Liputan6.com, Bandung Sidang kasus suap Meikarta yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung kembali dilanjutkan, Senin (28/1/2019). Sidang kali ini menghadirkan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa.
Dalam persidangan terungkap, Iwa mengaku tak pernah meminta dan menerima suap dari Meikarta. Mulanya, Iwa ditanya JPU KPK I Wayan Ryana soal pertemuannya dengan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili di KM 72 tol Purbaleunyi pada Desember 2017.
Advertisement
Iwa pun membenarkan pertemuan tersebut. Namun dirinya diminta oleh anggota DPRD Jabar Waras Wasisto untuk datang, dan akhirnya dikenalkan dengan Neneng Rahmi.
"Saya tidak tahu (tujuannya) hanya diminta ketemu di rest area KM 72. Saya bilang kebetulan baru hadir rapat di pusat. Saya dikontak Pak Waras, ada yang minta ketemu saya. Saya bilang di kantor saja selesai saya pulang ke rumah," ujar Iwa.
Jaksa menyebut, pertemuan tersebut diketahui untuk membahas terkait pengurusan Raperda Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) proyek Meikarta.
"Iya atas permintaan Waras bertemu. Saya bilang di kantor saja. Saya sudah tidak ikut karena tidak ada kewenangan," kata Iwa.
Jaksa lalu menanyakan apakah ia meminta sejumlah uang ke Neneng Rahmi untuk pengurusan RDTR, Iwa membantahnya. JPU KPK lainnya, Yadyn kemudian menanyakan apakah Waras merupakan atasannya. Iwa kembali membantahnya.
Menurutnya, Waras merupakan anggota DPRD Jabar. Dirinya hadir untuk menjaga silaturahmi dan bukan dalam urusan kerja.
"Kalau (Waras) bukan atasan," katanya. Lalu kenapa datang ke sana?," tanya Yadyn lagi.
"Saya pulang kerja. Karena untuk menjaga hubungan dengan DPRD," ujar Iwa.
Selain itu Iwa menyebut pertemuan di KM 72 hanya sebentar. Karena untuk urusan pekerjaan, Iwa lebih memilih bertemu di kantor. Makanya, saat itu Iwa mengaku meminta mereka Neneng untuk ke kantornya.
Yadyn pun kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Iwa sebagai saksi di penyidik KPK. Dalam BAP tersebut Iwa mengaku pada Desember 2017 beremu dengan Waras, Neneng Rahmi, Sulaiman anggota DPRD Bekasi dan seorang laki-laki tidak dikenal di Starbuck Coffe di KM 72 Tol Purbaleunyi. Saat itu Waras minta bertemu terkait urusan dinas.
"Kalau memang ingin tertib administrasi kenapa tidak datang ke kantor. Kenapa ketemuannya di sana (KM 72). Kenapa sekonyong-konyong saksi ada di sana," tanya Yadyn.
Ditanya seperti itu Iwa hanya terdiam. Sementara soal pertemuan di kantornya, mereka (Neneng) mau mengurus soal Raperda RDTR. Saat itu dirinya mengaku tidak punya kewenangan, karena itu urusan gubernur dan bisa langsung menghubungi sekretariat Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD).
"Saat itu mereka ingin tahu prosedur (RDTR). Tapi saya tidak bisa bantu karena saya bukan ketua BKPRD," tegas Iwa.
"Kalau ingin mengetahui prosedur bisa ke bawahan saudara? Saudara tahu tidak soal permintaan Rp1 miliar?" tanya Yadyn. Iwa pun kembali membantahnya.
Hadirkan Kembali Saksi
JPU KPK Yadyn lalu menanyakan soal adanya tawaran dari Waras usai pertemuan di KM 72 Tol Purbaleunyi. Yadyn bertanya, apakah benar jika nanti rekomendasi RDTR keluar akan diberikan bantuan banner.
"Iya, tapi saya tidak pernah meminta," ujar Iwa.
"Apakah ada pemberian banner?" kembali Yadyn bertanya.
"Tidak (pemberian banner)," kata Iwa.
Yadyn pun kemudian membacakan BAP Iwa Karniwa saat diperiksa sebagai saksi di KPK. Dalam BAP tersebut, Iwa mengatakan jika banner tersebut sebagai promosi dirinya untuk maju sebagai calon Gubernur (Cagub) Jabar dari PDIP pada November 2017.
"Desember banner itu sudah dipasang. Anda bilang, ya sudah kalau begitu mah terima kasih. Padahal saya tidak bisa membantu. Yang saya ketahui pemberian banner itu terkait RDTR," kata Yadyn membacakan BAP Iwa.
"BAP benar (ditandatangani). Saya baca, tapi terakhir saya buru-buru. Karena saya tidak pernah meminta dan menerima," ujarnya.
Iwa pun menegaskan dirinya tidak pernah meminta banner dan menyebutkan akan mencalonkan diri jadi bakal calon gubernur saat pertemuan. Begitu juga soal adanya titipan untuknya dari anggota DPRD Bekasi, Sulaiman.
Sementara itu, anggota majelis hakim Tardi mengatakan dua orang saksi, yakni Neneng Rahmi dan Henry Lincoln menyebutkan jika Iwa meminta Rp1 miliar. Iwa pun membantahnya.
"Nanti dibuktikan kembali setelah konfrontir. Jangan sampai bapak bilang tidak terima. Tapi kan perlu dibuktikan," ujarnya.
Hakim pun lantas memerintahkan JPU KPK untuk menghadirkan saksi Neneng Rahmi dan Henry Lincoln untuk dikonfrontir pada sidang selajutnya, yakni Senin (4/2/2019).
Hakim lainnya, Lindawati menyebutkan jika pernyataan Iwa tidak konsisten. Sebab, dua saksi menyebutkan jika dirinya meminta Rp1 miliar.
"Saya hanya ingatkan. Dua saksi mengatakan anda meminta Rp1 miliar," ujarnya.
"Yang jelas saya tidak. Saya tidak pernah meminta dan menerima," ujar Iwa.
Ditemui seusai persidangan, Iwa mengaku siap untuk dihadirkan kembali menjadi saksi. "Siap," kata Iwa singkat.
Sementara JPU I Wayan Riana mengaku siap menghadirkan saksi-saksi untuk menelusuri tudingan terhadap Iwa. Berdasarkan keterangan Neneng Rahmi dan Henry Lincoln, disebutkan ada pemberian Rp 1 miliar yang diminta Iwa melalui Waras.
"Nanti kami akan hadirkan lagi Hendry Lincoln dan Neneng Rahmi demikian juga dengan saksi-saksi yang menerangkan terkait pemberian. Tadi kan majelis meminta agar dilakukan konfrontir agar jelas," katanya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement