Australia Minta Tiongkok Menghormati Hak Semua Negara di Laut China Selatan

Menteri Pertahanan Australia Christopher Pyne juga meminta Beijing bertindak secara bertanggungjawab di Laut China Selatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jan 2019, 10:04 WIB
(ilustrasi) Kapal perang di Laut China Selatan (Intelligence Specialist 1st Class John J Torres)

Liputan6.com, Singapura - Menteri Pertahanan Australia Christopher Pyne meminta Beijing bertindak secara bertanggung jawab di Laut China Selatan dan menghindari meniru pendekatan Rusia "kemungkinan adalah kebenaran" dalam diplomasi.

Menyampaikan pidato utama kepada para pemimpin militer di Singapura pada 29 Januari 2019, Christopher Pyne menekankan bahwa tidak ada negara yang ingin menghambat pertumbuhan dan kemakmuran China.

Namun dia mendesak Beijing untuk memikirkan kembali pendekatannya terhadap perairan Laut China Selatan yang bermuatan politis, dengan beralasan kekuatan dunia tengah mengikis kepercayaan regional dan meningkatkan kecemasan, termasuk dengan kegiatan seperti membangun pulau buatan di perairan yang disengketakan.

"Menyelesaikan perselisihan di Laut China Selatan sesuai dengan hukum internasional akan membangun kepercayaan pada kesediaan China untuk mendukung dan memperjuangkan budaya strategis yang menghormati hak-hak semua negara," kata Pyne seperti dikutip dari ABC Indonesia, Rabu (30/1/2019).

"Bagi mereka yang memiliki kekuatan besar ada tanggung jawab besar, dan jadi saya meminta China untuk bertindak dengan tanggung jawab besar mengenai Laut Cina Selatan."

Menteri Christopher Pyne menjanjikan dukungan Australia untuk kegiatan multilateral di Laut China Selatan, jika diperlukan, untuk mengingatkan Beijing kalau Laut China Selatan adalah perairan internasional.

China diadukan oleh sejumlah negara kecil tetangganya di perairan yang menilai China telah mengklaim seluruh kawasan Laut China Selatan.

Sementara Australia "tidak tertarik untuk mengekang China," Australia menginginkan negara-negara Indo-Pasifik tidak harus membuat "pilihan antara keuntungan ekonomi dan kedaulatan," kata Pyne.

Pyne menggambarkan ketegangan yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dan China yang digambarkan sebagai "persaingan kekuatan besar yang menentukan zaman kita".

Namun, ia mengabaikan dugaan kemungkinan terjadinya perang dingin diantara kedua 'kelas berat dunia' yang sedang berseteru tersebut.

"Ini adalah karakterisasi sederhana dan tidak terlalu canggih dari paradigma geo-strategis yang jauh lebih kompleks dan dinamis," kata Pyne.

"Setiap pembagian wilayah menjadi blok-blok seperti Perang Dingin di kawasan ini dipastikan akan gagal mengingat hal seperti itu mewajibkan dilakukannya pilihan yang semu antara kemakmuran dan keamanan."

Meskipun ia tidak secara langsung menyebut nama Rusia, Menteri Pyne menyinggung soal aneksasi Krimea dari Ukraina pada tahun 2014 dan menyebut Pemerintahan Vladimir Putin sebagai oligarki yang mengancam supremasi hukum.

"Penegakan hukum sedang dalam ancaman oligarki yang berpikir bahwa mereka memiliki hak sejak lahir untuk sesuka hati dan semau mereka melakukan campur tangan," kata Pyne.

"Penegakan hukum juga berada di bawah ancaman dari negara-negara yang memperlakukan semua ruang dunia maya seperti kekuasaan pribadi mereka sendiri, untuk melakukan apa yang mereka kehendaki dan mengambil apa yang bukan hak mereka."

 

Simak video pilihan berikut:


Australia Tingkatkan Pertahanan Maritim

Kota Sansha di Pulau Yongxing atau Pulau Woody di gugus kepulauan Paracel, salah satu lokasi yang kerap dipersengketakan di Laut China Selatan (AFP PHOTO via VOA)

Otoritas persemakmuran telah mengalokasikan lebih dari $ 90 miliar untuk membangun armada kapal selam kelas baru, frigat dan kapal lain dalam rangka memperkuat kemampuan maritim Australia.

Tetapi, jika dibandingkan dengan ukuran angkatan laut seperti milik Tentara Pembebasan Rakyat China, kekuatan armada angkatan laut Australia tidak ada artinya.

Armada Australia terdiri dari 48 kapal, kapal dan kapal selam dibandingkan dengan sekitar 220 kapal tempur saja milik Angkatan Laut China (China berencana untuk meningkatkan ini menjadi 351 pada tahun 2020).

Dalam wawancara sebelumnya dengan ABC, Jai Galliott, pakar kekuatan angkatan pertahanan dari kelompok Teknologi Pertahanan & Keamanan di Fakutltas Teknik Universitas New South Wales dan dosen Teknologi Informasi di Akademi Angkatan Pertahanan Australia, mengatakan bahwa "negara-negara seperti Australia selalu 10 sampai 30 tahun tertinggal dibandingkan dengan AS dan negara utama di Eropa ".

"Dan bahkan jika Australia berupaya menambah 80 armada kapal yang layak, armada kecil Angkatan Laut China saja akan menjadi masalah utama bagi Australia," kata Dr Galliott.

Christoper Pyne mengatakan Autsralia berharap dapat meningkatkan anggaran pertahanannya menjadi lebih dari 2 persen dari produk domestik bruto pada tahun 2021.

"Australia melihat perannya sebagai salah satu yang dapat berbicara dengan China dan Amerika Serikat secara terbuka dan terus terang," katanya.

"Kami jelas merupakan sekutu yang sangat dekat dari Amerika Serikat ... tetapi kami tidak yakin kami harus memilih antara keamanan dan kemakmuran, dan kami di masa lalu belum pernah melakukannya dan kami tidak juga berniat melakukannya di masa depan."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya