Liputan6.com, Jakarta - Dalam pengembangan kendaraan listrik di Indonesia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memang menghadapi berbagai tantangan. Namun, tidak hanya berpangku tangan, agar mobil atau motor ramah lingkungan ini bisa diterima masyarakat, pemerintah menyusun beberapa strategi untuk pengembangan low carbon emission vehicle (LCEV) ini.
Menurut Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Harjanto, strategi untuk menghadapi tantangan tersebut, dengan memberikan dukungan insentif fiskal, berupa Tax Holiday/ Mini Tax Holiday untuk Industri Komponen Utama.
Advertisement
"Komponen utama tersebut, adalah industri baterai, industri motor listrik (magnet dan kumparan motor). Aturan tersebut melalui PMK Nomor 35 tahun 2018 yang direvisi menjadi PMK Nomor 150 tahun 2018, dan dukungan Tax Allowance bagi investasi baru maupun perluasan," jelas Harjanto di kantor Kemenperin, Selasa (29/1/2019).
Lanjut Harjanto, strategi lain yaitu usulan Income tax deductions, sampai dengan 300 persen untuk industri yang melakukan aktifitas riset dan pengembangan (R&D).
Lalu, terdapat juga usulan Harmonisasi PPnBM melalui revisi PP Nomor 41 tahun 2013, tentang PPnBM Kendaraan Bermotor. Mempercepat penerapan standar teknis terkait LCEV.
"Kemudian, mendorong kewajiban ekspor, pendalaman proses dan melokalkan komponen utama di dalam negeri (kewajiban pada TKDN)," tambahnya.
Selanjutnya
Tidak hanya sampai di situ, pemerintah juga memberikan usulan pengaturan khusus terkait bea masuk dan perpajakan lainnya, termasuk pajak daerah untuk mempercepat industri kendaraan listrik (Electrified Vehicle) di Indonesia.
"Terakhir, dengan ekstensifikasi pasar ekspor baru melalui negosiasi kerjasama PTA (Preferential Tariff Agrement), dengan negara yang memiliki demand tinggi untuk kendaraan bermotor," pungkasnya.
Advertisement