaitan dengan masjid.

"Saat ini banyak yang dilakukan di Masjid Jogokariyan, mulai dari pelayanan kesehatan, bantuan kepada warga miskin, menyelenggarakan buka puasa bersama, serta kegiataan keagamaan dan sosial lainnya," ucap ustaz Muhammad Jazir Asp.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya