Liputan6.com, Jakarta - Tok! Tok! Tok! Bunyi palu hakim, mengukuhkan vonis 1 tahun 6 bulan untuk musikus Ahmad Dhani. Hakim memutusnya bersalah melakukan ujaran kebencian (hate speech).
Meski hukuman ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, putusan tersebut tetap mengejutkan baginya. Senyumnya tak lagi lepas.
Advertisement
Dia hanya mengacungkan telunjuk dan jempolnya ke arah kamera wartawan.
Putusan ini juga menjadi pukulan bagi beberapa pendukung Ahmad Dhani yang menyaksikan persidangan. Mereka terus mengumandangkan takbir saat pentolan Dewa 19 itu digiring menuju mobil tahanan.
Ada pula yang menanggis histeris sembari berteriak-teriak, "Ini enggak adil. Ini enggak adil." Dhani sendiri, diam seribu bahasa saat digiring ke mobil tahanan.
"Menjatuhkan terdakwa Ahmad Dhani dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan, memerintahkan agar terdakwa untuk ditahan," kata Ketua Majelis Hakim Ratmoho membacakan amar putusan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (28/1/2019).
Majelis hakim menyatakan Ahmad Dhani Prasetyo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan menyebarkan informasi dan ditunjukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, suku atau golongan.
Selain menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Majelis hakim juga meminta sejumlah barang bukti disita untuk dimusnahkan.
"Menetapkan barang bukti berupa flash disk berupa isi screen shoot Twitter. Selain itu, handphone beserta simcard Indosat, XL dirampas untuk dimusnahkan dengan cara dinonaktifkan melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Keminfo). Kemudian, satu email dan akun twitter juga dirampas dan dimusnahkan," kata Ratmoho
Hakim menilai Ahmad Dhani terbukti melanggar pasal 45 huruf A ayat 2 junto 28 ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 Junto UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE junto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Adapun pertimbangan putusan tersebut, hal yang memberatkan adalah meresahkan masyarakat, berpotensi memecah belah antar golongan. Sedangkan yang meringankan koperatif selama persidangan, dan tidak pernah dihukum.
"Perbuatan terdakwa berpotensi memecah belah golongan," kata Ratmoho.
Terpisah, jaksa bernama Sarwoto menyatakan Ahmad Dhani langsung dibawa ke Lapas. "Langsung dibawa ke Lapas Cipinang," singkat Sarwoto.
Bagi Ahmad Dhani, putusan itu dirasa tidak tepat dan tak sesuai dengan fakta. Oleh karena itu, ayah lima anak ini akan melakukan banding atas putusan majelis hakim.
"Semua proses hukum ada mekanismenya, dan kita akan menjalankan semua mekanismenya. Kalau kita tidak puas sama putusannya yang pertama, ya kita lakukan upaya hukum lainnya (banding)," ujar Ahmad Dhani, usai persidangan, Senin (28/1/2019).
"Satu hari dinyatakan bersalah pun kita akan banding," sambung penasihat hukum Ahmad Dhani, Hendarsam.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Awal Perkara
Kasus dugaan pencemaran nama baik ini bermula dari ujaran Ahmad Dhani yang termuat di video Facebook. Saat itu Dhani, yang berada di Hotel Majapahit Surabaya, hendak menghadiri deklarasi tagar 2019 ganti presiden pada Minggu, 29 Agustus 2018.
Namun, dia dihadang oleh sejumlah anggota Koalisi Bela NKRI, sehingga Dhani harus tetap berada di hotel. Saat itulah dia menyampaikan ujarannya. Dalam videonya, Dhani diduga menyebut orang-orang yang menghadangnya idiot.
"Ini yang mendemo, yang demo ini yang membela penguasa. Lucu, lucu. Ini, ini idiot-idiot ini, idiot-idiot ini. Mendemo, mendemo orang yang tidak berkuasa," ucap Dhani dalam video itu.
Sebelum kasus dugaan ucapan idiot ini, Dhani memang telah beberapa kali dilaporkan ke pihak kepolisian. Status tersangka dalam dua kasus telah diterima Dhani.
Pertama pada 2 Desember 2016, Dhani diumumkan polisi sebagai tersangka kasus makar. Awal mulanya, Dhani dan sembilan aktivis ditangkap polisi pada malam sebelumnya, yakni Kamis, 1 Desember 2016.
Dhani ditangkap di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta. Selain Dhani, ada nama lain yang ditangkap yaitu Rachmawati Soekarnoputri dan Ratna Sarumpaet.
Terhadap Dhani dan tujuh orang lainnya yang ditangkap, polisi menerapkan pasal tentang makar atau upaya menjatuhkan pemerintahan yang sah berdasarkan Pasal 107 KUHP juncto Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP. Pasal makar ancaman pidananya adalah penjara seumur hidup.
Kasus kedua yaitu pada 28 Agustus 2017, Dhani kembali menjadi tersangka. Kali itu dia diumumkan menjadi tersangka oleh Polres Jakarta Selatan dalam kasus cuitan sarkastik di akun Twitter-nya.
Kasus ini berawal ketika Ahmad Dhani dilaporkan relawan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat (BTP Network) pada 10 Maret 2017, gara-gara cuitan sarkastis di akun Twitter-nya.
Dalam cuitannya, Dhani menyebut siapa saja pendukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi. Unggahan akun Twitter @AHMADDHANIPRAST pada 06 Maret 2017, pukul 14.59 WIB, "Siapa saja yg dukung Penista Agama adalah Bajingan yg perlu di ludahi muka nya ADP."
Kemudian pada 7 Februari 2017 (pukul 08.14 WIB) ada unggahan dari akun tersebut. "Yg menistakan Agama si Ahok Yg diadili KH Ma’mf Amin ADP."
Laporan dari Ketua BTP Network Jack Boyd Lapian diterima Polda Metro Jaya dengan Tanda Bukti Laporan (TBL) bernomor LP/1192/III/2017/PMJ/Ditreskrimsus. Jack melaporkan Dhani dengan tuduhan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Berdasarkan posting-an atau unggahan lain antara 7 Februari sampai dengan 7 Maret 2017 serta komentar cuitan itu terkait dengan proses sidang kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka tindak pidana.
Advertisement