Ombudsman Minta Pemerintah Tertibkan Industri Gula Rafinasi

Saat ini industri gula rafinasi tidak taat pada aturan yang mengharuskan setiap industri yang sudah beroperasi selama 3 tahun untuk memiliki kebun sendiri.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jan 2019, 18:50 WIB
Barang bukti sejumlah kemasan gula rafinasi yang ditampilkan di Gedung Bareskrim, Jakarta, Rabu (1/11). Gula rafinasi adalah gula yang memiliki warna lebih putih dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan untuk memperkuat pasokan gula dalam negeri maka pemerintah perlu mengevaluasi kembali industri gula rafinasi yang saat ini beroperasi.

"Saya pikir untuk gula memang harus dilakukan evaluasi terhadap industri ini. Kedua, harus segera memang pemerintah membuat rencana pembangunan industri gula yang berbasis kebun," kata dia, di Menteng, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

"Dan Industri gula rafinasi tadi kalau tidak bisa (membangun kebun) ya mungkin harus beristirahat," imbuhnya.

Menurut dia, saat ini industri gula rafinasi tidak taat pada aturan yang mengharuskan setiap industri yang sudah beroperasi selama 3 tahun untuk memiliki kebun sendiri.

"Industri gula rafinasi dalam 3 tahun, 2 tahun dia harus sudah punya kebun sendiri. Nyatanya sampai hari ini tumbuh hampir 11 industri gula rafinasi yang mengambil tempat di pelabuhan yang memang niatnya impor bukan bangun kebun," jelas dia.

Selain itu, kebijakan pemerintah pun harus berorientasi pada penguatan kelembagaan sosial ekonomi petani. "Produksi kita lemot karena kita tidak pernah peduli untuk membangun lembaga sosial ekonomi petani. Hampir semua kebijakan lebih senang untuk memasok, input, ketimbang memperkuat kelembagaan sosial ekonomi petani,"

Tanpa kelembagaan sosial ekonomi petani yang kuat akan banyak masalah yang akan muncul, seperti rantai pasok tidak efisien, posisi tawar petani gula yang rendah serta tingginya harga gula.

"Akan merambat ke dalam maladministrasi di dalam tata niaga komoditas kita termasuk di dalamnya tata niaga impor," tegas dia.

Dia menilai, siapapun yang jadi presiden apabila dalam 100 hari kerja tidak memiliki suatu kerangka untuk kebijakan penguatan kerangka kelembagaan sosial ekonomi petani maka dipastikan akan mengalami hal yang sama dalam 5 tahun.

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

 

Aktivitas petani tebu di Desa Betet, Jatim September lalu. Rembesan gula rafinasi tahun 2018 sebesar 800 ribu ton, produksi gula konsumsi tahun 2018 sebesar 2,1 juta ton, impor gula konsumsi tahun 2018 sebanyak 1,2 juta ton. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sementara itu Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijana turut mengomentari terkait tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah terhadap industri rafinasi yang tidak taat peraturan.

"Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dalam 3 tahun industri gula rafinasi wajib punya on farm," jelas dia.

"Dulu ada 5 atau 6 (industri gula rafinasi), tapi sekarang sudah 11, dan itu tidak pernah ditindak dan Undang-undang itu tidak pernah dilaksanakan pemerintah. Dan komisi VI Sejak 2016 sudah menyikapi bahwa UU itu eksis, tapi tidak dilaksanakan. Ini awal dari bencana industri gula konsumsi kita," tandasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya